Tidak Membayar Puasa Karena Melahirkan
Soal:
35 tahun yang lalu, saya melahirkan pada bulan Ramadhan. Kemudian dua tahun berikutnya, saya melahirkan pada bulan Ramadhan juga, dan saya tidak berpuasa melainkan hanya 10 hari. Dan sekarang saya seorang wanita yang berusia lanjut dan sakit-sakitan. Apakah yang harus saya lakukan?
Jawab:
Apabila engkau telah sembuh, wajib bagimu berpuaswa pada hari yang engkau tinggalkan, baik pada Ramadhan pertama atau yang kedua disertai memberi makan kepada fakir miskin pada setiap harinya (jika engkau memang meremehkan permasalahan membayar puasa ini, padahal engkau mampu).
Adapun kewajiban memberi makan fakir miskin untuk setiap harinya ½ sha’ berupa kurma atau beras dari makanan pokok suatu daerah atau 1½ kg dengan timbangan, dengan memberikannya kepada fakir miskin baik satu ataupun dua orang ataupun keluarga fakir miskin. Itu semua cukup bagimu, disertai dengan berpuasa dan bertaubat.
Adapun jika engkau menunda qodho’ Ramadhan karena sakit tanpa disertai unsur peremehan, maka wajib bagimu membayar puasa yang engkau tinggalkan itu dan tidak ada kewajiban memberi makan fakir miskin dikarenakan engkau mendapatkan udzur syar’i, berdasarkan firman Allah:
“…Barangsiapa yang sakit atau melakukan perjalanan jauh, hendaklah mengganti pada hari-hari yang lain…” (Qs. al-Baqarah [2]:85)
3. Berpuasa Setelah Suci dari Nifas
Soal:
Jika seorang wanita mendapat kesuciannya dari nifas dalam satu pekan, kemudian ia berpuasa bersama kaum muslimin di bulan Ramadhan selama beberapa hari. Kemudian (ternyata) darah itu keluar lagi. Apakah ia harus meninggalkan puasa dalam situasi seperti ini? Dan apakah ia harus mengqadha hari-hari puasa yang ia jalani selama beberapa hari tersebut dan hari-hari puasa yang ia tinggalkan?
Jawab:
Jika seorang wanita mendapat kesuciannya dari nifas sebelum 40 hari lalu ia puasa beberapa hari, kemudian darah itu keluar lagi sebelum 40 hari, maka puasanya sah. Dan hendaknya ia meninggalkan shalat dan puasa pada hari-hari ketika darah itu keluar lagi karena darah itu dianggap darah nifas hingga ia suci atau hingga sempurna 40 hari.
Dan jika telah mencapai 40 hari, maka wajib baginya untuk mandi walaupun darah itu masih tetap keluar, karena 40 hari adalah akhir masa nifas menurut pendapat yang paling benar di antara dua pendapat ulama. Dan setelah itu, hendaknya ia berwudhu untuk setiap waktu shalat hingga darah itu berhenti mengalir darinya, sebagaimana yang diperintahkan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kepada wanita yang mustahadhah (mengluarkan darah istihadhah) dan boleh bagi suaminya untuk mencampurinya setelah 40 hari walaupun ia masih mengeluarkan darah, karena darah dan kondisi yang demikian adalah darah rusak (darah istihadhah) yang tidak menghalangi seorang wanita untuk shalat dan puasa serta tidak menghalangi suaminya untuk menggauli istrinya pada saat itu. Akan tetapi jika keluarnya darah itu sesuai dengan masa haidhnya, maka ia harus meninggalkan shalat dan puasa karena ia dianggap darah haidh.
(Kitab ad Da’wah, Syaikh ibn Baz)
0 komentar:
Post a Comment