WWW.INISIAL.CO.CC   Rasulullah bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba')."(hadits shahih riwayat Muslim) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka."(hadits shahih riwayat Ahmad) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak."(hadits shahih riwayat Abu Amr Ad Dani dan Al Ajurry)
Yang MEROKOK, dilarang buka blog saya...!!! image Klik! untuk mampir ke blog saya SILAKAN KLIK!
تبرئة العلامة الهرري مما افتراه عليه المدعو عبد الرحمن دمشقية في كتابه المسمى "الحبشي شذوذه وأخطاؤه"  والكتاب المسمى "بين أهل السنة وأهل الفتنة" وغيرهما من الإصدارات من مناشير وشرط  

Sakti “Sheila On 7″


SAKTI selepas dua tahun melepaskan segala kemewahan lebih senang tampil dengan jambang, kerana mengikut sunah nabi. Ketika ditemui, Sakti menjaga tertib matanya dengan tidak memandang penulis.

DIKENALI sebagai pemain gitar kedua grup terkenal Indonesia, Sheila On 7 (SO7), Sakti yang duduk di hadapan kami, berkata, hari ini cukup berbeda dengan apa yang pernah dilihat sepanjang karirnya dalam industri musik lebih enam tahun lalu.

Dalam pertemuan eksklusif yang diatur teman di kediaman Eross di Yogyakarta – Indonesia, kelihatan mukanya dijalari janggut, menyarung baju dan khakis polos. Bicaranya teratur. Sakti membuka lembaran sejarah hidupnya – dari zaman jahiliah menjadi orang yang mencoba istiqamah terhadap Islam.

“Saya takut mati dan api neraka itu maha dahsyat,” kata Sakti serius. Perasaan takut mati itu terbetik selepas dia membaca sebuah buku dengan judul Menjemput Sakaratul Maut Bersama Rasulullah di dalam sebuah toko buku di Lapangan Terbang Yogyakarta sewaktu mau ke Malaysia untuk menghadiri Anugerah Industri Muzik (AIM) dua tahun lalu.

“Saya masuk ke sebuah toko buku, terlihat buku ini dan fikiran saya terbayang tentang kapal terbang yang kerap terhempas dan jatuh.

“Saya bayangkan kalau pesawat terbang saya terhempas dan saya mati, apa bekal yang sudah saya punya? Saya tiada apa-apa. Tapi saya percaya mati tetap akan datang kepada saya pada waktu yang tidak bisa kita perkirakan,” ceritanya dia kemudian membeli buku tersebut dan setelah selesai membaca buku tersebut sepanjang kembali ke Malaysia.

Kembali ke Indonesia, dia terus dibelenggu perasaan takut mati selepas menjaga ibunya yang sakit di Rumah Sakit selain membaca sebuah tabloid yang menyiar isu kematian. Kejadian yang beruntun ini, kata Sakti, sebagai satu petunjuk agar dirinya berubah.

Dilepaskannya status pemain gitar SO7 saat grup ini sedang berada di puncak.

“Saya bertekad membuat keputusan dan tidak merasa rugi melepaskan status sebaagai artis pada saat puncak kami karena saya sendiri sudah tidak bisa lagi fokus pada hiburan.

“Adakah saya menyesal melepaskan kemewahan dunia? Tidak sama sekali karena saya lebih rela melepaskan semua di dunia sebelum saya dijemput ‘pulang’.

“Saya tidak mau menyesal di akhirat kelak dan tidak terbayang panas api di sana,” kata Sakti yang turut mengaku kerap menangis mengenang dosa masa silam.

Usai resmi keluar dari SO7, anak kedua dari tiga bersaudara ini berangkat ke Pakistan (menuntut di sebuah masjid di Rewin) dalam usahanya menajdi seorang Muslim sejati selama dua bulan sebelum kembali ke Indonesia dan menimba ilmu daripada para ulama di negara sendiri.

“Di Pakistan saya diajar menyayangi agama Islam sebagai sebuah agama yang indah.”

Lantas sewaktu diceritakan tentang zaman jahiliahnya dahulu, Sakti tersenyum dan berkata: “Dulu saya pemabuk,” katanya dengan nada menyesal dan menambah: “Saya mulai minum alkohol sejak zaman sekolah, bukan semasa jadi artis. Saya hanya berhenti minum pada usia 26 tahun sewaktu mahu beralih menjadi umat Islam yang sebenarnya.”

Tambah Sakti, solat lima waktu juga selalu bolong-bolong, apalagi solat Jumaat yang diakuinya paling jarang dilakukan. Setelah mendapat hidayah dan memahami disiplin kehidupan yang telah ditentukan Tuhan, dia takut untuk meninggalkan solat.

Apa lagi saat membayangkan kalau tiba-tiba dirinya dijemput ‘pergi’ tanpa sempat ‘bermanja’ dengan Tuhan.

Tanpa kemewahan, kata suami kepada Miftahul Jannah, 23, dia menjalani kehidupan kini serba sederhana sambil menjadi pengusaha sebuah mini market sejak tiga bulan lalu di kampung halamannya.

Ditanya tidakkah rindu untuk memeluk keenakan hiburan, pantas dia menggeleng.

ujarnya yang tidak pernah menganggap hiburan sebagai perosak jiwa, tetapi ia menjadi rosak dengan penerimaan yang salah.

Sakti saat diminta menyimpulkan kehidupannya kini memberitahu: “Nikmat punya agama seindah Islam memberi efek luar biasa dalam hati saya.

“Apa yang saya bimbangkan kini jika Tuhan memutarbalikan hati saya seperti dahulu. Nauzubillah, karena saya mau terus berada dalam hidayahnya sehingga saya mati.”

Apa Hukum Laki-Laki Muslim Menikahi Wanita Non Muslim?

Apa Hukum Laki-Laki Muslim Menikahi Wanita Non Muslim?

bismillah.jpg

Realita kaum muslimin sekarang banyak yang menikah dengan wanita dari kalangan umat agama lain dengan alasan berdakwah dengan harapan wanita yang dinikahinya akan masuk Islam, sebenarnya bagaimanakah hukum seorang laki-laki muslim menikahi wanita non muslim? Bagaimana juga dengan hukum wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki non muslim?

Informasi

Sumber : Unknown

Penjawab : Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafidzahullahu

Tipe file : mp3

Ukuran file : 566 kb

Durasi : 00:04:49

Pilih link di bawah ini untuk mendownload

cooltext83683795.png

Menjaga Lisan

Download Audio: “Menjaga Lisan” (Ustadz Fariq Gazim Anuz)


Tema : Menjaga Lisan
Pembicara : Ustadz Fariq Gazim Anuz
Tanggal : Februari 2008

Ikhwah fillah mari sejenak kita renungkan ayat berikut ini, dimana Alloh Subhaanahu wa ta’ala berfirman : yang artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk disebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” [Qaaf : 16-18].

Adakah yang dapat mengambil pelajaran daripadanya? Adakah yang menjamin bahwa lisannya selamat? Sudah siapkah kita dihadapan Alloh untuk mempertanggungjawabkannya? Dimanakah tuntunan Rosululloh terhadap nikmat lisan ini?

Download

sumber: radioassunnah.com

Mencinta Rasul Ustadz Armen Halim Naro.Lc

Tasjilat

Mencinta Rasul

Download Kajian Ustadz Armen Halim Naro.Lc Lengkap

Download Kajian Ustadz Armen Halim Naro.Lc yang saya pilih Buat Shohib saya di Solo Qoirul Arifin

Mangga di download

Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah

Download Audio Kajian Ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah :

Adab Menjaga Sunnah

  1. Adab Menjaga Sunnah 01.mp3
  2. Adab Menjaga Sunnah 02.mp3

Adab Walimah Dalam Islam

  1. Adab Walimah Dalam Islam 01.mp3
  2. Adab Walimah Dalam Islam 02.mp3

Apa Itu Iman, Islam, Ihsan

  1. Apa Itu Iman, Islam, Ihsan.mp3

Bagaimana Mendidik Anak

  1. Bagaimana Mendidik Anak 01.mp3
  2. Bagaimana Mendidik Anak 02.mp3

Bahaya Syiah

  1. Bahaya Syi’ah Terhadap Islam 01.mp3
  2. Bahaya Syi’ah Terhadap Islam 02.mp3
  3. Bahaya Syi’ah Terhadap Islam 03.mp3

Bala Hasad

  1. Bala Hasad 01.mp3
  2. Bala Hasad 02.mp3
  3. Bala Hasad 03.mp3

Berbakti Kepada Kedua Orang Tua

  1. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua 01.mp3
  2. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua 02.mp3

Bersemilah Ramadhan

  1. Bersemilah Ramadhan 01.mp3
  2. Bersemilah Ramadhan 02.mp3
  3. Bersemilah Ramadhan 03.mp3
  4. Bersemilah Ramadhan 04.mp3
  5. Bersemilah Ramadhan 05.mp3
  6. Bersemilah Ramadhan 06.mp3
  7. Bersemilah Ramadhan 07.mp3
  8. Bersemilah Ramadhan 08.mp3

Buhul Cinta

  1. Buhul Cinta 01.mp3
  2. Buhul Cinta 02.mp3
  3. Buhul Cinta 03.mp3

Duka Dinegeri Nestapa

  1. Duka Di Negeri Nestapa 01.mp3
  2. Duka Di Negeri Nestapa 02.mp3

Fiqh Khuluq

  1. Fiqh Khuluq 01.mp3
  2. Fiqh Khuluq 02.mp3

Fitnah Akhir Zaman

  1. Fitnah Akhir Zaman.mp3

Hak Dan Kewajiban Suami Istri

  1. Hak Dan Kewajiban Suami Istri 01.mp3
  2. Hak Dan Kewajiban Suami Istri 02.mp3

Hakekat Kebahagian

  1. Hakekat Kebahagiaan.mp3

Hukum Meminta-Minta

  1. Hukum Meminta-Minta.mp3

Hukum Kurban

  1. Hukum Kurban 01.mp3
  2. Hukum Kurban 02.mp3
  3. Hukum Kurban 03.mp3

Ilmu & Dajjal

  1. Ilmu & Dajjal 01.mp3
  2. Ilmu & Dajjal 02.mp3
  3. Ilmu & Dajjal 03.mp3
  4. Ilmu & Dajjal 04.mp3

Jangan Dekati Zina

  1. Jangan Dekati Zina 01.mp3
  2. Jangan Dekati Zina 02.mp3
  3. Jangan Dekati Zina 03.mp3

Kedermawanan Sang Fakir Faidah Dari Siroh Shahabat Ulbah Bin Zaid

  1. Kedermawanan Sang Fakir Faedah Dari Siroh Shahabat Ulbah Bin Zaid.mp3

Kehidupan Dunia Atau Kehidupan Akhirat

  1. Kehidupan Dunia Atau Kehidupan Akhirat 01.mp3
  2. Kehidupan Dunia Atau Kehidupan Akhirat 02.mp3

Kembali Kepada Ulama

  1. Kembali Kepada Ulama 01 (Muhammad Nur Ihsan).mp3
  2. Kembali Kepada Ulama 02 (Aspri Rahmat Azai).mp3
  3. Kembali Kepada Ulama 03.mp3
  4. Kembali Kepada Ulama 04.mp3
  5. Kembali Kepada Ulama 05.mp3

Kembali Kepada Hukum Allah Dan Menjauhi Bid’ah

  1. Kembali Kepada Hukum Allah Dan Menjauhi Bid’ah 01.mp3
  2. Kembali Kepada Hukum Allah Dan Menjauhi Bid’ah 02.mp3

Kesan Berkembangnya Bid’ah

  1. Kesan Berkembangnya Bid’ah.mp3

Kisah Juraij

  1. Kisah Juraij 01.mp3
  2. Kisah Juraij 02.mp3
  3. Kisah Juraij 03.mp3

Kumpulan Ibroh Dalam Mendulang Hidayah

  1. Kumpulan Ibroh Dalam Mendulang Hidayah.mp3

Memahami Dari Mana Datangnya Rezeki

  1. Memahami Dari Mana Datangnya Rezeki 01.mp3
  2. Memahami Dari Mana Datangnya Rezeki 02.mp3

Marhaban Ya Ramadhan

  1. Marhaban Ya Ramadhan 01.mp3
  2. Marhaban Ya Ramadhan 02.mp3

Mendulang Hikmah Dari Perang Hunain

  1. Mendulang Hikmah Dari Perang Hunain.mp3

Menjelang Hari-Hari Akhirat

  1. Menjelang Hari-Hari Akhirat.mp3

Nasehat Ibu

  1. Nasehat Ibu 01.mp3
  2. Nasehat Ibu 02.mp3
  3. Nasehat Ibu 03.mp3

Nasehat Untuk Penuntut Ilmu Syar’i

  1. Nasehat Untuk Penuntut Ilmu Syar’i 01.mp3
  2. Nasehat Untuk Penuntut Ilmu Syar’i 02.mp3

Nu’minus Sa’ah

  1. Nu’minus Sa’ah.wav

Peran Istri Untuk Mewujudkan Suami Yang Shaleh

  1. Peran Istri Untuk Suami Yang Shaleh.mp3

Perjalanan Hari Akhir

  1. Perjalanan Hari Akhir.mp3

Renungan Bagi Pencinta Akhirat

  1. Renungan Bagi Pencinta Akhirat.mp3

Solusi Untuk Permasalahan Rumah Tangga

  1. Solusi Untuk Permasalahan Rumah Tangga 01.mp3
  2. Solusi Untuk Permasalahan Rumah Tangga 02.mp3

Solusi Penghalang Wanita Untuk Menuntut Ilmu

  1. Solusi Penghalang Wanita Untuk Menuntut Ilmu 01.mp3
  2. Solusi Penghalang Wanita Untuk Menuntut Ilmu 02.mp3

Suratku Untukmu

  1. Suratku Untukmu 01.mp3
  2. Suratku Untukmu 02.mp3

Sikap Terhadap Penguasa Dzalim

  1. Sikap Terhadap Penguasa Dzalim 01.mp3
  2. Sikap Terhadap Penguasa Dzalim 02.mp3

Sikap Ghuluw Dalam Beragama

  1. Sikap Ghuluw Dalam Beragama 01.mp3
  2. Sikap Ghuluw Dalam Beragama 02.mp3

Sukses Dunia Akhirat

  1. Sukses Sesungguhnya.mp3
  2. Sukses Dan Syafaat.mp3

Syarah Doa Istikharah

  1. Syarah Doa Istikharah.mp3

Tanda-Tanda Kiamat Kecil

  1. Tanda-Tanda Kiamat Kecil 01.mp3
  2. Tanda-Tanda Kiamat Kecil 02.mp3

Untukmu Yang Berjiwa Hanif

  1. Untukmu Yang Berjiwa Hanif 01.mp3
  2. Untukmu Yang Berjiwa Hanif 02.mp3

Untukmu Wanita Muslimah

  1. Bagaimana Mendidik Anak 01.mp3
  2. Bagaimana Mendidik Anak 02.mp3
  3. Jilbab Wanita Muslimah 01.mp3
  4. Jilbab Wanita Muslimah 02.mp3
  5. Jilbab Wanita Muslimah 03.mp3
  6. Laki-laki Pemimpin Atas Wanita 01.mp3
  7. Laki-laki Pemimpin Atas Wanita 02.mp3
  8. Kehidupan Istri-Istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam 01.mp3
  9. Kehidupan Istri-Istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam 02.mp3
  10. Masalah Haidh Dan Istihadhoh 01.mp3
  11. Masalah Haidh Dan Istihadhoh 02.mp3
  12. Meneladani Ummu Ismail ‘Alaihissalam 01.mp3
  13. Meneladani Ummu Ismail ‘Alaihissalam 02.mp3
  14. Suamimu..Dia Surgamu Atau Nerakamu 01.mp3
  15. Wasiat Untuk Wanita 01.mp3
  16. Wasiat Untuk Wanita 02.mp3
  17. Wasiat Untuk Wanita 03.mp3

Tanya Jawab

  1. Allah Bersemayam Di Atas Arsy Lalu Bagaimana Dgn Allah Turun Ke Langit Dunia?.mp3
  2. Apakah Dosa Apabila Ilmu Dunia Lebih Banyak.mp3
  3. Apakah Ada Keseimbangan Antara Dunia Dan Akherat.mp3
  4. Apa Maksud Hadits Ttg Kefakiran Nyaris Membuat Kafir.mp3
  5. Apakah Ada Keseimbangan Antara Dunia Dan Akherat.mp3
  6. Apakah Sama Shalat Fajar Dengan Shalat Sebelum Subuh.mp3
  7. Apakah Ada Shalat Tahajjud Setelah Shalat Tarawih.mp3
  8. Bagaimana Cara Agar Semangat Berpuasa.mp3
  9. Bagaimana Trik Menghafal Quran Dan Hadits.mp3
  10. Bagaimana Kiat Menumbuhkan Motivasi Dan Percaya Diri.mp3
  11. Bagaimana Cara Kuliah Di Madinah.mp3
  12. Bagaimana Cara Menghafal Agar Tidak Sering Lupa.mp3
  13. Bagaimana Cara Agar Istiqomah Dlm Menghafal Al Quran.mp3
  14. Bagaimana Cara Menghindari Akhwat Yang Bukan Mahram.mp3
  15. Bagaimana Kaidah Keuntungan Dan Kerugian Metoda Dakwah islam Dalam Politik Praktis.mp3
  16. Bagaimana Sikat Umat Islam Terhadap Ketertinggalan Tekhnologi.mp3
  17. Bagaimanakah Tata Cara Zakat Fitri Yg Sesuai Sunnah.mp3
  18. Bagaimanakah Solusi Mencari Ilmu Dan Dien Tidak Terbengkalai.mp3
  19. Bagaimanakah Ulama Salaf Dahulu Membagi Waktu Dalam Belajar.mp3
  20. Bolehkah Kita Memasuki Parlemen Atau Berpartai.mp3
  21. Kerja Memungut Sampah, Apakah Halal?.mp3
  22. Mana Yg Lebih Utama Bagi Musafir Berpuasa Atau Berbuka.mp3
  23. Mengapa Di Masijidil Haram Shalat Tarawih 23 Raka’at.mp3
  24. Seberapa Pentingkah Bahasa Arab Dalam Memahami Dien.mp3
  25. Solusi Untuk Palestina & Lebanon – Siapa Hizbullah.mp3

Kumpulan Ibroh dalam Menggapai Hidayah


Tema: Kumpulan Ibroh dalam Menggapai Hidayah

Pemateri: Ustadz Armen Halim Naro rahimahullah

File: MP3 14.4 MB @ 24 kbps

Ada banyak jalan dalam menggapai hidayah. Diantaranya adalah dengan mengambil pelajaran dari sejarah umat-umat terdahulu. Dan yang terbaik dari sejarah dan kisah orang-orang terdahulu, adalah orang-orang yang telah disucikan oleh Allah dan dibanggakan Rasul-Nya shallallahu alaihi wasallam, dari kalangan Sahahbat, Tabi’in dan Tabiut Tabi’in.

Allan berfirman:

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah.” (QS At-Taubah [9] : 100).

Dan keridhaan Allah adalah mengikuti perjalanan mereka.

Dalam kajian ini, Ustadz Armen rahimahullah menekankan pentingnya mengambil pelajaran dari para Sahabat yang telah belajar langsung dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Diantaranya beliau menukil kisah dua orang sahabat yang mendapatkan hidayah dengan jalan yang berbeda, yang darinya patut untuk diambil pelajran.

Yang pertama adalah kisah Umair bin Wahb al-Jumahi yang dengan segala persiapannya datang menemui Nabi shallalahu alaihi wasallam untuk membunuh beliau, lalu hidayah datang kepadanya sehingga ia pun mengucapkan dua kalimat syahdat di hadapan Nabi shallallahu alaihi wassalam.

Yang kedua adalah kisah Tufail bin Amr ad-Dausi, seorang penyair kawakan pemimpin suku Daus yang akhirnya masuk Islam karena keindahan bahasa Al-Qur’an dan kebenaran yang dikandungnya, yang dibacakan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Bagaimana kedua kisah itu berlangsung serta hikmah dan pelajaran apa yang terkandung di dalamnya? Silahkan simak selengkapnya pada kajian berikut ini.

icon for podpress Ibroh: Hide Player | Play in Popup | Download


Mendulang hikmah dari perang hunain


Tema : Mendulang hikmah dari perang hunain

Pemateri : Ustad Armen

Alhamdulillah kembali rodja menyajikan kajian Ustadz Armen, yg bertema Mendulang hikmah dari perang hunain. Dalam kajian ini di ceritakan hikmah-hikmah dari lembaran sejarah dari Perang Hunain. semoga bermanfaat bagi kita semua.
Selengkapnya silahkan dengar dari MP3 berikut ini

icon for podpress Perang Hunain: Hide Player | Play in Popup | Download

ADAB DAN AKHLAK PENUNTUT ILMU

Download Audio: ADAB DAN AKHLAK PENUNTUT ILMU (EDISI REVISI DAUROH MEDAN) [USTADZ YAZID JAWAS]


Bismillah…

Alhamdulillah, akhirnya Kami dapat menampilkan kembali Revisi Rekaman Dauroh Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas di Medan pada tanggal 31 Januari 2010 yang lalu. Revisi ini adalah permintaan langsung Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas, karena beliau menarik kembali perkataan beliau saat menjawab pertanyaan yang di ajukan kepada Beliau.

Jadi, Kami telah mengeditnya dan menguploadnya kembali untuk bisa di download oleh khalayak ramai. Kami MENGHIMBAU kepada para pengunjung yang pernah memiliki rekaman ini sebelum di edit untuk MENGHAPUS nya dari komputer, laptop, link download, ataupun informasi dari situs, blog, facebook, dan lain-lain serta menggantikannya dengan REVISI REKAMAN ini.(pustaka-albinjy.co.cc).
Silakan download pada link berikut

ADAB DAN AKHLAK PENUNTUT ILMU 1
ADAB DAN AKHLAK PENUNTUT ILMU 2

SUDAH SALAFYKAH AKHLAKMU??!!

SUDAH SALAFYKAH AKHLAKMU??!!

Saudaraku, mungkin engkau balik bertanya kepadaku, kenapa hal itu engkau tanyakan?! Tidakkah engkau melihatku memelihara jenggot dan memendekkan ujung celanaku di atas mata kaki? Tidakkah engkau tahu bahwa aku rajin mengaji, duduk di majelis ilmu mendengarkan Kitabullah dan Hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama yang disyarahkan oleh ustadz-ustadz salafy?

Sabar saudaraku, tenanglah aku tidak meragukan semua yang engkau katakan. Engkau tidak pernah absen menghadiri majelis ilmu, penampilanmu juga menunjukkan bahwa engkau berusaha untuk meneladani generasi salafus sholeh.

Tapi, tahukah engkau saudaraku .. (Ahlus Sunnah sejati adalah orang yang menjalankan islam dengan sempurna baik akidah maupun akhlak. Tidak tepat, jika ada yang mengira bahwasa seorang sunny atau salafy adalah orang meyakini I’tiqod Ahlus Sunnah tanpa memperhatikan aspek perilaku dan adab-adab islamiyah, serta tidak menunaikan hak-hak sesama kaum muslimin.)[1].

Maafkan aku jika kata-kataku ini menyakitkan hatimu, tetapi hatiku tak tahan lagi untuk tidak mengatakannya, karena aku mencintaimu karena Allah, aku inginkan yang terbaik untukmu semoga Allah Ta’ala memperlihatkan kepada kita kebenaran itu sebagai suatu kebenaran dan membimbing kita untuk mengikutinya. Dan semoga Ia memperlihatkan kepada kita kebatilan itu sebagai suatu kebatilan serta menganugerahkan kepada kita taufik untuk menjauhinya.

Berapa banyak orang yang dibutakan dari kebenaran, dan tidak sedikit pula yang melihat kebenaran tetapi enggan mengikutinya. Berapa banyak pula orang yang mengira kebatilan adalah kebenaran dan tidak sedikit pula orang yang mengetahui kebatilan tapi masih saja mengikutinya.

Ya Allah .. berilah kami petunjuk dan luruskanlah kami …

Saudaraku,

Sikapmu yang kurang menghargai orang yang lebih tua darimu dan angkuh terhadap orang yang lebih muda darimu, dari mana engkau pelajari?!

Lupakah engkau hadits yang pernah kita pelajari bersama,

ليس منا من لم يرحم صغيرنا و يوقر كبيرنا

Artinya, “Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak mengasihi yang lebih kecil dan tidak menghormati yang lebih besar”. (HR. At-Tirmidzi dari sahabat Anas rodhiyallahu ‘anhu dan dishohihkan oleh Al Albany di Shohih Al Jami’ no. 5445)

aku teringat hari itu, walaupun setiap mengingatnya hati ini merasa sedih dan resah. Ketika engkau dan beberapa orang lainnya menghadiri undangan. Turut hadir ketika itu orang-orang awwam yang di antaranya usia lebih tua dari kita. Ketika engkau masuk ke majelis lalu mengucapkan salam dan menjabat tangan semua yang duduk kecuali bapak itu, engkau menyalami orang yang duduk di samping dan belakang bapak itu, lalu engkau duduk se-enaknya di depan bapak itu tanpa sedikit senyuman apalagi menjabat tangannya!!

Owh ..jelas benar guratan sedih dan perasaan aneh yang menyemburat dari wajah bapak tersebut. Sampai aku pun malu duduk di situ, kalau bisa ingin rasanya aku untuk tidak hadir di situ dan saat itu..

Saudaraku, katakanlah kepadaku agar aku tidak berburuksangka kepadamu,

- Apa yang memberatkan bibirmu untuk memberikannya sedikit senyuman walaupun hambar?! Padahal engkau tahu Nabi kita shollollahu ‘alaihi wa sallama bersabda,

تبسمك في وجه أخيك لك صدقة

“Senyumanmu dihadapan saudaramu adalah sedekah bagimu”. (HR. At-Tirmidzi, Bukhari di Adabul Mufrod dan Ibnu Hibban, Ash-Shohihah oleh Al-Albany no. 572)

- Apa yang membuat lidahmu kelu untuk menyapa walau hanya dengan tiga aksara “Pak”.

- Apa yang membuat tanganmu lumpuh untuk menjabat tangannya?! Seperti engkau menjabat tangan yang lainnya?! Tidakkah engkau pernah membaca atau mendengar bahwa salafunas sholeh menjabat tangan anak-anak ketika bertemu, lantas bagaimana kalau dia lebih tua darimu?

عن سلمة بن وردان قال: رأيت أنس بن مالك يصافح الناس، فسألني: من أنت؟ فقلت: مولى لبني ليث، فمسح على رأسي ثلاثاً، وقال: “بارك الله فيك”

Dari Salamah bin Wardaan ia menuturkan, “Aku melihat Anas bin Malik menjabat tangan manusia, maka ia bertanya kepadaku, ‘Engkau siapa?’. Aku menjawab, ‘Maulaa Bani Laits’. Lalu ia mengusap kepalaku tiga kali seraya berkata, ‘Semoga Allah memberkahimu”. (HR. Bukhari di Adabul Mufrod, Syaikh Al-Albany mengatakan, “Shohihul Isnad”)

Dari Al-Barro’ bin ‘Azib rodhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Termasuk kesempurnaan tahiyyah (salam) engkau menjabat tangan saudaramu”. (HR. Bukhari di Adabul Mufrod, Syaikh Al-Albany mengatakan, “Isnadnya shohih mauquf”).

Jawablah saudaraku! Bukankah dia juga seorang muslim? Apakah karena dia tidak berjenggot seperti dirimu dan celananya masih menutupi mata kaki??

Tidak saudaraku .. tidak! sejak kapan salam dan jabat tangan hanya khusus untuk orang-orang yang penampilan sama sepertimu atau orang-orang yang menghadiri majelis ilmu saja?!

Sikapmu inilah yang barangkali dapat menghambat dakwah salafiyah di terima oleh kaum muslimin. Membuat mereka merasa dijauhi dan dipandang sebelah mata.

Saudaraku .. ketika engkau mengaku seorang salafy tetapi dengan sikap dan akhlakmu yang jauh dari akhlak salafus sholeh engkau telah ikut menghalangi dan menghambat dakwah yang hak ini.

Semoga Allah merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, beliau berkata di akhir kitab Al Aqidah Al Wasithiyyah setelah menyebutkan pokok-pokok akidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, “Kemudian mereka (Ahlus Sunnah wal Jama’ah) disamping pokok-pokok ini, mereka mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran sesuai dengan apa yang diwajibkan syari’at. Mereka memandang tetap menegakan haji, jihad, sholat jum’at dan hari raya bersama para pemimpin yang baik maupun yang keji. Mereka menjaga (sholat) jama’ah, dan melaksanakan nasehat untuk umat. dan mereka meyakini makna perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama,

المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضًا وشبك بين أصابعه

“Seorang mukmin bagi mukmin lainnya adalah laksana bangunan yang kokok saling menguatkan satu dengan lainnya”. Lalu beliau menjalin di antara jari-jemarinya.(HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Musa rodhiyallahu ‘anhu)

Dan sabdanya,

مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم وتعاطفهم كمثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam saling mencintai, menyayangi dan mengasihi adalah seperti satu tubuh, apabila salah satu anggota tubuh merasakan sakit, seluruh tubuh ikut merasakan demam dan tidak bisa tidur”. (HR. Bukhari dan Muslim dari An Nu’man bin Basyir rodhiyallahu ‘anhu)

Mereka mengajak bersabar menghadapi ujian, bersyukur ketika lapang, dan ridho dengan pahitnya qodho’. Mereka mengajak kepada akhlak-akhlak yang mulia dan perbuatan-perbuatan baik, dan meyakini makna perkataan Nabi shollallahu ‘alaihi wasallama,

أكمل المؤمنين إيمانًا أحسنهم خلقًا

“Mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang paling baik akhlak-akhlaknya”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban)

Mereka mendorong untuk menyambung hubungan dengan orang yang memutus hubungannya denganmu, memberi orang yang tidak mau memberimu, mema’afkan orang yang menzalimimu, memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtua, dan begitu juga mereka memerintahkan untuk menyambung silaturrahim, bertetangga dengan baik, melarang sifat angkuh, sombong, zalim dan merasa lebih tinggi dari makhluk dengan hak atau tidak dengan hak. Mereka memerintahkan kepada budi pekerti yang tinggi dan melarang dari akhlak yang tercela.

Dan seluruh apa yang mereka katakan dan kerjakan dari ini dan yang lainnya, sesungguhnya mereka dalam hal itu mengikuti Al Kitab dan As Sunnah. Jalan mereka adalah Dinul Islam yang Allah mengutus Muhamad shollallahu ‘alaihi wa sallama dengannya”. (Al Akidah Al Wasithiyyah, hal. 129-131).

Saudaraku, aku yakin engkau adalah seorang yang berjiwa besar dan bisa berlapang dada menerima nasehat, karena itu marilah kita perbaiki kekurangan-kekurangan kita dalam meneladani akhlak salaf sehingga sempurna pula ittiba’ kita kepada Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama.

Semoga Allah Ta’ala membimbing kita untuk meniti jalan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama dan mengikuti jejak-jejak salafush sholeh baik dalam akidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, dan hubungan antara sesama, amin.


[1] An Nashiihah fiima Yajibu Muro’atuhu ‘indal Ikhtilaaf, oleh Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaily (13).

KEUTAMAAN ILMU

Download Audio: KEUTAMAAN ILMU -Dauroh Bandung 2008- (Ustadz Abdullah Taslim) [BAGUS]


Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini kami berikan rekaman kajian yang disampaikan oleh Al Ustadz Abdullah Taslim hafizhahullah di Kota Bandung pada tahun 2008 silam. Kajian ini mengambil tema KEUTAMAAN ILMU. Semoga nasihat berliau bermanfaat bagi kita. Silakan download pada link berikut ini:

KEUTAMAAN ILMU 1

KEUTAMAAN ILMU 2

KEUTAMAAN ILMU 3

CIRI DAN KARAKTERISTIK AHLUS SUNNAH

Download Audio: CIRI DAN KARAKTERISTIK AHLUS SUNNAH -Dauroh Bandung- (Ust. Badrussalam, Lc.) [BAGUS]


Alhamdulillah, telah hadir rekaman DAUROH MUSLIMAH LIBURAN SEMESTER yang diselenggarakan di Bandung beberapa tahun silam. kajian ini mengambil materi CIRI DAN KAREKTERISTIK AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH yang disampaikan oleh Al Ustadz Badrussalam, Lc. hafizhahullah. Silakan download pada link berikut:

Download CIRI DAN KARAKTERISTIK AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Bukti Cinta Nabi


At Tauhid edisi VI/09

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Dengan berbagai macam cara seseorang akan mencurahkan usahanya untuk membuktikan cintanya pada kekasihnya. Begitu pula kecintaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap orang pun punya berbagai cara untuk membuktikannya. Namun tidak semua cara tersebut benar, ada di sana cara-cara yang keliru. Itulah yang nanti diangkat pada tulisan kali ini. Semoga Allah memudahkan dan memberikan kepahaman.

Kewajiban Mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At Taubah: 24). Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Jika semua hal-hal tadi lebih dicintai daripada Allah dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan Allah, maka tunggulah musibah dan malapetaka yang akan menimpa kalian.”[1] Ancaman keras inilah yang menunjukkan bahwa mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari makhluk lainnya adalah wajib.

Bukti Cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Pertama: Mendahulukan dan mengutamakan beliau dari siapa pun

Di antara bentuk mendahulukan dan mengutamakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari siapa pun yaitu apabila pendapat ulama, kyai atau ustadz yang menjadi rujukannya bertentangan dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka yang didahulukan adalah pendapat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Asy Syafi’i rahimahullah, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja yang telah jelas baginya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.”[2]

Kedua: Membenarkan segala yang disampaikan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Termasuk prinsip keimanan dan pilarnya yang utama ialah mengimani kemaksuman Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dari dusta atau buhtan (fitnah) dan membenarkan segala yang dikabarkan beliau tentang perkara yang telah berlalu, sekarang, dan akan datang. Karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An Najm: 1-4)

Ketiga: Beradab di sisi Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Di antara bentuk adab kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah memuji beliau dengan pujian yang layak baginya. Pujian yang paling mendalam ialah pujian yang diberikan oleh Rabb-nya dan pujian beliau terhadap dirinya sendiri, dan yang paling utama adalah shalawat dan salam kepada beliau. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Orang yang bakhil (pelit) adalah orang yang apabila namaku disebut di sisinya, dia tidak bershalawat kepadaku.”[3]

Keempat: Ittiba’ (mencontoh) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta berpegang pada petunjuknya.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”.” (QS. Ali Imron: 31)

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ikutilah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), janganlah membuat bid’ah. Karena (ajaran Nabi) itu sudah cukup bagi kalian. Semua amalan yang tanpa tuntunan Nabi (baca: bid’ah) adalah sesat.”[4]

Kelima: Berhakim kepada ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’: 65)

Keenam: Membela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Bentuk membela Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengharuskan beberapa hal, di antaranya:

1. Membela para sahabat Nabi –radhiyallahu ’anhum-

Rasulullah shallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Janganlah mencaci maki salah seorang sahabatku. Sungguh, seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud, maka itu tidak menyamai satu mud (yang diinfakkan) salah seorang mereka dan tidak pula separuhnya.”[5]

Sungguh aneh jika ada yang mencela sahabat sebagaimana yang dilakukan oleh Rafidhah (Syi’ah). Mereka sama saja mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Imam Malik dan selainnya rahimahumullah mengatakan, “Sesungguhnya Rafidhah hanyalah ingin mencela Rasul. Jika seseorang mengatakan bahwa orang itu jelek, maka berarti sahabat-sahabatnya juga jelek. Jika seseorang mengatakan bahwa orang itu sholih, maka sahabatnya juga demikian.”[6]

2. Membela para isteri Nabi, para Ummahatul Mu’minin –radhiyallahu ’anhunna-

Imam Malik rahimahullah mengatakan, “Siapa saja yang mencela Abu Bakr, maka ia pantas dihukum cambuk. Siapa saja yang mencela Aisyah, maka ia pantas untuk dibunuh.” Ada yang menanyakan pada Imam Malik, ”Mengapa bisa demikian?” Beliau menjawab, ”Barangsiapa mencela mereka, maka ia telah mencela Al Qur’an karena Allah Ta’ala berfirman (agar tidak lagi menyebarkan berita bohong mengenai Aisyah, pen), “Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS. An Nur: 17)”[7]

Ketujuh: Membela ajaran (sunnah) Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Termasuk membela ajaran beliau shallallahu ’alaihi wa sallam ialah memelihara dan menyebarkannya, menjaganya dari ulah kaum batil, penyimpangan kaum yang berlebih-lebihan dan ta’wil (penyimpangan) kaum yang bodoh, begitu pula dengan membantah syubhat kaum zindiq dan pengecam sunnahnya, serta menjelaskan kedustaan-kedustaan mereka. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam telah mendo’akan keceriaan wajah bagi siapa yang membela panji sunnah ini dengan sabdanya, “Semoga Allah memberikan kenikmatan pada seseorang yang mendengar sabda kami lalu ia menyampaikannya sebagaimana ia mendengarnya. Betapa banyak orang yang diberi berita lebih paham daripada orang yang mendengar.”[8]

Kedelapan: Menyebarkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Di antara kesempurnaan cinta dan pengagungan kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ialah berkeinginan kuat untuk menyebarkan ajaran (sunnah)nya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.”[9] Yang disampaikan pada umat adalah yang berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukan sesuatu yang tidak ada tuntunannya.

Bukti Cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Bukanlah dengan Berbuat Bid’ah

Sebagaimana telah kami sebutkan di atas bahwa di antara bukti cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan menyebarkan sunnah (ajaran) beliau. Oleh karenanya, konsekuensi dari hal ini adalah dengan mematikan bid’ah, kesesatan dan berbagai ajaran menyimpang lainnya. Karena sesungguhnya melakukan bid’ah (ajaran yang tanpa tuntunan) dalam agama berarti bukan melakukan kecintaan yang sebenarnya, walaupun mereka menyebutnya cinta.[10] Oleh karenanya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.”[11]

Kecintaan pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sebenarnya adalah dengan tunduk pada ajaran beliau, mengikuti jejak beliau, melaksanakan perintah dan menjauhi larangan serta bersemangat tidak melakukan penambahan dan pengurangan dalam ajarannya.[12]

Contoh cinta Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam yang keliru adalah dengan melakukan bid’ah maulid nabi. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Adapun melaksanakan perayaan tertentu selain dari hari raya yang disyari’atkan (yaitu Idul Fithri dan Idul Adha) seperti perayaan pada sebagian malam dari bulan Rabi’ul Awwal (yang disebut dengan malam Maulid Nabi), perayaan pada sebagian malam Rojab, hari ke-8 Dzulhijjah, awal Jum’at dari bulan Rojab atau perayaan hari ke-8 Syawal -yang dinamakan orang yang sok pintar (alias bodoh) dengan ’Idul Abror-; ini semua adalah bid’ah yang tidak dianjurkan oleh para salaf (sahabat yang merupakan generasi terbaik umat ini) dan mereka juga tidak pernah melaksanakannya.”[13]

Seorang ulama Malikiyah, Syaikh Tajuddin ‘Umar bin ‘Ali –yang lebih terkenal dengan Al Fakihaniy- mengatakan bahwa maulid adalah bid’ah madzmumah (bid’ah yang tercela). Beliau memiliki kitab tersendiri yang beliau namakan “Al Mawrid fil Kalam ‘ala ‘Amalil Mawlid (Pernyataan mengenai amalan Maulid)”.

Beliau rahimahullah mengatakan, “Aku tidak mengetahui bahwa maulid memiliki dasar dari Al Kitab dan As Sunnah sama sekali. Tidak ada juga dari satu pun ulama yang dijadikan qudwah (teladan) dalam agama menunjukkan bahwa maulid berasal dari pendapat para ulama terdahulu. Bahkan maulid adalah suatu bid’ah yang diada-adakan, yang sangat digemari oleh orang yang senang menghabiskan waktu dengan sia-sia, sangat pula disenangi oleh orang serakah pada makanan. Kalau mau dikatakan maulid masuk di mana dari lima hukum taklifi (yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram), maka yang tepat perayaan maulid bukanlah suatu yang wajib secara ijma’ (kesepakatan para ulama) atau pula bukan sesuatu yang dianjurkan (sunnah). Karena yang namanya sesuatu yang dianjurkan (sunnah) tidak dicela orang yang meninggalkannya. Sedangkan maulid tidaklah dirayakan oleh sahabat, tabi’in dan ulama sepanjang pengetahuan kami. Inilah jawabanku terhadap hal ini. Dan tidak bisa dikatakan merayakan maulid itu mubah karena yang namanya bid’ah dalam agama –berdasarkan kesepakatan para ulama kaum muslimin- tidak bisa disebut mubah. Jadi, maulid hanya bisa kita katakan terlarang atau haram.”[14]

Penutup

Cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bukanlah dengan merayakan Maulid. Hakikat cinta pada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah dengan mengikuti (ittiba’) setiap ajarannya dan mentaatinya. Semakin seseorang mencintai Nabinya maka dia juga akan semakin mentaatinya. Dari sinilah sebagian salaf mengatakan: Tatkala banyak orang yang mengklaim mencintai Allah, mereka dituntut untuk mendatangkan bukti. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): ”Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imron: 31).[15] Orang yang cinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentu hanya mau mengikuti ajaran yang beliau syariatkan dan bukan mengada-ada dengan melakukan amalan yang tidak ada tuntunan, alias membuat bid’ah. Hanya Allah yang memberi taufik. [Muhammad Abduh Tuasikal, ST]

_____________

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/164, Muassasah Al Qurthubah
[2] I’lamul Muwaqi’in ‘an Robbil ‘Alamin, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, 1/7, Darul Jail, 1973
[3] HR. Tirmidzi no. 3546 dan Ahmad (1/201). At Tirmidzi mengatakan hadits ini hasan shohih ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan hadits ini shahih
[4] Diriwayatkan oleh Ath Thobroniy dalam Al Mu’jam Al Kabir no. 8770. Al Haytsamiy mengatakan dalam Majma’ Zawa’id bahwa para perowinya adalah perawi yang dipakai dalam kitab shohih
[5] HR. Muslim no. 2541
[6] Minhajus Sunnah An Nabawiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 7/459, Muassasah Qurthubah, cetakan pertama, tahun 1406 H
[7] Ash Shorim Al Maslul ‘ala Syatimir Rosul, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, hal. 568, Dar Ibnu Hazm, cetakan pertama, tahun 1417 H
[8] HR. Abu Daud no. 3660, At Tirmidz no. 2656, Ibnu Majah no. 232 dan Ahmad (5/183). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat makna hadits ini dalam Faidul Qodir, Al Munawi, 6/370, Mawqi’ Ya’sub
[9] HR. Bukhari no. 3461
[10] Lihat penjelasan dalam tulisan Mahabbatun Nabi wa Ta’zhimuhu (yang terdapat dalam kumpulan risalah Huququn Nabi baina Ijlal wal Ikhlal), ‘Abdul Lathif bin Muhammad Al Hasan, hal. 89, Maktabah Al Mulk Fahd, cetakan pertama, 1422 H
[11] HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718
[12] Lihat Mahabbatun Nabi wa Ta’zhimuhu, hal. 89
[13] Majmu’ Fatawa, 25/298
[14] Al Hawiy Lilfatawa Lis Suyuthi, 1/183
[15] Syarh Al ‘Aqidah Ath Thohawiyah, Syaikh Sholih Alu Syaikh, 1/266, Asy Syamilah.

POLEMIK KAWIN SIRRI

Membahas Kontrofersi Nikah Siri dalam islam/ KAWIN SIRRI


Oleh Redaksi As-Sunnah

Pertanyaan.
Redaksi As-Sunnah ditanya : Mohon dengan sangat dan hormat dijelaskan tentang kawin sirri dan hak-hak istri. Karena ada keluarga yang kawin sirri, tetapi saya tidak setuju karena prosesnya tidak wajar (memaksa). Apakah kawin sirri itu sah menurut agama dan negara? [0812153xxxx]

Jawaban.
Kami memahami mengapa Anda begitu merisaukan perkawinan secara sirri yang terjadi pada anggota keluarga. Karena memang, lingkungan kita memandang perkawinan secara sirri dengan konotasi kurang baik.

Adapun disini, kami ingin menyampaikan pengertian nikah sirri dalam perspektif ulama fiqih. Menurut pengertian mereka, nikah sirri ialah pernikahan yang ditutup-tutupi. Ia berasal dari kata as-sirru yang bermakna rahasia.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَلَكِن لاَّ تُوَاعِدُوهُنَّ سِرًّا

“…Dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia”. [al- Baqarah/2: 235].

Pernikahan sirri juga didefinisikan sebagai pernikahan yang diwasiatkan untuk disembunyikan [1], tidak diumumkan [2]. Oleh karena itu, kawin sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dan ditutupi, serta tidak disebarluaskan.

Menurut pandangan ulama, nikah sirri terbagi menjadi dua.

Pertama : Dilangsungkannya pernikahan suami istri tanpa kehadiran wali dan saksi-saksi, atau hanya dihadiri wali tanpa diketahui oleh saksi-saksi. Kemudian pihak-pihak yang hadir (suami-istri dan wali) menyepakati untuk menyembunyikan pernikahan tersebut.

Menurut pandangan seluruh ulama fiqih, pernikahan yang dilaksanakan seperti ini batil. Lantaran tidak memenuhi syarat pernikahan, seperti keberadaan wali dan saksi-saksi. Ini bahkan termasuk nikah sifâh (perzinaan) atau ittikhâdzul-akhdân (menjadikan wanita atau lelaki sebagai piaraan untuk pemuas nafsu) sebagaimana disinggung dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

غَيْرَ مُسَافِحَاتٍ وَلاَمُتَّخِذَاتِ أّخْدَانٍ

“… Bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya …” [an- Nisâ`/4:25].

Adapun bila dua saksi telah berada di tengah acara, menyertai mempelai lelaki dan perempuan, sementara itu pihak wali belum hadir, kemudian mereka bersepakat untuk menutupi pernikahan dari telinga wali dan masyarakat, ini juga termasuk pernikahan sirri yang batil. Karena tidak memenuhi syarat mengenai keberadaan wali.

Kedua : Pernikahan terlaksana dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang terpenuhi, seperti ijab, qabul, wali dan saksi-saksi. Akan tetapi, mereka (suami, istri, wali dan saksi) satu kata untuk merahasiakan pernikahan ini dari telinga masyarakat atau sejumlah orang. Dalam hal ini, sering kali pihak mempelai lelakilah yang berpesan supaya dua saksi menutup rapat-rapat berita mengenai pernikahan yang terjadi.

Dalam masalah ini, para ulama Rahimahullah berselisih pendapat. Jumhur ulama Rahimahullah memandang pernikahan seperti ini sah, tetapi hukumnya dilarang. Hukumnya sah, resmi menurut agama, karena sudah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat disertai keberadaan dua saksi sehingga unsur “kerahasiaannya” hilang. Sebab, suatu perkara yang rahasia, jika telah dihadiri dua orang atau lebih, maka sudah bukan rahasia lagi.

Adapun sisi pelarangannya, disebabkan adanya perintah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk walimah dan unsur yang berpotensi mengundang keragu-raguan dan tuduhan tidak benar (seperti kumpul kebo, umpamanya) pada keduanya.

Sedangkan kalangan ulama Malikiyyah Rahimahullah menilai pernikahan yang seperti ini batil. Karena maksud dari perintah untuk menyelenggarakan pernikahan adalah pemberitahuan, dan ini termasuk syarat sah pernikahan.

Pendapat yang rajih (kuat), nikah ini sah, lantaran syarat-syarat dan rukun-rukunnya telah terpenuhi, walaupun tidak diberitahukan kepada khalayak. Sebab kehadiran wali dan dua saksi telah merubah sifat kerahasiaan menjadi sesuatu yang diketahui oleh umum. Semakin banyak yang mengetahui, maka semakin afdhal. Oleh karena itu, dimakruhkan merahasiakan pernikahan supaya pasangan itu tidak mendapatkan gunjingan dan tuduhan tidak sedap, ataupun persangkaan-persangkaan yang buruk.[3]

Sementara itu, dalam pengertian masyarakat, kawin sirri sering disebut “menikah di bawah tangan”. Namun, lebih diarahkan pada pernikahan yang tidak menyertakan petugas pencatat nikah (misalnya KUA) untuk mencatat pernikahan tersebut dalam dokumen negara. Akibatnya, mempelai berdua tidak mengantongi surat nikah dari pihak yang berwenang. Ditinjau dari kaca mata agama Islam, bila rukun-rukun dan syarat-syarat nikah telah terpenuhi, maka pernikahan itu sah secara hukum. Hak-kewajiban suami-istri sudah mulai berlaku sejak akad nikah yang sah itu.

Akan tetapi, menurut hemat kami, mematuhi aturan negara sebuah kewajiban. Apalagi urusan pernikahan, negara mengadopsi hukum Islam. Secara administratif, kekuatan hukum kawin sirri kurang kuat. Kemungkinan akan menimbulkan dilema dan menyisakan sejumlah permasalahan, cepat atau lambat. Bila di kemudian hari ternyata terjadi permasalahan, seperti cerai, atau suami meninggal dunia, dengan pernikahan yang tanpa tercatat dalam dokumen resmi, maka menyebabkan posisi wanita dalam masalah ini menjadi lemah, karena ia tidak memegang dokumen pernikahan resmi (surat nikah). Sehingga sangat mungkin statusnya sebagai istri tidak terakui, sebagai akibat dari “kerahasiaan perkawinan mereka”. Bahkan mungkin saja disebut sebagai wanita simpanan.

Masalah lain yang mungkin muncul, berkaitan dengan akte kelahiran yang keberadaannya cukup penting bila anak-anak akan sekolah. Sementara pihak berwenang tidak akan mengeluarkannya, jika kita mampu menunjukkan surat perkawinan yang resmi dikeluarkan negara. Demikianlah dalam konteks kewarganegaraan, setiap warga negara semestinya menaati peraturan atau ketentuan negara, selama tidak mengajak kepada maksiat, atau pertentangan kepada hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Secara singkat dapat kita simpulkan, kawin sirri, memiliki potensi bahaya yang sangat jelas. Disamping itu dengan menyebarluaskan pernikahan, maka manfaatnya pun sangat jelas bagi kehidupan keluarga dan anak-anak di masa depan.

Wallahu a’lam.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XI/1428H/2007M. (Rubrik Konsultasi Keluarga). Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnotes
[1]. Syarhuz-Zarqâni ‘Alal-Muwaththa (3/188).
[2]. At-Ta’ârif, hlm. 710.
[3]. Penjelasan ini dikutip dari az-Zawâjul-’Urfi, Dr. Ahmad bin Yûsuf bin Ahmad ad-Daryuyisy, Dârul- ‘Âshimah, Riyâdh, hlm. 94-97.

Disalin dari almanhaj.or.id

SUAMI TAK JERA NIKAH SIRRI


Dijawab oleh Ustadz Muhammad Wasitho, Lc

Assalamulaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ustadz, ana seorang istri dengan 3 orang anak. Belakangan ini diketahui bahwa suami telah menikah lagi secara sirri dengan wanita yang dikenalinya lewat dunia maya. Ini adalah yang kedua kalinya setelah yang pertama dulu gagal (kenal di dunia maya, menikah sirri juga kemudian pisah). Terlepas dari apapun alas an pernikahan mereka, saya sempat member saran kepada suami setelah terjadi perceraian yang dulu, saya menyarankan apabila akan menikah lagi sebaiknya tidak sembunyi-sembunyi tapi resmi diketahui oleh keluarga, terutama oleh orang tua wanitanya. Namun berbagai alas an yang dia katakana, yang saya nilai inti alasannya adalah ketidaksabaran. Akhirnya saran saya tidak dihiraukan dan pernikahan seperti dulu pun terjadi lagi. Suamiku selalu menyembunyikannya baik yang dulu maupun yang sekarang. Namun dengan izin Allah selalu ada jalan yang membuat saya menjadi tahu, dan setelah dikonfirmasikan pada suami ternyata benar adanya dan dia cukup dengan mengatakan “maaf” atas apa yang telah terjadi.

Saya membutuhkan saran serta taushiyah dari ustadz agar hati ini menjadi lapang dan menerima kenyataan bahwa suami saya telah menikah lagi dengan cara yang saya pandang kurang bijaksana. Yang mana suami saya itu sebenarnya belum sepenuhnya bias memenuhi kewajibannya sebagai seorang suami dan seorang bapak dalam menafkahi keluarganya. Bahkan selama ini saya yang menopang kebutuhan hidup keluarga, mungkin lantaran hal inilah yang membuat saya berat untuk menerima semua ini. Pertanyaan saya:

1. Salahkah saya jika menuntut agar suami membagi waktu kebersamaana dengan istri-istrinya yang lain, yang selama ini suami banyak tinggal bersama saya, dan bersama istri yang lain (kedua) di siang hari pada saat saya bekerja.
2. Apakah boleh jika saya menuntut suami untuk memenuhi kebutuhan hidup anak-anaknya, sementara yang saya ketahui suami belum sanggup memenuhinya (karena saya ingin menempatkan hak dan kewajiban sesuai kedudukannya masing-masing).

Ustadz, saya benar-benar khawatir jika saya telah salah langkah, karena di satu sisi saya masih sangat mencintai suami, akan tetapi di sisi lain ada kesalahan yang mendalam di hati saya. Dan sebesar apapun sakit hati yang saya rasakan, saya tetap berusaha dan berkeinginan untuk mengambil langkah yang benar, juga dalam mengambil sikap dan dalam hal apapun agar tidak menyinggung perasaan suami. Bagi saya, ketika saya baik dalam bersikap dan benar dalam melangkah mudah-mudahan semuanya saya lakukan karena Allah dan untuk mendapat pahala di sisi-Nya, bukan semata-mata lantaran suami saya. Saya mohon penjelasan ustadz. Jazakumullah khairon katsiron.

AKHWAT, Jawa Barat.

Jawaban:

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarganya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa setia mengikuti ajarannya yang lurus hingga hari kiamat. Tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.

Saudariku seislam, pengertian nikah sirri yang dipahami oleh masyarakat kita itu ada dua macam yaitu:

1. Pernikahan yang dilakukan tanpa wali.

2. Pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan terpenuhi syarat-syarat lainnya tetapi tidak dicatat di KUA setempat.

Sementara yang kami pahami dari apa yang saudari ceritakan bahwa suami saudari menikah lagi dengan istri kedua dan ketiga secara sirri tanpa diketahui oleh pihak wali wanita. Maka pernikahan seperti ini adalah batil dan tidak sah. Demikian pendapat mayoritas ulama. Di antara dalilnya ialah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu’anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ نُكِحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ ” ثلاث مرات “

“Wanita mana saja yang dinikahi tanpa izin walinya maka nikahnya bathil – beliau mengatakannya tiga kali.” [HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dll. syaikh Al-Albani berkata, ‘Hadits ini Shahih’].

Dan berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam:

لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَيْ عَدْلٍ

“Tidak sah nikah seseorang kecuali dengan dihadiri wali dan dua orang saksi yang adil.” [HR. Ibnu Hibban dan Ad-Daruquthni. Syu’aib Al-Arna’uth berkata, ‘Sanadnya hasan’].

Dan berdasarkan hadits yang lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Pelacur adalah wanita yang menikahkan dirinya sendiri tanpa ada bukti (wali dan saksi)” [Hadits Riwayat At-Tirmidzi]

Umar Bin Khathab pernah mendapat laporan bahwa ada orang yang menikah hanya disaksikan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka beliau berkata: “Demikian itu adalah nikah sirri (rahasia), sendainya aku menemuinya, maka aku akan merajamnya” [Hadits Riwayat Malik dalam kitab Al-Muwaththa']

Juga berdasarkan perkataan Abdullah bin Abbas: “Tidaklah suatu pernikahan dianggap sah bila tidak dilandasi bukti (wali dan saksi).”

Maka hendaknya saudari mengingatkan suami perihal hukum pernikahannya tersebut dan agar mengulangi akad nikahnya dengan menghadirkan wali istrinya dan memenuhi syarat sah dan rukun pernikahan yang lain.

Hendaknya pula ia melaporkan pernikahannya kepada KUA sebagai pihak yang berwenang dalam hal ini karena pemerintah telah memerintahkan hal ini. Disamping itu juga demi menjaga dirinya dari hal-hal yang membuat orang lain berburuk sangka padanya.

Kemudian, hal lain yang wajib diperhatikan oleh orang yang hendak menjalankan poligami hendaklah ia berlaku adil terhadap para istrinya dalam menggilir jatah menginap dan agar memiliki kemampuan dalam memberikan nafkah. Jangan sampai ia melakukannya hanya karena mengikuti dorongan nafsu syahwat saja tapi menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya. Nabi bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ إِثْماً أَنْ يُضَيِّعَ مَنْ يَقُوتُ

“Cukuplah seseorang dianggap telah berbuat dosa dengan menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungan hidupnya”. [HR. Abu Daud, Ahmad, dan Ibnu Hibban. Syaikh Al-Albani berkata, ‘Hadits ini hasan’].

Maka dipandang wajar bila saudari meminta kepada suami agar berupaya memberikan kecukupan dalam memenuhi kebutuhan pokok bagi istri dan anak-anaknya selama dalam batas kemampuannya. Sebab kewajiban suami adalah mencari nafkah yang halal dan bertawakkal kepadanya. Sedangkan sedikit atau banyaknya hasil kerja (rezeki) hanya Allah yang menentukan. Namun bila saudari ingin bekerja dengan ketrampilan yang saudari miliki seperti menjahit, mebuat kue atau selainnya demi membantu suami dalam mencukupi kebutuhan hidup maka kami pandang tidak masalah selama tidak melanggar batas-batas syari’at.

Kami berharap dan berdoa kepada Allah agar menganugerahkan kepada setiap keluarga muslim kehidupan bahagia yang penuh sakinah, mawaddah wa rahmah di dunia dan akhirat, menghilangkan dari mereka kesulitan dan kesempitan hidup, dan menjadikan mereka termasuk ke dalam hamba-hamba-Nya yang senantiasa bertakwa dan istiqomah di atas agama-Nya. Aamiin.

Jadwal Kajian Rutin DI jakarta

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم و رحمت الله و بركاته

Alhamdulillaah, bi idznillaah. Selaku salah satu orang yang masih kurang dalam ilmu agama saya mencoba menyebarkan informasi mengenai Kajian Rutin Di daerah Jakarta dan Sekitarnya dan menjalin komunikasi, maka dengan ini diberitahukan informasi mengenai jadwal Kajian Rutin tiap hari dan jam yang anda bisa memilih,,

Saudara bisa Lihat Jadwal Di sini


LIHAT KAJIAN RUTIN JAKARTA

ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU (Ust. Abu Izzi Semarang)

Download Audio: ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU (Ust. Abu Izzi Semarang) [PENTING]


Alhamdulillah, kepada kaum Muslimin yang dimuliakan oleh Allah, pada kesempatan kali ini, kami berikan rekaman Kajian bersama Al Ustadz Abu Izzi hafizhahullah (dair Semarang) dengan tema ADAB-ADAB PENUNTUT ILMU. Semoga nasihat yang sangat penting yang disampaikan oleh beliau bermanfaat bagi kita. Semoga kita semakin bersemangat dalam mempelajari ilmu-ilmu Islam. Amin. Silakan download pada link berikut:

ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU 1

ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU 2

ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU 3

Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah (Ust. Badrussalam)

Download Audio: Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah (Ust. Badrussalam) [PENTING]


Judul Kitab : Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah

Penulis : Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahhab al Aqiil_hafidzahullah

Penyaji : Ustadz Abu Yahya Badrusalam _hafidzahullah

Al Imam Asy Syafi’i rahimahullah,seorang Imam Naashirus Sunnah,begitu banyak kaum Muslimin yang menyandarkan diri kepada pendapatnya,tetapi banyak diantara mereka yang tidak mengetahui hakikat yg sebenarnya terhadap penetapan-penetapan beliau dalam masalah aqidah.

Dalam kitab ini dijelaskan secara gamblang tentang manhaj Imam as Syafi’i dalam menetapkan aqidah.semoga Allah ta’ala memberikan pahala yg berlipat ganda kepada penyusunnya.semoga kita bisa mengambil faidah dari yang beliau sampaikan.

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 1

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 2

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 3

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 4

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 5

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 6

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 7

Download Manhaj Imam Syafi’i Fii Itsbaatil Aqiidah 8

Sumber: radiorodja.com

Membina Keluarga Sesuai Tuntunan Islam (Ust. Arifin Riddin)

Download Audio: Membina Keluarga Sesuai Tuntunan Islam (Ust. Arifin Riddin) [BAGUS]


Alhamdulillah, silakan download nih rekaman kajian yang sangat menarik bersama Ustadz Arifin Ridin, Lc. tentang MEMBINA KELUARGA SESUAI TUNTUNAN ISLAM. Langsung download ajah deh pada link di bawah ini:

MEMBINA KELUARGA SESUAI TUNTUNAN ISLAM 1

MEMBINA KELUARGA SESUAI TUNTUNAN ISLAM 2

MEMBINA KELUARGA SESUAI TUNTUNAN ISLAM 3

JANGAN MARAH, KAMU AKAN MASUK SURGA!



Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas hafizhahullahu ta’ala

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِيِّ : أَوْصِنِيْ ، قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). فَرَدَّدَ مِرَارًا ؛ قَالَ : (( لَا تَغْضَبْ )). رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!” [HR al-Bukhâri]

TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh: al-Bukhâri (no. 6116), Ahmad (II/362, 466, III/484), at-Tirmidzi (no. 2020), Ibnu Hibban (no. 5660-5661 dalam at-Ta’lîqâtul Hisân), ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul-Kabîr (II/261-262, no. 2093-2101), Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (no. 25768-25769), ‘Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf (no. 20286), al-Baihaqi dalam Syu’abul-Îmân (no. 7924, 7926), al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra (X/105), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (XIII/159, no. 3580).

SYARAH HADITS
Sahabat yang meminta wasiat dalam hadits ini bernama Jariyah bin Qudamah Radhiyallahu ‘anhu. Ia meminta wasiat kepada Nabi dengan sebuah wasiat yang singkat dan padat yang mengumpulkan berbagai perkara kebaikan, agar ia dapat menghafalnya dan mengamalkannya. Maka Nabi berwasiat kepadanya agar ia tidak marah. Kemudian ia mengulangi permintaannya itu berulang-ulang, sedang Nabi tetap memberikan jawaban yang sama. Ini menunjukkan bahwa marah adalah pokok berbagai kejahatan, dan menahan diri darinya adalah pokok segala kebaikan.

Marah adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal.

DEFINISI MARAH
Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang menimpakan gangguan yang terjadi padanya.

Marah banyak sekali menimbulkan perbuatan yang diharamkan seperti memukul, melempar barang pecah belah, menyiksa, menyakiti orang, dan mengeluarkan perkataan-perkataan yang diharamkan seperti menuduh, mencaci maki, berkata kotor, dan berbagai bentuk kezhaliman dan permusuhan, bahkan sampai membunuh, serta bisa jadi naik kepada tingkat kekufuran sebagaimana yang terjadi pada Jabalah bin Aiham, dan seperti sumpah-sumpah yang tidak boleh dipertahankan menurut syar’i, atau mencerai istri yang disusul dengan penyesalan.

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqâlani rahimahullah berkata, “Adapun hakikat marah tidaklah dilarang karena merupakan perkara tabi’at yang tidak bisa hilang dari perilaku kebiasaan manusia.”[1]

Yang dimaksud dengan hadits di atas adalah marah yang dilakukan karena menuruti hawa nafsu dan menimbulkan kerusakan.

Di dalam Al-Qur`ân Karim disebutkan bahwasanya Allah marah. Adapun marah yang dinisbatkan kepada Allah Ta’ala Yang Mahasuci adalah marah dan murka kepada orang-orang kafir, musyrik, munafik, dan orang-orang yang melewati batas-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan Dia mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan (juga) orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang berprasangka buruk terhadap Allah. Mereka akan mendapat giliran (adzab) yang buruk, dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka, serta menyediakan neraka Jahannam bagi mereka. Dan (neraka Jahannam) itu seburuk-buruk tempat kembali”. [al-Fath/48 : 6] [2]

Di dalam hadits yang panjang tentang syafaat disebutkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala sangat marah yang belum pernah marah seperti kemarahan saat itu baik sebelum maupun sesudahnya.[3]

Setiap muslim wajib menetapkan sifat marah bagi Allah, tidak boleh mengingkarinya, tidak boleh ditakwil, dan tidak boleh menyamakan dengan sifat makhluk-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

“…Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat” [asy-Syûrâ/42 : 11]

Sifat marah bagi Allah Azza wa Jalla merupakan sifat yang sesuai dengan keagungan dan kemuliaan bagi Allah, dan ini merupakan manhaj Salaf yang wajib ditempuh oleh setiap muslim.

Adapun marah yang dinisbatkan kepada makhluk; ada yang terpuji ada pula yang tercela. Terpuji apabila dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dalam membela agama Allah Azza wa Jalla dengan ikhlas, membela hak-hak-Nya, dan tidak menuruti hawa nafsu, seperti yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau marah karena ada hukum-hukum Allah dan syari’at-Nya yang dilanggar, maka beliau marah. Begitu pula marahnya Nabi Musa Alaihissalam [4] dan marahnya Nabi Yunus Alaihissalam [5]. Adapun yang tercela apabila dilakukan karena membela diri, kepentingan duniawi, dan melewati batas.

Dalam hadits di atas disebutkan larangan marah karena marah mengikuti emosi dan hawa nafsu yang pengaruhnya membawa kepada kehancuran dan kebinasaan.

Ja’far bin Muhammad rahimahullah mengatakan, “Marah adalah pintu segala kejelekan.” Dikatakan kepada Ibnu Mubarak rahimahullah, “Kumpulkanlah untuk kami akhlak yang baik dalam satu kata!” Beliau menjawab, “Meninggalkan amarah.” Demikian juga Imam Ahmad rahimahullah dan Ishaq rahimahullah menafsirkan bahwa akhlak yang baik adalah dengan meninggalkan amarah.

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Engkau jangan marah “ kepada orang yang meminta wasiat kepada beliau mengandung dua hal.

Pertama. Maksud dari perintah beliau ialah perintah untuk memiliki sebab-sebab yang menghasilkan akhlak yang baik, berupa dermawan, murah hati, penyantun, malu, tawadhu’, sabar, menahan diri dari mengganggu orang lain, pemaaf, menahan amarah, wajah berseri, dan akhlak-akhlak baik yang semisalnya.

Apabila jiwa terbentuk dengan akhlak-akhlak yang mulia ini dan menjadi kebiasaan baginya, maka ia mampu menahan amarah, pada saat timbul berbagai sebabnya.

Kedua. Maksud sabda Nabi ialah, “Engkau jangan melakukan tuntutan marahmu apabila marah terjadi padamu, tetapi usahakan dirimu untuk tidak mengerjakan dan tidak melakukan apa yang diperintahnya.” Sebab, apabila amarah telah menguasai manusia, maka amarah itu yang memerintah dan yang melarangnya.

Makna ini tercermin dalam firman Allah Ta’ala:
”Dan setelah amarah Musa mereda… ” [al-A’râf/7 : 154]

Apabila manusia tidak mengerjakan apa yang diperintahkan amarahnya dan dirinya berusaha untuk itu, maka kejelekan amarah dapat tercegah darinya, bahkan bisa jadi amarahnya menjadi tenang dan cepat hilang sehingga seolah-olah ia tidak marah.

Pada makna inilah terdapat isyarat dalam Al-Qur`ân dengan firman-Nya Azza wa Jalla :

“… Dan apabila mereka marah segera memberi maaf” [asy-Syûrâ/42 : 37]

Juga dengan firman-Nya Ta’ala:

“…Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan” [Ali ‘Imrân/3 : 134]

Nabi memerintahkan orang yang sedang marah untuk melakukan berbagai sebab yang dapat menahan dan meredakan amarahnya. Dan beliau memuji orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.

Diantara cara yang diajarkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meredam amarah adalah dengan mengucapkan: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ .

Diriwayatkan dari Sulaiman bin Shurad Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Kami sedang duduk bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba-tiba ada dua orang laki-laki saling mencaci di hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang dari keduanya mencaci temannya sambil marah, wajahnya memerah, dan urat lehernya menegang, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh, aku mengetahui satu kalimat, jika ia mengucapkannya niscaya hilanglah darinya apa yang ada padanya (amarah). Seandainya ia mengucapkan,

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

(Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk)”. Para sahabat berkata, “Tidakkah engkau mendengar apa yang dikatakan Rasulullah?” Laki-laki itu menjawab, “Aku bukan orang gila”.[6]

Allah Ta’ala memerintahkan kita apabila kita diganggu setan hendaknya kita berlindung kepada Allah. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan jika setan datang mengodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui” [al-A’râf/7 : 200]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan agar orang yang marah untuk duduk atau berbaring. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ ، وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ.

“Apabila seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk; apabila amarah telah pergi darinya, (maka itu baik baginya) dan jika belum, hendaklah ia berbaring” [7].

Ada yang mengatakan bahwa berdiri itu siap untuk balas dendam, sedang orang duduk tidak siap untuk balas dendam, sedang orang berbaring itu sangat kecil kemungkinan untuk balas dendam.

Maksudnya ialah hendaknya seorang muslim mengekang amarahnya dalam dirinya dan tidak menujukannya kepada orang lain dengan lisan dan perbuatannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan apabila seseorang marah hendaklah ia diam, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ.

“Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam” [8].

Ini juga merupakan obat yang manjur bagi amarah, karena jika orang sedang marah maka keluarlah darinya ucapan-ucapan yang kotor, keji, melaknat, mencaci-maki dan lain-lain yang dampak negatifnya besar dan ia akan menyesal karenanya ketika marahnya hilang. Jika ia diam, maka semua keburukan itu hilang darinya.

Menurut syari’at Islam bahwa orang yang kuat adalah orang yang mampu melawan dan mengekang hawa nafsunya ketika marah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

“Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah”. [9]

Imam Ibnu Baththal rahimahullah mengatakan bahwa melawan hawa nafsu lebih berat daripada melawan musuh.[10]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang keutamaan orang yang dapat menahan amarahnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ مَا شَاءَ.

“Barangsiapa menahan amarah padahal ia mampu melakukannya, pada hari Kiamat Allah k akan memanggilnya di hadapan seluruh makhluk, kemudian Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang ia sukai” [11].

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada seorang sahabatnya,

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّةُ.

“Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga” [12].

Yang diwajibkan bagi seorang Mukmin ialah hendaklah keinginannya itu sebatas untuk mencari apa yang dibolehkan oleh Allah Ta’ala baginya, bisa jadi ia berusaha mendapatkannya dengan niat yang baik sehingga ia diberi pahalanya karena. Dan hendaklah amarahnya itu untuk menolak gangguan terhadap agamanya dan membela kebenaran atau balas dendam terhadap orang-orang yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sebagaiman Allah Ta’ala berfirman:

“Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tanganmu dan Dia akan menghina mereka dan menolongmu (dengan kemenangan) atas mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan Dia menghilangkan kemarahan hati mereka (orang Mukmin)… ” [at-Taubah/9 : 14-15]

Ini adalah keadaan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau tidak balas dendam untuk dirinya sendiri. Namun jika ada hal-hal yang diharamkan Allah dilanggar, maka tidak ada sesuatu pun yang sanggup menahan kemarahan beliau. Dan beliau belum pernah memukul pembantu dan wanita dengan tangan beliau, namun beliau menggunakan tangan beliau ketika berjihad di jalan Allah.

‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha ditanya tentang akhlak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka ia menjawab, “Akhlak beliau adalah Al-Qur`ân.”[13] Maksudnya beliau beradab dengan adab Al-Qur`ân, berakhlak dengan akhlaknya. Beliau ridha karena keridhaan Al-Qur`ân dan marah karena kemarahan Al-Qur`ân.

Karena sangat malunya, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menghadapi siapa pun dengan sesuatu yang beliau benci, bahkan ketidaksukaan beliau terlihat di wajah beliau, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Sa’id al-Khudri , ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam lebih pemalu daripada gadis yang dipingit. Apabila beliau melihat sesuatu yang dibencinya, kami mengetahuinya di wajah beliau.”[14]

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi tahu Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu tentang ucapan seseorang, “Pembagian ini tidak dimaksudkan untuk mencari wajah Allah.” Maka ucapan itu terasa berat bagi beliau, wajah beliau berubah, beliau marah, dan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya bersabda:

لَقَدْ أُوْذِيَ مُوْسَى بِأَكْثَرَ مِنْ هَذَا فَصَبَرَ.

“Sungguh Musa disakiti dengan yang lebih menyakitkan daripada ini, namun beliau bersabar” [15].

Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat atau mendengar sesuatu yang membuat Allah Azza wa Jalla murka, maka beliau marah karenanya, menegurnya, dan tidak diam. Beliau pernah memasuki rumah ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha dan melihat tirai yang terdapat gambar makhluk hidup padanya, maka wajah beliau berubah dan beliau merobeknya lalu bersabda, “Sesungguhnya orang yang paling keras adzabnya pada hari Kiamat ialah orang yang menggambar gambar-gambar ini.” [16]

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi pengaduan tentang imam yang shalat lama dengan manusia hingga sebagian mereka terlambat, beliau marah, bahkan sangat marah, menasihati manusia, dan menyuruh meringankan shalat (supaya tidak memanjangkan shalatnya).[17]

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi was allam melihat dahak di kiblat masjid, beliau marah, mengeruknya, dan bersabda, “Sesungguhnya jika salah seorang dari kalian berada dalam shalat, maka Allah Azza wa Jalla ada di depan wajahnya. Oleh karena itu, ia jangan sekali-kali berdahak di depan wajahnya ketika shalat.”[18]

Diantara do’a yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam baca ialah:

أَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الْغَضَبِ وَالرِّضَى.

“Aku memohon kepada-Mu perkataan yang benar pada saat marah dan ridha” [19].

Ini sangat mulia, yaitu seorang hanya berkata benar ketika ia marah atau ridha, karena sebagian manusia jika mereka marah , mereka tidak bisa berhenti dari apa yang mereka katakan.

Dari Jabir Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Kami pernah berjalan bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada satu peperangan, dan ada seorang laki-laki berada di atas untanya. Unta orang Anshar itu berjalan lambat kemudian orang Anshar itu berkata, ‘Berjalanlah semoga Allah melaknatmu.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada orang itu, ‘Turunlah engkau dari unta tersebut. Engkau jangan menyertai kami dengan sesuatu yang telah dilaknat. Kalian jangan mendo’akan kejelekan bagi diri kalian. kalian jangan mendo’akan kejelekan bagi anak-anak kalian. Kalian jangan mendo’akan kejelekan bagi harta kalian. Tidaklah kalian berada di satu waktu jika waktu tersebut permintaan diajukan, melainkan Allah Azza wa Jalla akan mengabulkan bagi kalian.”[20]

Ini semua menunjukkan bahwa do’a orang yang marah akan dikabulkan jika bertepatan dengan waktu yang diijabah, dan pada saat marah ia dilarang berdo’a bagi kejelekan dirinya, keluarganya, dan hartanya.

Seorang ulama Salaf t berkata, ”Orang yang marah jika penyebab marahnya adalah sesuatu yang diperbolehkan seperti sakit dan perjalanan, atau penyebab amarahnya adalah ketaatan seperti puasa, ia tidak boleh dicela karenanya,” maksudnya ialah orang tersebut tidak berdosa jika yang keluar darinya ketika ia marah ialah perkataan yang mengandung hardik, caci-maki, dan lain sebagainya, seperti disabdakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku hanyalah manusia, aku ridha seperti ridhanya manusia dan aku marah seperti marahnya manusia. Orang Muslim mana saja yang pernah aku caci dan aku cambuk, maka aku menjadikannya sebagai penebus (dosa) baginya.”[21]

Sedang jika yang keluar dari orang yang marah adalah kekufuran, kemurtadan, pembunuhan jiwa, mengambil harta tanpa alasan yang benar, dan lain sebagainya, maka orang Muslim tidak ragu bahwa orang marah tersebut mendapat hukuman karena semua itu. Begitu juga jika yang keluar dari orang yang marah adalah perceraian, pemerdekaan budak, dan sumpah, ia dihukum karena itu semua tanpa ada perbedaan pendapat di dalamnya.[22]

Diriwayatkan dari Mujahid, dari Ibnu ‘Abbas bahwa seorang laki-laki berkata, “Aku mentalaq istriku dengan talak tiga ketika aku marah.” Maka Ibnu ‘Abbas berkata, “Sesungguhnya Ibnu ‘Abbas tidak bisa menghalalkan untukmu apa yang telah Allah haramkan atasmu, engkau telah mendurhakai kepada Rabb-mu, dan engkau mengharamkan istrimu atas dirimu sendiri.”[23]

Diriwayatkan dengan shahih dari banyak Sahabat bahwa mereka berfatwa sesungguhnya sumpah orang yang marah itu sah dan di dalamnya terdapat kaffarat.

Al-Hasan rahimahullah berkata, “Thalaq yang sesuai Sunnah ialah suami mentalaq istrinya dengan talaq satu dalam keadaan suci dan tidak digauli. Suami mempunyai hak pilih antara masa tersebut dengan istrinya selama tiga kali haidh. Jika ia ingin rujuk dengan istrinya, ia berhak melakukannya. Jika ia marah, istrinya menunggu tiga kali haidh atau tiga bulan jika ia tidak haidh agar marahnya hilang.” Al-Hasan rahimahullah berkata lagi, “Allah menjelaskan agar tidak seorang pun menyesal dalam perceraiannya seperti yang diperintahkan Allah.” Diriwayatkan oleh al-Qadhi Isma’il.[24]

BAGAIMANA MENGOBATI AMARAH JIKA TELAH BERGEJOLAK?
Orang yang marah hendaklah melakukan hal-hal berikut:
1. Berlindung kepada Allah dari godaan setan dengan membaca:

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ

Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk.
2. Mengucapkan kalimat-kalimat yang baik, berdzikir, dan istighfar.
3. Hendaklah diam, tidak mengumbar amarah.
4. Dianjurkan berwudhu’.[25]
5. Merubah posisi, apabila marah dalam keadaan berdiri hendaklah duduk, dan apabila marah dalam keadaan duduk hendaklah berbaring.
6. Jauhkan hal-hal yang membawa kepada kemarahan.
7. Berikan hak badan untuk beristirahat.
8. Ingatlah akibat jelek dari amarah.
9. Ingatlah keutamaan orang-orang yang dapat menahan amarahnya.
Wallâhu a’lam.

FAWA`ID HADITS
1. Semangatnya para Sahabat untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi mereka.
2. Dianjurkan memberikan nasihat dan wasiat bagi orang yang memintanya.
3. Seorang muslim harus mencari jalan-jalan kebaikan dan keselamatan yang sesuai dengan Sunnah.
4. Mengulangi nasihat memiliki manfaat yang banyak.
5. Larangan dari marah berdasarkan sabda beliau, “Engkau jangan marah!” Sebab, amarah dapat menimbulkan berbagai kerusakan yang besar apabila seseorang berbuat dengan menuruti hawa nafsu untuk membela dirinya.
6. Agama Islam melarang akhlak yang jelek, dan larangan tersebut mengharuskan perintah berakhlak yang baik.
7. Marah merupakan sifat dan tabi’at manusia.
8. Dianjurkan untuk menahan marah dan ini termasuk dari sifat seorang mukmin.
9. Melawan hawa nafsu lebih berat daripada melawan musuh.
10. Dianjurkan menjauhkan hal-hal yang membawa kepada kemarahan.
11. Marah yang terpuji adalah apabila seseorang marah karena Allah, untuk membela kebenaran, dan tidak menuruti hawa nafsu dan tidak merusak.
12. Sabar dan pemaaf adalah sifat orang yang beriman dan berbuat kebajikan.
13. Apabila seseorang marah hendaklah ia berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk, dan melakukan apa yang disebutkan di atas tentang obat meredam amarah.

Maraaji’:
1. Al-Qur`ân dan terjemahnya.
2. Al-Mu’jamul Ausath lith-Thabrani.
3. Al-Wâfi fî Syarhil Arba’în an-Nawawiyyah, karya Dr. Musthafa al-Bugha dan Muhyidin Mustha.
4. As-Sunanul Kubra lin-Nasâ`i.
5. Bahjatun-Nâzhirîn Syarh Riyâdhish-Shâlihîn, karya Syaikh Salim bin ‘Id al-Hilali.
6. Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam, karya Ibnu Rajab al-Hanbali. Tahqiq: Syu’aib al-Arnauth dan Ibrâhim Bâjis.
7. Kutubus Sab’ah.
8. Mushannaf Ibni Abi Syaibah.
9. Mustadrak al-Hakim.
10. Qawâ’id wa Fawâ`id minal-‘Arba’în an-Nawawiyyah, karya Nazhim Muhammad Sulthan.
11. Shahiih al-Jâmi’ish Shaghîr.
12. Shahîh Ibni Hibban dengan at-Ta’liqâtul-Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibban.
13. Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb.
14. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah.
15. Sunan ad-Darimi.
16. Sunan al-Baihaqi.
17. Syarhul Arba’în an-Nawawiyyah, karya Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XII/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016] Disalin dari http://www.almanhaj.or.id/content/2600/slash/0
________
Footnote
[1]. Fat-hul Bâri, X/520.
[2]. Lihat juga QS. Thâhaa ayat 81 dan Qs. al-Mumtahanah ayat 13.
[3]. HR al-Bukhâri (no. 3162, 4435), Muslim (no. 194), at-Tirmidzi (no. 2434), Ahmad (II/435), Ibnu Hibban (no. 6431 –at-Ta’lîqâtul Hisân), Ibnu Abi Syaibah (no. 32207), dan an-Nasâ`i dalam As-Sunanul-Kubra (no. 11222).
[4]. Lihat Qs. al-A’râf/7 ayat 150.
[5]. Lihat Qs. al-Anbiyâ` ayat 87.
[6]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 3282, 6048, 6115), Muslim (no. 2610). Penafsiran ucapan “Aku bukan orang gila” silakan lihat Fat-hul Bâri (X/467).
[7]. Shahîh. HR Ahmad (V/152), Abu Dawud (no. 4782), dan Ibnu Hibban (no. 5688) dari Sahabat Abu Dzarr Radhiyallahu ‘anhu.
[8]. Shahîh. HR Ahmad (I/239, 283, 365), al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad (no. 245, 1320), al-Bazzar (no. 152- Kasyful Astâr) dari Sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma. Hadits ini dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish-Shaghîr (no. 693) dan Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah (no. 1375).
[9]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6114) dan Muslim (no. 2609) dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[10]. Lihat Fat-hul-Bâri (X/518).
[11]. Hasan. HR Ahmad (III/440), Abu Dawud (no. 4777), at-Tirmidzi (no. 2021), dan Ibnu Majah (no. 4286) dari Sahabat Mu’adz bin Anas al-Juhani Radhiyallahu ‘anhu. Dihasankan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 6522).
[12]. Shahîh. HR ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 2374) dari Sahabat Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 7374) dan Shahîh at-Targhîb wat-Tarhîb (no. 2749).
[13]. Shahîh. HR Muslim (no. 746), Ahmad (VI/54, 91, 111, 188, 216), an-Nasâ`i (III/199-200), Ibnu Majah (no. 2333), dan ad-Darimi (I/345-346).
[14]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6102) dan Muslim (no. 2320).
[15]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 3150, 4336) dan Muslim (no. 1062).
[16]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 5954, 6109) dan Muslim (no. 2107 (91)).
[17]. Shahîh. HR Muslim (no. 466) dari Abu Mas’ud al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu.
[18]. Shahîh. HR Mâlik dalam al-Muwaththa (I/194), al-Bukhâri (no. 406, 753, 1213, 6111), Muslim (no. 547), Abu Dawud (no. 479), dan an-Nasâ`i (II/51) dari Ibnu ‘Umar c. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhâri (no. 405, 413) dan Muslim (no. 551) dari Anas bin Mâlik Radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan pula oleh al-Bukhâri (no. 408, 409) dan Muslim (no. 548) dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu.
[19]. Shahîh. HR Ahmad (IV/264), an-Nasâ`i (III/54-55), dan Ibnu Hibban (no. 1968 –at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Ammar bin Yasir Radhiyallahu ‘anhuma.
[20]. Shahîh. HR. Muslim (no. 3009).
[21]. Shahîh. HR al-Bukhâri (no. 6361), Muslim (no. 2601), dan Ibnu Hibban (no. 6481-6482 –at-Ta’lîqâtul Hisân) dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
[22]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam (I/375).
[23]. Shahîh. HR. Abu Dawud (no. 2197) dan ad-Daraquthni (IV/13-14, no. 3862).
[24]. Lihat Jâmi’ul ‘Ulûm wal-Hikam, I/377.
[25]. Ada riwayat tentang hal ini tetapi riwayatnya dha’if.

Labels

comment

Download E book

Hire Me Direct
eXTReMe Tracker