WWW.INISIAL.CO.CC   Rasulullah bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba')."(hadits shahih riwayat Muslim) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka."(hadits shahih riwayat Ahmad) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak."(hadits shahih riwayat Abu Amr Ad Dani dan Al Ajurry)
Yang MEROKOK, dilarang buka blog saya...!!! image Klik! untuk mampir ke blog saya SILAKAN KLIK!
تبرئة العلامة الهرري مما افتراه عليه المدعو عبد الرحمن دمشقية في كتابه المسمى "الحبشي شذوذه وأخطاؤه"  والكتاب المسمى "بين أهل السنة وأهل الفتنة" وغيرهما من الإصدارات من مناشير وشرط  

Sarang semut dan Khasiatnya

Sarang semut merupakan salah satu tumbuhan epifit dari hydnophytinae (Rubiaceae) yang dapat bersimbiosis dengan semut dan dikatakan bersifat epifit karena tumbuhan ini menempel pada tumbuhan lain tetapi tidak hidup secara parasit pada inangnya sehingga hanya sebagai tempat menempel saja.

Kandungan dan Manfaat

Secara tradisi, sarang semut biasa digunakan sebagai tanaman obat oleh masyarakat pedalaman di bagian barat Wamena, Papua. Suku-suku di Bogondini dan Tolikara lazim memanfaatkannya untuk mengatasi rematik dan asam urat.

Sarang semut mengandung flavonoid dan tanin. Flavonoid berfungsi sebagai antidioksidan, yang bias mencegah sekaligus mengatasi serangan kanker. Mekanisme kerja flavonoid dalam mengatasi kanker dengan membuat karsinogen tidak aktif, penghambat siklus sel dan induksi apoptosis. Disamping itu, juga mengandung tokoferol. Tokoferol mirip vitamin E, yang berefek antidioksidan efektif. Tokoferol berfungsi sebagai antidioksidan dalam menangkal radikal bebas dan sebagai antikanker.

Dilihat dari kandungannya, maka sarang semut, menurut penelitian hampir bisa mengatasi berbagai jenis kanker. Demikian juga sarang semut bisa digunakan untuk mengobati penyakit jantung dan kebocoran jantung. Khasiat sarang semut dalam mengatasi jantung bocor diperkirakan akibat kandungan sarang semut yang kaya mineral. Sarang semut mengandung 0.37 g kalsium, 68.58 mg natrium, dan 3.61 g kalium per 100 g.

Dalam metabolisme tubuh, kalsium dan natrium berperan memperbaiki kerja jantung dan impuls saraf. Sedangkan kalium berperan mengatur ritme jantung. Jika kebocoran jantung disebabkan infeksi kuman, maka senyawa yang berperan mengatasinya adalah flavonoid.

Dalam banyak kasus flavonoid berperan langsung sebagai antobiotik dengan mengganggu fungsi mikroorganisme seperti bakteri atau virus. Senyawa flavonoid terkandung dalam serbuk maupun ekstrak air sarang semut.

Sumber: Diketik ulang dari Buku “Sehat Alami dengan Herbal & Thibbun Nabawi”

Fikih DATANG BULAN

Oleh: Abu Zahroh al-Anwar

Segala puji teriring kecintaan dan pengagungan, hanya bagi Alloh semata yang telah menjadikan bagi wanita dengan hikmah dan keagungan-Nya, suatu masa dan darah kebiasaan yang disertakan dengannya rangkaian hukum yang sesuai dengan kemaslahatan dan tabiat kewanitaannya. Sholawat dan salam terhunjuk kepada nabi Muhammad, pembawa pelita kebenaran bagi umat, keluarga, isteri dan pengikut mereka di dalam kebajikan hingga hari kemudian. Amma ba’du:

Saudari-saudariku sidang pembaca, rohimakunnallohu ta’ala… Masalah darah kebiasaan wanita atau yang lazimnya dikenal dengan sebutan darah haid merupakan perkara yang tampaknya remeh, namun sebenarnya amatlah besar urusannya di sisi Alloh, karena ia berkaitan dengan tiga ibadah besar, yakni: sholat, puasa, dan haji. Kaum wanita di setiap bulannya, mesti menerima tamu yang tak diundang ini, suka ataupun tak suka. Hal ini tentunya mengharuskan kaum wanita untuk memiliki ilmu untuk menyambut tamunya tersebut agar dapat menyambutnya dengan bagus dan sesuai dengan syari’at Alloh. Mengingat pentingnya masalah ini dan setiap wanita mesti akan bergaul akrab dengannya, marilah dalam majelis kajian kita kali ini, kita bersama-sama menelaah, mempelajari dan memahami bersama, beberapa masalah yang berkaitan dengan darah kebiasaan kaum wanita, dengan harapan semoga kajian ini benar-benar bermanfaat dan menjadi ilmu yang amali!

Di usia berapakah wanita mengalami haid?

Sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa usia awal seorang wanita mengalami haid, pada usia 9 (sembilan) tahun. Bila seorang wanita melihat darah yang keluar dari tempat keluarnya darah kebiasaan kaum wanita, namun pada usia kurang dari sembilan tahun, bukanlah dinamakan darah haid dan tidak berlaku baginya hukum-hukum haid. Sedemikian pula kalau seandainya darah yang keluar bersifat seperti darah haid ataupun keluar di setiap bulannya—sehingga dapat dikatakan bahwa ia keluar sebagaimana adat kebiasaannya—mereka mengatakan bahwa darah ini bukanlah darah haid, tetapi darah yang keluar dari urat rahim dan tidak berlaku baginya hukum haid, selagi usianya kurang dari sembilan tahun.

Apa dasar mereka?!

Dasar yang mereka pakai sandaran dalam menetapkan hukum masalah ini adalah adat kebiasaan kaum wanita. Kebanyakan kaum wanita tidaklah mengalami haid kecuali setelah berusia sembilan tahun, dan adat berpengaruh pada ketetapan suatu hukum syar’i. Sebagai contoh riil bahwa adat berpengaruh dalam menetapkan hukum syar’i adalah sabda Rosululloh tentang wanita yang mengalami istihadhoh (yang artinya):

“ Diamlah (tidak puasa dan sholat) seukuran (adat kebiasaan) haidmu menahanmu.”

Rosululloh mengembalikan perkaranya kepada adat kebiasaan haidnya sebelum seorang wanita mengalami istihadhoh. Hal ini menunjukkan bahwa adat berpengaruh dalam ketetapan suatu hukum tertentu.

Adapun perihal akhir usia kaum wanita mengalami haid, sebagian ahli fiqih mengatakan bahwa akhir usia kaum wanita mengalami haid adalah pada usia 50 tahun. Kalau seandainya seorang wanita keluar darah sebagaimana tabiatnya dan sifat-sifatnya sama persis dengan darah haid, namun usianya lebih dari 50 tahun, maka darah tersebut bukanlah darah haid, dan tidaklah berlaku baginya hukum-hukum haid.

Sebagian ahli fiqih yang lain berpendapat bahwa tak ada batasan awal dan akhir dari usia wanita mengalami haid, namun kapan saja seorang wanita keluar darinya darah kebiasaan kaum wanita, maka darah tersebut dihukumi sebagai darah haid, dengan dasar:

1. Firman Alloh Ta’ala dalam surat al-Baqoroh [2]: 222

(قُلْ هُوَ أَذًى) (Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran.”)

adalah hukum yang bergantung terhadap suatu sebab, yaitu: أَذًى (kotoran). Maka pada usia berapapun seorang wanita menjumpai darah yang bersifat kotoran, bukan darah dari urat rahim, maka dihukumi sebagai darah haid.

2. Firman Alloh Ta’ala dalam surat ath-Tholaq [65]: 4

“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu, jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang belum haid.”

Dan tidaklah Alloh Ta’ala berfirman:“ Wanita yang telah berusia lebih dari lima puluh tahun atau kurang dari sembilan tahun.”

Dengan kata lain, Alloh tidak membatasi usia minimal dan maksimal wanita mengalami haid, maka kapan saja dijumpai darah kebiasaan kaum wanita yang disifati dengan “kotoran”, maka ia adalah darah haid dan berlaku padanya hukum-hukum darah haid.

Pendapat kedua inilah insya Alloh yang lebih kuat dari segi dalilnya. Wallohu A’lam.

Apakah wanita hamil mengalami haid?

Pendapat yang shohih dalam masalah ini, wanita yang sedang hamil, jika memang keluar darinya darah kebiasaan wanita yang disifati dengan “kotoran”, maka darah tersebut merupakan darah haid sehingga ia wajib meninggalkan sholat dan puasa. Namun dalam hal iddah ia berpegang kepada iddah orang hamil (yaitu: hingga melahirkan) bukan iddah orang haid, karena hamilnya dalam hal ini lebih kuat pengaruh hukumnya daripada haidnya. Ahli fiqih menamakan hamil sebagai “Ummu Iddah” (induk iddah). Karena ia memupus semua iddah dengan selain “hingga melahirkan”.

Masa Haid

Masa haid kebanyakan kaum wanita adalah enam atau tujuh hari. Rosululloh bersabda (yang artinya): “Lakukanlah haid selama enam atau tujuh hari di dalam ilmu Alloh, dan kemudian mandilah.” (HR. Ahmad 6/439, Abu Dawud: 287)

Bila seseorang bertanya: Jika wanita keluar darah pada masa lebih dari tujuh hari, sedangkan darah tersebut memiliki sifat-sifat yang sama dengan darah haid, apakah ia dihukum sebagai darah haid ataukah bukan?

Jawab: Menurut pendapat yang shohih dalam masalah ini, darah tersebut dihukumi sebagai darah haid, selagi memiliki sifat-sifat seperti darah haid. Namun, apabila darah keluar secara terus-menerus selama satu bulan penuh, maka dihukumi sebagai darah istihadhoh. Pada kasus ini, ia tidak boleh sholat dan puasa sesuai dengan kebiasaan lama haidnya, dan selebihnya ia dihukumi suci dan wajib sholat dan puasa serta boleh melakukan thowaf apabila sedang haji atau umroh.

Hal-hal yang Tidak Boleh Dilakukan Kaum Wanita Ketika Haid

1. Sholat dan puasa, berdasarkan HR. Bukhori: 304.

2. Jima’, berdasarkan QS. al-Baqoroh [2]: 222 dan HR. Muslim: 302.

Barangsiapa yang menyetubuhi isterinya ketika sedang haid, maka ia wajib mengeluarkan kaffaroh satu atau setengah dinar (lihat HR. Ahmad 1/230, Abu Dawud: 264)

Bagaimana dengan wanita haid yang disetubuhi? Wajibkah ia mengeluarkan kaffaroh?

Jawab: Jika ia mengetahui keharaman perbuatan tersebut, tidak lupa dan tidak dipaksa, maka ia wajib mengeluarkan kaffaroh sebagaimana kaffaroh bagi suami yang menjima’inya. Allohu A’lam.

3. Thowaf di Baitulloh al-Harom, berdasarkan HR. Bukhori: 1650.

Apabila Darah Haid Telah Berhenti

Bilamana darah haid telah berhenti, maka berlaku baginya hukum-hukum berikut:

1. Wajib puasa

Wanita yang telah berhenti darah haidnya, ia wajib berpuasa walaupun belum mandi, seandainya berhenti pada saat mendekati fajar shodiq dan belum sempat mandi. Hal ini diqiyaskan kepada orang yang junub.

2. Mandi

Wanita yang telah berhenti darah haidnya, ia wajib mandi sebagaimana mandi janabat. (HR. Bukhori: 306)

3. Sholat

Bila wanita telah selesai mandi, maka ia wajib mengerjakan “sholat waktunya”. (HR. Bukhori: 306)

Apakah ia wajib mengqodho’ sholat yang bisa dijamak dengan sholat di saat ia telah suci dari haid?

Jawab: Menurut pendapat yang shohih, tidaklah ada kewajiban mengqodho’nya, berdasarkan keumuman hadits Aisyah: “Kami haid pada masa Rosululloh, maka kami diperintahkan mengqodho’ puasa dan tidak diperintahkan mengqodho’ sholat.” (HR. Bukhori)

4. Boleh melakukan jima’

Bila wanita telah selesai mandi, maka ia boleh melakukan jima’, dan jika belum mandi tidaklah diperbolehkan. (Lihat surat al-Baqoroh [2]: 222)

Ciri-ciri Darah Haid

Darah haid mempunyai ciri-ciri yang dapat membedakannya dengan selain darah haid, yaitu:

1. Berwarna merah kehitam-hitaman. Sedangkan darah istihadhoh atau selainnya berwarna merah segar.

2. Kental. Sedangkan darah istihadhoh atau selainnya encer.

3. Berbau tak enak. Sedangkan yang selainnya tidak.

4. Setelah keluar tak akan menggumpal. Sedangkan darah yang lain akan menggumpal.

Cairan Kuning di Masa Haid

Apa hukum cairan kuning yang keluar dari farji di luar masa haid?

Jawab: Ummu Athiyyah berkata: “Kami pada masa Rosululloh tidaklah menganggap cairan seperti nanah dan cairan kuning sebagai haid.” (HR. Bukhori: 326)

Sedemikian pulalah hukum keduanya apabila keluar setelah seorang wanita suci dari haidnya.

Apabila Sehari Keluar Darah dan Sehari Tidak

Bila kaum wanita mengalami peristiwa seperti ini, bagaimana hukumnya? Jawab: Sebagian ulama mengatakan bahwa pada hari ia melihat keluarnya darah haid dari dirinya maka dihukumi haid, dan di hari tidak mendapati keluarnya darah haid ia dikatakan suci dan wajib mandi, sholat, dan puasa; selagi tidak melebihi masa paling lamanya haid, yaitu lima belas hari.

Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa sehari atau setengah hari atau sehari semalam tidaklah dihitung suci dari haid, karena kebiasaan sebagian wanita mengalami masa kering (berhenti) darah haidnya selama sehari atau semalam di tengah-tengah hari kebiasaan haidnya, dan ia tidaklah berpandangan dirinya telah suci namun ia tetap menunggu keluarnya darah. Ini apabila wanita tersebut memiliki masa haid yang tetap. Di hari yang mana ia tidak keluar darah, tidaklah dianggap sebagai hari suci, tetapi dihitung sebagai hari haid; ia tidak wajib mandi, sholat, thowaf, dan tidak boleh i’tikaf, karena masih berstatus sebagai wanita yang dalam keadaan haid, sehingga ia mendapati masa suci.

Dari kedua pendapat tersebut, yang lebih kuat adalah pendapat kedua, karena mewajibkan manusia untuk mengikuti pendapat pertama sungguh sangat memberatkan bagi kaum wanita.

Apalagi, pendapat kedua ini sesuai dengan perkataan Ummul Mu’minin Aisyah : “Janganlah kalian tergesa-gesa mandi sehingga melihat kapas (ketika diusapkan pada tempat keluarnya darah haid) berwarna putih, tidak bercampur dengan warna kekuning-kuningan.” (HR. Bukhori: 320)

Demikian kajian kita kali ini, semoga bermanfaat. Segala puji bagi Alloh yang sempurna dengan izinnya segala amal sholih dan sholawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Rosululloh.

“Sholat waktunya”—begitulah ulama ahli fiqih menyebutkan—yaitu: waktu sholat yang ditemui ketika seorang wanita berhenti dari haidnya.

[1] “Sholat waktunya”—begitulah ulama ahli fiqih menyebutkan—yaitu: waktu sholat yang ditemui ketika seorang wanita berhenti dari haidnya.

Senja di hari Jumat yang Indah

senja yang indah...

KLIK DI SINI untuk baca tulisan sebelumnya…

Wahai adikku…

Dengarkan titah nabi-mu bahwa…

” Cobaan tetap akan menimpa atas diri orang mukmin dan mukminah, anak dan juga hartanya, sehingga dia bersua Allah dan pada dirinya tidak ada lagi satu kesalahanpun”. (Isnadnya Hasan, ditakhrij At-Tirmidzy, hadits nomor 2510. Dia menyatakan, ini hadits hasan shahih, Ahmad 2/287, Al-Hakim 1/346, dishahihkan Adz-Dzahaby)

Yakinlah…

ujian yang menimpamu kini, insya Allah akan menenggelamkan dosa - dosamu sejauh mana engkau bersabar atasnya…

dan Wahai adikku…

Senantiasa-lah berdoa…

“yaa hayyu…yaa qayyum, bi rahmatika astagiiits… ashlihliy sya’niy kullahu wa laa takilniy ila nafsihi tharfata ‘aiyni…”

“Wahai Tuhan Yang Maha Hidup, wahai Tuhan Yang Berdiri Sendiri (tidak butuh segala sesuatu), dengan rahmat-Mu aku minta pertolongan, perbaikilah segala urusanku dan jangan diserahkan kepadaku sekalipun sekejap mata (tanpa mendapat pertolongan dariMu).” (HR. Al-Hakim Shahih dlm. At-Targhib wat Tarhib 1/273.)

Mohonlah padanya agar senantiasa Allah ta’ala menjagamu, melindungimu serta tak membiarkanmu menghadapi ujian itu sendiri…walaupun hanya sekejap mata…

Semoga senantiasa Allah menjaga aku dan kalian wahai adikku…

Dari hamba yang faqir, Abu ‘Abdirrahman Yongki Ariga As Salafy, ST.

Ditulis kembali oleh Didit Fitriawan al Fitrah pada minggu pagi yang cerah…

Download Ebook: TATA CARA PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN

Download Ebook: TATA CARA PENYEMBELIHAN HEWAN KURBAN
Silakan download ebook Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban. ebook ini disalin dari Kitab Ar-Raudhatun Nadhiyyah Syarh Ad-Durar Al-Bahiyyah yang ditulis oleh Asy Syaikh Shidiq Hasan Khan
dan diterjemahkan oleh Fadhillahul-Ustadz Abu Karimah Asykari. semoga bermanfaat bagi kita semua.

Silakan download ebook ini di sini

Untuk Para Wanita Perindu Surga

Ketika para wanita bertanya tentang nikmat mulia yang kelak bias mereka dapatkan di surga, tentu para wanita akan menanyakan…”Jika para lelaki ahli surga mendapatkan para bidadari surga, apakah para wanita juga akan mendapatkan bidadara di surga?”

2 orang fuqaha, ahli fiqih dari jazirah arab telah menjelaskan tentang pertanyaan tersebut dengan sebuah jawaban yang indah -insya Allah-

Pertanyaan:

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: “Pria mendapatkan istri-istri bidadari di Surga, lalu wanita mendapatkan apa?

Jawaban:

Para wanita akan mendapatkan pria ahli Surga, dan pria ahli Surga lebih afdhal dari pada bidadari. Pria yang paling baik ada di antara pria ahli Surga. Dengan demikian, bagian wanita di Surga bisa jadi lebih besar dan lebih banyak daripada bagian pria, dalam masalah pernikahan. Karena wanita di dunia juga (bersuami) mereka mempunyai beberapa suami di Surga. Bila wanita mempunyai 2 suami, ia diberi pilihan untuk memilih di antara keduanya, dan ia akan memilih yang paling baik dari keduanya

(Fatawa wa Durusul Haramil Makki, Syaikh Ibn Utsaimin 1/132, yang dinukil dalam Al-Fatawa Al-Jami’ah lil Mar’atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia “Fatwa-fatwa tentang wanita 3″ cetakan Darul Haq)

Pertanyaan:

Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya: “Ketika saya membaca Al-Qur’an, saya mendapati banyak ayat-ayat yang memberi kabar gembira bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dari kaum laki-laki, dengan balasan bidadari yang cantik sekali. Adakah wanita mendapatkan ganti dari suaminya di akhirat, karena penjelasan tentang kenikmatan Surga senantiasa ditujukan kepada lelaki mukmin. Apakah wanita yang beriman kenimatannya lebih sedikit daripada lelaki mukmin?

Jawaban:

Tidak bisa disangsikan bahwa kenikmatan Surga sifatnya umum untuk laki-laki dan perempuan. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal diantara kamu, baik laki-laki ataupun perempuan” (Ali-Imran:195)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” (An-Nahl:97)

“Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita, sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (An-Nisa’:124)

“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu’min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu’, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”(Al-Ahzab:35)

Allah telah menyebutkan bahwa mereka akan masuk Surga dalam firman-Nya: “Mereka dan istri-istri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan” (Yasin:56)

“Masuklah kamu ke dalam Surga, kamu dan istri-istri kamu digembirakan”(Az-Zukhruf:70)

Allah menyebutkan bahwa wanita akan diciptakan ulang.

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan” (Al-Waqi’ah: 35-36)

Maksudnya mengulangi penciptaan wanita-wanita tua dan menjadikan mereka perawan kembali, yang tua kembali muda. Telah disebutkan dalam suatu hadits bahwa wanita dunia mempunyai kelebihan atas bidadari karena ibadah dan ketaatan mereka. Para wanita yang beriman masuk Surga sebagaimana kaum lelaki. Jika wanita pernah menikah beberapa kali, dan ia masuk Surga bersama mereka, ia diberi hak untuk memilih salah satu di antara mereka, maka ia memilih yang paling bagus diantara mereka.

(Fatawal Mar’ah 1/13 yang dinukil dalam Al-Fatawa Al-Jami’ah lil Mar’atil Muslimah, edisi bahasa Indonesia “Fatwa-fatwa tentang wanita 3″ cetakan Darul Haq)

—+++—

Semoga bagi para muslimah, pertanyaan yang ada dalam benak kalian terjawabkan dari penjelasan al faqih Syaikh al ‘Utsaimin dan asy Syaikh al Jibrin di atas. Wallahua’lam…

Fatwa : Menggabungkan Aqiqoh dengan Qurban


Oleh : asy-Syaikh Abu Abdil Mu’iz Muhammad Ali Ferkous

[Diterjemahkan dari : http://www.ferkous.com/rep/Bo5.php]

Pertanyaan : Jika aqiqoh dan iedul kurban bertepatan waktu, apakah satu sembelihan bisa mencukupi?

Jawaban :

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على محمد وعلى آله وأصحابه وإخوانه إلى يوم الدين، أمّا بعد:

Dalam madzhab Hanabilah, boleh mencukupi dengan satu sembelihan berdasarkan qiyas, yaitu diqiyaskan dengan bertepatannya hari ied dengan jum’at (1) dan juga cukup mandi sekali saja untuk salah satunya, akan tetapi yang dzohir adalah bahwa tidak boleh melakukan satu kali sembelihan untuk keduanya, karena dua hal tersebut adalah kurban yang berbeda dan tidak bisa digabung dalam satu perbuatan, kecuali jika ada dalilnya, dan tidak ada dalil yang membolehkan hal tersebut berdasarkan sabda beliau shollallohu alaihi wa sallam :

إنّما الأعمال بالنيات وإنّما لكلّ امرئ ما نوى

Setiap perbuatan itu dengan niat, dan setiap orang mendapatkan apa-apa yang ia niatkan”(2).

Tidak diragukan lagi bahwa maksud kata jamak yang berupa “perbuatan” dan kata jamak lainnya yang berupa “niat” menunjukkan makna masing-masing, yakni setiap perbuatan itu ada niatnya. Inilah hukum asalnya, dan tidaklah keluar dari hukum asal ini kecuali jika ada dalilnya(3). Dan qiyas dalam masalah ibadah tidak bisa membatalkan dalil.

والله أعلم وآخر دعوانا أن الحمد لله ربّ العالمين وصلّى الله على محمّـد وعلى آله وصحبه والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين، وسلم تسليما.

Catatan kaki :

1. lihat kitab al-Inshof karya al-Mardawi 4/101.

2. Disepakati keshohihannya, dikeluarkan oleh al-Bukhori (1/9, 135), Muslim (13/53) dan para penyusun Sunan yang empat dari hadits Umar bin Khoththob rodhiyallohu anhu.

3. Lihat masalah “تشريك قربتين بعمل واحد” pada jilid 4/54 dari tulisanku : “محاسن العبارة في تجلية مقفلات الطهارة”.

——————–

الفتوى رقم: 333

الصنف: فتاوى الهدي والأضاحي

اجتماع العقيقة مع الأضحية

السؤال:

إذا اجتمعت النسيكة مع أضحية العيد هل يمكن الاكتفاء بذبيحة واحدةٍ؟

الجواب:

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على محمد وعلى آله وأصحابه وإخوانه إلى يوم الدين، أمّا بعد:

ففي مذهب الحنابلة يجوز الاكتفاء بذبيحة واحدة عملا بالقياس، قياسا على اجتماع يوم عيد مع يوم جمعة (١- انظر الإنصاف للمرداوي: (4/101))

واكتفاء بغسل واحدٍ لأحدهما ولكن الظاهر أنّه لا يجوز أن يقوم الذبح الواحد عنهما، لأنّهما قربتان مختلفتان لا تجتمعان بفعل واحد إلاّ إذا جاء دليل، ولا دليل على ذلك لقوله صلى الله عليه وآله وسلم: » إنّما الأعمال بالنيات وإنّما لكلّ امرئ ما نوى» (٢- متفق على صحته ، أخرجه البخاري (1/ 9، 135 ) ومسلم (13/53) وأصحاب السنن الأربعة من حديث عمر بن الخطاب رضي الله عنه)

ولا شك أنّ مقابلة الجمع الذي هو “الأعمال” للجمع الآخر الذي هو “النيات”، يقتضي القسمة آحادا أي لكلّ عمل نية، هذا هو الأصل ولا يُخرج عن هذا الأصل إلاّ إذا وجد دليل(٣- انظر مسألة” تشريك قربتين بعمل واحد” في العدد : (4/54) من رسالتي : ” محاسن العبارة في تجلية مقفلات الطهارة “) والقياس في التعبدات لايصلح دليلا.

والله أعلم وآخر دعوانا أن الحمد لله ربّ العالمين وصلّى الله على محمّـد وعلى آله وصحبه والتابعين لهم بإحسان إلى يوم الدين، وسلم تسليما.


١- انظر الإنصاف للمرداوي: (4/101).

٢ - متفق على صحته، أخرجه البخاري: (1/9، 35) ومسلم: (13/53) وأصحاب السنن الأربعة من حديث عمر بن الخطاب رضي الله عنه.

٣ - انظر مسألة « تشريك قربتين بعمل واحد» في العدد: (4/54) من رسالتي: « محاسن العبارة في تجلية مقفلات الطهارة».

Hati Berpenyakit, Apakah Gerangan Obatnya?

Urgensi dan Kedudukan Hati Bagi Seorang Muslim
Sesungguhnya topik yang berkaitan dengan hati merupakan perkara yang sangat penting, dinamakan hati (al-qolbu) karena proses perubahannya yang sedemikian cepat. Rosululloh bersabda:
إِنَّمَا سُمِّيَ الْقَلْبُ مِنْ تَقَلُّبِهِ.
“Dinamakan hati (al-qolbu) karena cepatnya berubah.” (HR. Ahmad)

Di tempat yang lain Rosululloh bersabda:
مَثَلُ الْقَلْبِ كَمَثَلِ رِيْشَةٍ بِأَرْضٍ فَلَاةٍ تَقْلِبُهَا الرِّيْحُ ظَهْرَا لْبَاطِنِ.
“Perumpamaan hati adalah seperti sebuah bulu di tanah lapang yang diubah oleh hembusan angin dalam keadaan terbalik.” (HR. Ibnu Abi Ashim)

Sungguhpun begitu, Alloh Maha Besar, Dia mampu mengubah dan menguasai hati-hati manusia sebagaimana sabda Rosululloh :
إِنَّ قُلُوْبَ بَنِيْ آدَمَ كُلُّهَا بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمٰنِ لِقَلْبٍ وَاحِدٍ يَصْرِفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ.
“Sesungguhnya hati-hati anak Adam berada di antara dua jari-jari Alloh layaknya satu hati, Dia mengubah menurut kehendak-Nya.” (HR. Muslim)

Kemudian Rosululloh melanjutkan sabda beliau:
اَللّٰهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوْبِ صَرِّفْ قُلُوْبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ.
“Ya Alloh, Dzat yang membolak-balikkan hati, condongkanlah hati kami untuk selalu taat kepada-Mu.” (HR. Muslim)

Bahwa keselamatan dan kesengsaraan hamba, keberhasilan atau kegagalannya bahkan masuknya ke dalam surga atau neraka, berhubungan erat dengan baik atau tidaknya hati, sehat atau sakitnya hati, dalam hal ini Alloh berfirman:

Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. asy-Syams [91]: 9–10)

Kemudian Rosululloh bersabda:
اَلَا إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلُحَتْ صَلُحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ اَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ.
“Ketahuilah, sesungguhnya pada setiap jasad ada sekerat daging, apabila dia baik maka baik seluruh anggota jasad, apabila dia jelek maka jelek semua anggota jasad, ketahuilah dialah hati.” (HR. Bukhori)

Diagnosa Penyakit Hati

Berikut ini kita akan sebutkan beberapa perbuatan yang bisa kita jadikan indikasi untuk mendiagnosa terjadinya rusaknya hati atau penyakit-penyakit hati:
1. Melakukan kedurhakaan dan dosa
Di antara manusia ada yang melakukan kedurhakaan terus-menerus dalam satu jenis perbuatan. Ada pula yang melakukan dalam beberapa jenis bahkan semuanya dilakukan dengan terang-terangan, padahal Rosululloh bersabda:
كُلُّ أُمَّةٍ مُعَافَى إِلَّا الْـمُجَاهِرِيْنَ.
“Setiap umatku akan terampuni kecuali mereka yang melakukan kedurhakaan secara terang- terangan.” (HR. Bukhori)

2. Merasakan adanya kekasaran dan kekakuan hati, seakan-akan batu keras yang tidak bisa dipengaruhi oleh sesuatu pun.
Alloh berfirman:

Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi…. (QS. al-Baqoroh [2]: 74)

3. Tidak tekun dalam beribadah, tidak memperhatikan dengan seksama setiap ucapan atau perbuatan yang dilakukannya dalam beribadah baik dalam sholat, dalam berdo’a, dan yang lainnya.
Rosululloh bersabda:
لَا يُقْبَلُ دُعَاءٌ مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ.
“Tidaklah diterima do’a dari hati yang lalai dan tidak ada kesungguhan.” (HR. Tirmidzi)

4. Malas dalam melaksanakan ketaatan dan peribadahan, kalaupun beribadah maka dilakukan hanya sekedar ibadah yang kosong dari makna dan tidak ada ruh di dalamnya.
Sebagaimana yang disebutkan oleh Alloh:

… dan apabila berdiri untuk sholat mereka berdiri dengan malas…. (QS. an-Nisa’ [4]: 142)

Masuk dalam kategori ini ialah perbuatan–perbuatan yang tidak dilakukan dengan mempedulikan nilai dari perbuatan tersebut atau meremehkan waktu-waktu yang tepat untuk melakukannya. Misalnya, melakukan sholat-sholat di akhir waktu, atau menunda-nunda haji padahal sudah ada padanya kemampuan untuk melaksanakan.

5. Perasaan gelisah dan susah hanya karena adanya masalah-masalah yang remeh yang didapatinya
Rosululloh mendefinisikan keimanan adalah:
اَلْإِيْمَانُ: اَلصَّبْرُ وَالسَّمَاحَةُ.
“Iman itu adalah kesabaran dan kelapangan di dada (tidak gampang gelisah).”

6. Tidak tersentuh oleh kandungan ayat-ayat al-Qur’an yang dibacanya, tidak pula oleh janji, ancaman, perintah, larangan, dan lain-lain

7. Lalai dalam berdzikir dan tidak berdo’a kepada Alloh.

Alloh berfirman (ketika menyifati orang-orang munafik:

… dan tidaklah mereka menyebut Alloh kecuali sedikit sekali. (QS. an-Nisa’ [4]: 142)

8. Tidak ada perasaan marah jika ada pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan Alloh.
Bara ghiroh dalam hati telah padam, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, tidak pula mencegah dari yang mungkar. Pada puncaknya, dia tidak mengetahui yang ma’ruf dan tidak mengetahui yang mungkar. Segala urusan dianggap sama.

9. Gila kehormatan dan publikasi/popularitas
Termasuk di dalamnya, gila terhadap kedudukan ingin tampil sebagai pemimpin yang menonjol dan tidak dibarengi dengan kemampuan yang semestinya.
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ.
“Sesunguhnya kamu sekalian akan berhasrat mendapatkan kepemiminan dan hal ini akan menjadi penyesalan pada hari kiamat.” (HR. Bukhori)

10. Bakhil dan kikir terhadap harta yang dimilikinya
Alloh memuji orang-orang Anshor dengan firman-Nya:

… dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. al-Hasyr [59]: 9)

Rosululloh bahkan bersabda :
لَا يَجْتَمِعُ الشُّحُّ وَ الْإِيْمَانُ فِيْ قَلْبِ عَبْدٍ أَبَدًا.
“Tidaklah berkumpul pada hati seorang hamba selama-lamanya sifat kikir dan keimanan.” (HR. Nasai)

11. Suka mengatakan apa yang tidak dilakukan
Padahal penyakit ini yang menjadikan binasanya umat terdahulu. Alloh berfirman:

Wahai orang-orang yang beriman, mengapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Alloh bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. ash-Shof [61]: 2–3)

12. Senang dan gembira di atas penderitaan saudara-saudaranya sesama muslim yang mengalami kegagalan, merugi, atau mendapatkan musibah

13. Hanya pandai menilai kadar dosa yang dilakukannya dan tidak kepada siapa dosa itu dilakukan

14. Tidak peduli terhadap penderitaan kaum muslimin
Padahal Rosululloh bersabda:
الْـمُؤْمِنُ مِنْ أَهْلِ الْإِيْمَانِ بِمَنْزِلَةِ الرَّأْسِ مِنَ الْجَسَدِ، يَأْلَمُ الْـمُؤْمِنُ لِأَهْلِ الْإِيْمَانِ كَمَا يَأْلَمُ الْجَسَدُ لِـمَا فِي الرَّأْسِ.
“Sesungguhnya seorang mu’min terhadap mu’min yang lain laksana kepala dari sebagian badan. Orang mu’min akan menderita karena orang-orang mu’min yang lain sebagaimana badan ikut menderita karena keadaan di kepala.” (HR. Ahmad)

15. Gampang memutuskan tali persaudaraan, tidak merasa tergugah tanggung jawabnya untuk beramal demi kepentingan kaum muslimin

16. Suka berbantah-bantahan dan berdebat yang justru membuat hati keras dan kaku
Rosululloh bersabda:
مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلَّا أُوْتُوا الْجَدَلَ.
“Tidaklah segolongan orang menjadi tersesat sesudah ada petunjuk kecuali jika mereka suka berbantah-bantahan.” (HR. Ahmad)

17. Sibuk dalam perkara keduniaan semata

18. Berlebih-lebihan dalam masalah makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain-lain
Rosululloh bersabda:
إِيَّاكَ وَالتَّنَعُّمُ فَإِنَّ عِبَادَ اللّٰـهِ لَيْسُوْا بِالْـمُتَنَعِّمِيْنَ.
“Jauhilah berlebih-lebihan, karena hamba-hamba Alloh bukanlah orang-orang yang hidup berlebih-lebihan.” (HR. Abu Nu’aim)

19. dan lain-lain

Terapi Penyembuhan
Itulah beberapa fenomena dari hati yang berpenyakit. Selanjutnya kita berusaha untuk mencari terapi dari penyakit-penyakit di atas.
Rosululloh menggambarkan dalam salah satu sabda beliau bahwa keimanan seorang hamba diibaratkan sebagai pakaian yang dibutuhkan untuk diperbaharui setiap saat. Di tempat yang lain, beliau menggambarkan keimanan adalah ibarat menatap bulan, terkadang bercahaya terkadang gelap, manakala bulan tersebut tertutup oleh awan maka hilanglah sinar dari rembulan tersebut, ketika gumpalan-gumpalan awan menghilang maka nampak kembali cahaya bulan tersebut.
Kemudian, yang terpenting bagi seseorang ketika dia berusaha mengobati penyakit hatinya maka dia harus meyakini terlebih dahulu bahwa keimanan seseorang terkadang bertambah terkadang berkurang sebagaimana firman Alloh :

… supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)…. (QS. al-Fath [48]: 4)

Juga sebagaimana sabda Nabi :
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذٰلِكَ أَضْعَفُ الْإِيْمَانِ.
“Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran hendaklah dia mengubah dengan tangannya, jika dia tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan yang demikian adalah selemah-lemah iman.” (HR. Bukhori)

Sebelum melangkah lebih jauh dalam mengupas penyembuhan dari penyakit-penyakit hati tersebut, ada baiknya kita sampaikan bahwa tidak sedikit orang mencari penyembuhan secara eksternal; dengan cara itu mereka berharap bersandar kepada orang lain, padahal dia sendirilah yang mampu untuk mencari penyembuhan bagi dirinya.

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan seorang muslim sebagai upaya penyembuhan penyakit hati yang dideritanya:
1. Membaca dan menyimak al-Qur’an
Alloh telah memastikan bahwa al-Qur’an adalah penawar dari penyakit, penerang dan cahaya bagi hamba Alloh yang dikehendaki-Nya. Firman Alloh :

Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rohmat bagi orang-orang yang beriman…. (QS. al-Isro’ [17: 82)

2. Merasakan keagungan Alloh
Di samping itu, seorang muslim juga harus mengetahui Nama-nama dan Sifat-sifat Alloh serta memikirkan makna-maknanya. Banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah yang mengungkap tentang keagungan Alloh. Jika seorang muslim memperhatikan nash-nash tersebut, niscaya akan bergetar hatinya dan jiwanya akan tunduk kepada Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui sebagaimana firman Alloh :

Dan pada sisi Alloh-lah kunci-kunci semua yang ghoib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. al-An’am [6]: 59)

3. Mencari dan mempelajari ilmu agama
Yaitu ilmu yang bisa menghasilkan rasa takut kepada Alloh dan menambah nilai keimanannya. Tidak akan sama keadaan orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui.

4. Banyak berdzikir kepada Alloh
Dengan berdzikir kepada Alloh keimanan bertambah, rohmat Alloh datang, hati tenteram, para malaikat datang mengelilingi mereka, dosa-dosa mereka terampuni. Rosululloh bersabda:
“Demi Dzat yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, andaikata kamu tetap seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam berdzikir, tentu para malaikat akan menyalami kamu di atas tempat tidurmu dan tatkala dalam perjalanan.” (HR. Muslim)

5. Memperbanyak amal sholih
Dengan beberapa bentuk, di antaranya:
• Sesegera mungkin melaksanakan amal sholih
• Melaksanakan amal sholih secara terus-menerus
• Tidak gampang bosan dan capai dalam melaksanakannya
• Mengulang beberapa amal sholih yang terlupakan
• Senantiasa berharap apa yang dilakukannya diterima oleh Alloh

6. Banyak melakukan berbagai macam ibadah
Di antara rohmat Alloh ialah dengan diberikan-Nya beberapa macam peribadatan, sebagiannya berbentuk fisik seperti sholat, sebagiannya berbentuk materi seperti zakat, sebagiannya berbentuk lisan seperti dzikir dan do’a. Bahkan satu jenis ibadah bisa dibagi kepada wajib, sunnah, dan anjuran. Yang wajib pun terkadang terbagi kepada beberapa bagian. Berbagai jenis ibadah ini memungkinkan untuk dijadikan sebagai penyembuh dari penyakit hati atau lemahnya keimanan.

7. Takut meninggal dunia dalam keadaan su’ul khotimah
Rasa takut seperti ini dapat mendorong seorang muslim untuk taat dan selalu memperbarui keimanannya.

8. Banyak mengingat mati
Rosululloh bersabda:
أَكْثِرُوْا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَاتِ يَعْنِيْ الْـمَوْتَ.
“Perbanyaklah mengingat penebas segala kelezatan, yakni kematian.” (HR. Tirmidzi)
Di antara cara yang efektif untuk mengingatkan seseorang terhadap kematian ialah dengan berziarah kubur, mengunjungi orang sakit, mengiringkan jenazah, dan lain-lain.

9. Selalu ingat hari akhir
Masuk di dalamnya berbagai kejadian-kejadian di hari kiamat seperti hari kebangkitan, berkumpul di padang mahsyar, hisab, pahala, timbangan, jembatan, qishosh, syafa’at, tempat tinggal yang abadi yaitu surga dengan segala kenikmatannya dan neraka dengan segala kepedihannya.

10. Berinteraksi dengan firman-firman Alloh yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa alam

11. Bermunajat kepada Alloh dan pasrah kepada-Nya
Rosululloh bersabda:
أَقْرَبُ مَا يَكُوْنُ الْعَبْدُ مِنْ رَبِّهِ وَهُوَ سَاجِدٌ فَأَكْثَرُوا الدُّعَاءَ.
“Saat seseorang paling dekat kepada Alloh ialah tatkala dia melakukan sujud, maka perbanyaklah do’a.”

12. Tidak berangan-angan yang terlalu muluk dalam perkara keduniaan

13. Memikirkan kehinaan duniawi
Rosululloh bersabda:
إِنَّ مَطْعَمَ ابْنِ آدَمَ قَدْ ضُرِبَ لِدُنْيَا مَثَلًا، فَانْظُرْ مَا يَخْرُجُ مِنْ ابْنِ آدَمَ وَإِنَّ فَزْحَهُ وَمِلْحَهُ قَدْ عُلِمَ إِلَى مَا يَصِيْرُ.
“Sesungguhnya makanan anak Adam bisa dijadikan sebagai perumpamaan dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak Adam, sesungguhnya apa yang dimakannya sudah bisa diketahui akan menjadi apakah dia.” (HR. Thobroni)

14. Mengagungkan hal-hal yang mulia di sisi Alloh
Termasuk di dalamnya mengagungkan tempat-tempat suci, tidak menganggap kecil dosa-dosa.

15. Banyak melakukan ibadah-ibadah hati
Seperti cinta kepada Alloh, berharap kepada-Nya, berbaik sangka dan bertawakkal kepada-Nya, ridho terhadap qodho-Nya, bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Nya, dan sebagainya.

16. Banyak menghisab diri sendiri
Alloh berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)…. (QS. al-Hasyr [59]: 18)

17. Puncak dari semua yang tersebut di atas adalah berdo’a agar Alloh selalu menjaga keimanannya

Ya Alloh, kami memohon dengan Asma’ (Nama-nama) dan Sifat-sifat-Mu yang Tinggi agar Engkau berkenan memperbarui iman di dalam hati kami dan keluarga kami. Ya Alloh, jadikanlah iman sebagai kunci dan hiasan di hati kami, jadikanlah kami benci terhadap kekufuran, jadikan kami termasuk orang yang mendapat petunjuk. Amiin.

Kajian Ilmiah: KAIDAH SEPUTAR TAHDZIR”

Hadirilah Pengajian Islam Ilmiah (Muhadhoroh) untuk umum, dengan tema :

” Kaidah Seputar TAHDZIR “

Pemateri : Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi (*)

Waktu : hari Sabtu 29 November 2008 mulai jam 9.00 - selesai

Tempat : Masjid Al-I’tisham, Jalan Sudirman - Dukuh Atas, Jakarta (Belakang Bank Muamalat/ Hotel Shangri-La)

Informasi : Abu Bakar 02192812630 Agung 0811916896

*** Ajaklah keluarga, saudara, teman, tetangga anda… untuk lebih mengenal Islam dengan baik dan benar ***

an. Panitia Pengajian AhlusSunnah wal Jama’ah Masjid Al-I’tisham Jakarta

(*) Al-Ustadz Dzulqarnain bin Muhammad Sunusi, adalah Pengasuh Ma’had As Sunnah Makassar, beliau adalah salah satu da’i pemberi nasehat kepada jalan kebenaran, guru-guru beliau antara lain Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i, Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali, Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi, Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali, dan Syaikh Shalih bin ‘Abdillah bin Fauzan Al Fauzan.

sumber: http://darussalaf.org/stories.php?id=1321

JANGAN GAMPANG MEMVONIS MATI SYAHID (SOROTAN TERHADAP EKSEKUSI ARMOZI cs -ghofarollahu lahum-)

Oleh Al Ustadz Qomar ZA, Lc.

Eksekusi ‘Syahid’?

Pelaksanaan eksekusi pada hari Ahad dini hari tanggal 9 November 2008 M atas tiga aktor bom Bali I, Imam Samudra, Amrozi dan Mukhlas, mengundang perhatian banyak kalangan dari seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya nasional bahkan internasional. Hal inilah yang mengundang mereka berkomentar, baik atas pelaksanaan eksekusi tersebut maupun atas kematian mereka dengan eksekusi itu, kontroversipun terjadi, sebagian pihak menyanjung mereka, sebagian pihak membenarkan hukuman eksekusi tersebut, sementara yang lain menentangnya. Kontroversi semacam ini terjadi karena masing-masing menilai dari sudut pandang yang berbeda, sehingga wajar saja kalau mereka berselisih pendapat, karena dasar berpendapatnya saja berbeda.

Sayang, tak sedikit dari umat Islam dengan status sosial yang berbeda-beda, turut pula ramai-ramai ikut andil berkomentar dalam peristiwa ini. Mereka tidak memandangnya dari sudut pandang ajaran Islam yang murni, bahkan cenderung menggunakan perasaan, apakah dengan perasaan kasihan, atau sebaliknya semata-mata dengan perasaan benci dan marah, sehingga muncullah hasil yang berbeda karena berlandaskan perasaan yang berbeda. Sebagian lagi membubui penilaiannya dengan pengetahuan tentang ajaran Islam yang minim dan yang sudah tercampur dengan gaya berpikirnya para korban eksekusi, sehingga tak segan-segan memastikan mereka sebagai syahid, pahlawan, pasti senang di surga, di sorga dibawa oleh burung hijau, disambut para bidadari dan pujian-pujian semacam itu.

Tak pelak lagi, kejadian-kejadian paska pelaksanaan sampai pada penguburan-pun dikait-kaitan dengan vonis ‘kebahagiaan’ di atas, ada yang bilang bahwa jenazahnya wangi, mukanya tersenyum, cuaca mendadak menjadi mendung, disambut burung belibis hitam - yang diartikan bidadari menjelang penguburan pertanda jenazah mereka diterima Allah - dan hal-hal semacam itu. Bahkan lebih parah, sebelum pelaksanaan eksekusi pun sudah dikomentari bahwa mereka bakal dapat bidadari. Subhanallah…

Sekilas saya membaca komentar-komentar semacam itu, membuat saya terpanggil untuk menulis makalah ini, tak lain tujuannya adalah untuk berupaya meluruskan cara berpikir kaum muslimin sehingga tidak bermudah-mudahan untuk mengeluarkan vonis positif atau negatif, terlebih dalam urusan semacam ini yang lebih sarat dengan urusan ghaib, urusan akhirat yang hanya di sisi Allah Ta’ala sajalah pengetahuannya.

Ya, tak sedikit mereka yang telah menjadi korban ‘komentar tanpa ilmu’, sehingga jangan dianggap angin lalu. Semua ucapan yang kita ucapkan dicatat oleh para malaikat dan menjadi dokumen pribadi kita, untuk kemudian akan kita pertanggung jawabkan di sisi Allah Ta’ala kelak.
مَا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir [Qoof:18]

Perlu dicamkan, bahwa urusan nasib seseorang di akhirat itu bukan urusan kita, bahkan itu urusan ghaib yang hanya Allah Yang Maha Tahu yang memiliki pengetahuan tentangnya. Sehingga seseorang yang mengatakan bahwa mereka itu syahid, berarti ia – tanpa ilmu - telah menvonisnya pasti masuk ke dalam surga, ya, pasti tanpa ilmu, karena hanya Allah Ta’ala sajalah yang mengetahui nasib mereka dia akhirat kelak.

Wahai kaum muslimin, kita mesti mengingat firman Allah Ta’ala:
وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَاْلأَبْصَارَ وَاْلأَفْئِدَةَ كَلٌّ أُولَئِكَ كَانَ مَسْئُوْلاً
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. [Al-Isra’:36]

Janganlah karena dorongan emosional, lalu kita berbicara tanpa ilmu yang berakibat mencelakakan kita sendiri.

Dahulu di zaman Nabi sempat muncul beberapa kejadian yang membuat sebagian sahabat mengeluarkan vonis kebahagiaan di akhirat kepada beberapa sahabat yang lain, namun dengan segera Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menampik persaksian mereka itu, karena hal semacam ini tidak ada yang tahu termasuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kalaulah tanpa berita wahyu dari langit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan mengetahui.

Suatu ketika seorang sahabat mulia Utsman bin Madz’un meninggal dunia, segeralah seorang wanita mempersaksikan baginya kemuliaan di Akhirat, namun dengan segera Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menukas persaksiannya. Kisah berharga tersebut termaktub dalam kitab Shahih Al-Bukhari, bahwa seorang wanita bernama Umul ‘Ala, wanita Anshor yang pernah berbaiat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkisah bahwa saat itu dibagikan undian orang-orang muhajirin, maka kami mendapatkan bagian Utsman bin Madz’un sehingga kami menempatkannya di rumah kami, tapi ia dirundung sakitnya yang menyebabkan kematiannya, maka ketika beliau wafat dan dimandikan lalu dikafani dengan kain kafannya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk, aku-pun mengatakan,
رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْكَ أَبَا السَّائِبِ فَشَهَادَتِي عَلَيْكَ لقد أَكْرَمَكَ الله
“Rahmat Allah atas dirimu wahai Abu Saib (Utsman bin Madz’un), persaksianku terhadap dirimu bahwa Allah telah memuliakan dirimu”, maka serta merta Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وما يُدْرِيكِ أَنَّ اللَّهَ أَكْرَمَهُ فقلت بِأَبِي أنت يا رَسُولَ اللَّهِ فَمَنْ يُكْرِمُهُ الله فقال أَمَّا هو فَقَدْ جَاءَهُ الْيَقِينُ والله إني لَأَرْجُو له الْخَيْرَ والله ما أَدْرِي وأنا رسول اللَّهِ ما يُفْعَلُ بِي قالت فَوَاللَّهِ لَا أُزَكِّي أَحَدًا بَعْدَهُ أَبَدًا
“Darimana kamu tahu bahwa Allah telah memuliakannya”. Akupun mengatakan, ”Ayahku sebagai tebusanmu Wahai Rasulullah, lalu siapa yang Allah muliakan?” Rasulullah menjawab: ”Adapun dia maka telah datang kematiannya, demi Allah aku benar-benar berharap untuknya kebaikan, demi Allah saya sendiri tidak tahu -padahal aku ini adalah utusan Allah- apa yang nantinya akan diperlakukan terhadap diriku”. Umul ‘Ala mengatakan: Demi Allah aku tidak lagi memberikan tazkiyah (persaksian baik) setelah itu selama-lamanya.

Coba renungi kisah ini, siapakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, siapakah Utsman bin Madz’un dan siapakah Umul ‘Ala.

Adapun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sudah jelas bagi kita siapakah beliau, adapun Utsman bin Madz’un maka beliau termasuk orang–orang yang pertama masuk Islam (as-sabiqunal awwalun) Ibnu Ishaq menyebutkan bahwa beliau adalah orang yang ke 14 dalam masuk Islam, beliau ikut hijrah ke Habasyah (Ethiopia) bersama anaknya, beliau termasuk pasukan perang Badar. Demikian biografinya sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar dalam kitab al-Ishabah. Ummu ‘Ala sendiri adalah Shahabiyyah (sahabat wanita) yang mulia periwayat hadits Nabi, dan salah seorang wanita yang berbai’at kepada Nabi, siap untuk tunduk patuh kepada titahnya.

Marilah kita renungkan, seorang wanita mulia bersaksi atas kebahagiaan seorang lelaki yang hidupnya penuh dengan perjuangan besar, namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghentikan persaksiannya, lebih daripada itu, beliau tegaskan bahwa beliau sendiri sebagai seorang Rasul tidak mengetahui nasib dirinya.
Sementara di waktu lain, Aisyah radhiyallahu ‘anha juga pernah bersaksi atas kebahagiaan di akhirat untuk seorang anak kecil yang meninggal dunia. Diriwayatkan sbb :
عن عَائِشَةَ أُمِّ الْمُؤْمِنِينَ قالت دُعِيَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إلى جَنَازَةِ صَبِيٍّ من الْأَنْصَارِ فقلت يا رَسُولَ اللَّهِ طُوبَى لِهَذَا عُصْفُورٌ من عَصَافِيرِ الْجَنَّةِ لم يَعْمَلْ السُّوءَ ولم يُدْرِكْهُ قال أَوَ غير ذلك يا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ خَلَقَ لِلْجَنَّةِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لها وَهُمْ في أَصْلَابِ آبَائِهِمْ وَخَلَقَ لِلنَّارِ أَهْلًا خَلَقَهُمْ لها وَهُمْ في أَصْلَابِ آبَائِهِمْ
Dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata bahwa Rasulullah pernah diminta untuk menyolati jenazah seorang anak dari Al-Anshor, maka aku katakan: ”Wahai Rasulullah beruntung anak ini, (ia menjadi seekor) burung ushfur dari burung-burung ushfur di dalam Surga, ia belum berbuat kejelekan sama sekali dan belum menjumpainya. ” Nabi menjawab: ”Atau (bahkan) selain itu, wahai Aisyah, sesungguhnya Allah menciptakan untuk surga penghuninya, Allah ciptakan mereka untuk surga sejak mereka berada pada tulang sulbi ayah-ayah mereka, dan Allah menciptakan untuk neraka penghuninya Allah menciptakan mereka sejak mereka dalam tulang sulbi ayah-ayah mereka. ” [Shahih HR Muslim]

Ya, seorang bocah yang masih suci belum melakukan kejelekan dan belum menjumpainya sebagaimana tutur Aisyah, dan ia adalah seorang anak sahabat Anshor sehingga ‘Aisyah-pun bersaksi atas kebahagiaannya. Ternyata Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap menegur ‘Aisyah atas persaksiannya, mengapa? Sebagian ulama mengatakan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri waktu itu belum tahu tentang nasib anak-anak muslim itu. Ulama yang lain mengatakan –atas dasar bahwa anak muslim nantinya bakal di surga dan itu telah disepakati ulama– bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin melarang ‘Aisyah untuk terburu-buru memastikan sesuatu tanpa ada dalil yang pasti. Hal itu karena ini adalah urusan ghaib, urusan akhirat yang hanya di Tangan Allah dan manusia tidak tahu-menahu tentangnya.

Bahkan dalam kejadian lain, di sebuah perjalanan peperangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beberapa sahabat sempat memvonis surga bagi seseorang yang mati di sela-sela perjalanan itu, diriwayatkan,
عن أبي هُرَيْرَةَ قال خَرَجْنَا مع النبي صلى الله عليه وسلم إلى خَيْبَرَ فَفَتَحَ الله عَلَيْنَا فلم نَغْنَمْ ذَهَبًا ولا وَرِقًا غَنِمْنَا الْمَتَاعَ وَالطَّعَامَ وَالثِّيَابَ ثُمَّ انْطَلَقْنَا إلى الْوَادِي وَمَعَ رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَبْدٌ له وَهَبَهُ له رَجُلٌ من جُذَامَ يُدْعَى رِفَاعَةَ بن زَيْدٍ من بَنِي الضُّبَيْبِ فلما نَزَلْنَا الْوَادِي قام عبد رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَحُلُّ رَحْلَهُ فَرُمِيَ بِسَهْمٍ فَكَانَ فيه حَتْفُهُ فَقُلْنَا هَنِيئًا له الشَّهَادَةُ يا رَسُولَ اللَّهِ قال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم كَلَّا وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بيده إِنَّ الشَّمْلَةَ لَتَلْتَهِبُ عليه نَارًا أَخَذَهَا من الْغَنَائِمِ يوم خَيْبَرَ لم تُصِبْهَا الْمَقَاسِمُ قال فَفَزِعَ الناس فَجَاءَ رَجُلٌ بِشِرَاكٍ أو شِرَاكَيْنِ فقال يا رَسُولَ اللَّهِ أَصَبْتُ يوم خَيْبَرَ فقال رسول اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شِرَاكٌ من نَارٍ أو شِرَاكَانِ من نَارٍ
Dari Abu Hurairah ia berkata: Kami keluar bersama Nabi menuju ke Khaibar, maka Allah memenangkan kami, dan kami tidak mendapat rampasan perang berupa emas, ataupun perak, tapi kami mendapatkan rampasan berupa barang-barang, makanan dan pakaian. Lalu kami beranjak ke sebuah lembah, dan bersama Rasulullah seorang budak, beliau diberi oleh seorang dari bani Judzam, panggilannya Rifa’ah bin Zaid dari bani Dhobib, maka ketika kami singgah di lembah itu budak tersebut bangkit untuk melepaskan bawaan tunggangannya, ternyata dia dilempar panah sehingga itu menjadi sebab kematiannya, kamipun mengatakan: “Berbahagialah dia dengan pahala syahid, wahai Rasulullah.” Rasulullah mengatakan: “Sekali-kali tidak, demi yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, sesungguhnya kainnya akan menyalakan api padanya, ia mengambilnya dari rampasan perang pada perang Khaibar dan belum dibagi.” Abu Hurairah berkata: ”Maka orang-orang sangat takut sehingga ada seorang yang menyerahkan satu tali sandal atau dua tali sandal dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, kami mendapatkannya pada perang Khaibar,” maka Rasulullah bersabda: “Satu atau dua tali sandal dari neraka.”. ”
Para sahabat mempersaksikan kesyahidan untuk budak tersebut, budak yang membantu Nabi, berjuang bersama beliau, meninggal dalam perjalanan perang yang tentu semuanya itu sebenarnya adalah jihad fi sabilillah. Namun dengan tegas Nabi membantah persaksian mereka, bahkan diiringi dengan sumpah dengan nama Allah, dan bahwa pelanggarannya berupa mencuri selembar kain sebelum dibagi-bagikan menghalanginya untuk mendapatkan kemuliaan syahid, ya, hanya karena selembar kain yang dia curi…
Yang lebih membuat tercengang para sahabat adalah peristiwa lain dimana Nabi bersaksi neraka terhadap seseorang yang berjuang keras dalam berjihad. Imam Al-Bukhari meriwayatkan,
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ - رضى الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - الْتَقَى هُوَ وَالْمُشْرِكُونَ فَاقْتَتَلُوا ، فَلَمَّا مَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - إِلَى عَسْكَرِهِ ، وَمَالَ الآخَرُونَ إِلَى عَسْكَرِهِمْ ، وَفِى أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - رَجُلٌ لاَ يَدَعُ لَهُمْ شَاذَّةً وَلاَ فَاذَّةً إِلاَّ اتَّبَعَهَا يَضْرِبُهَا بِسَيْفِهِ ، فَقَالَ مَا أَجْزَأَ مِنَّا الْيَوْمَ أَحَدٌ كَمَا أَجْزَأَ فُلاَنٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « أَمَا إِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ » (( وفي رواية فقالوا أينا من أهل الجنة إن كان هذا من أهل النار )) فقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ أَنَا صَاحِبُهُ . قَالَ فَخَرَجَ مَعَهُ كُلَّمَا وَقَفَ وَقَفَ مَعَهُ ، وَإِذَا أَسْرَعَ أَسْرَعَ مَعَهُ قَالَ فَجُرِحَ الرَّجُلُ جُرْحًا شَدِيدًا ، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ بِالأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ، ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَى سَيْفِهِ ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَقَالَ أَشْهَدُ أَنَّكَ رَسُولُ اللَّهِ . قَالَ « وَمَا ذَاكَ » . قَالَ الرَّجُلُ الَّذِى ذَكَرْتَ آنِفًا أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، فَأَعْظَمَ النَّاسُ ذَلِكَ . فَقُلْتُ أَنَا لَكُمْ بِهِ . فَخَرَجْتُ فِى طَلَبِهِ ، ثُمَّ جُرِحَ جُرْحًا شَدِيدًا ، فَاسْتَعْجَلَ الْمَوْتَ ، فَوَضَعَ نَصْلَ سَيْفِهِ فِى الأَرْضِ وَذُبَابَهُ بَيْنَ ثَدْيَيْهِ ، ثُمَّ تَحَامَلَ عَلَيْهِ ، فَقَتَلَ نَفْسَهُ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - عِنْدَ ذَلِكَ « إِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ ، وَهْوَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ فِيمَا يَبْدُو لِلنَّاسِ ، وَهْوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ
Dari Sahl bin Sa’ad ia mengatakan: Bahwa Rasulullah bertemu dengan orang-orang musyrik sehingga mereka saling menyerang, maka tatkala Rasulullah menuju ke kampnya, dan yang lain juga menuju ke kamp mereka, sementara di antara para sahabat Nabi ada seseorang yang tidak membiarkan seorangpun (dari musyrikin-pent) yang lepas dari regunya kecuali dia kejar dan dia tebas dengan pedangnya. Akhirnya para sahabat mengatakan: “Tidaklah seorangpun dari kita pada hari ini mencukupi seperti yang dicukupi Fulan itu.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan: “Sesungguhnya dia termasuk penduduk Neraka” (dalam sebuah riwayat): Maka para sahabat mengatakan: “Siapa diantara kita menjadi penghuni Al-Jannah, bila dia saja termasuk penghuni An-Nar ?”
Maka seseorang diantara orang-orang mengatakan: Aku akan menguntitnya terus. Iapun keluar bersamanya, setiap kali orang itu berhenti ia ikut berhenti, dan jika dia cepat iapun cepat. Ia berkisah: Lalu orang itu terluka dengan luka yang parah, maka ia ingin segera mati sehingga ia letakkan (gagang) pedangnya di bumi dan ujungnya di antara dua dadanya kemudian dia mengayunkan dirinya di atas pedangnya, sehingga iapun membunuh dirinya. Lalu orang yang menguntitnya itu datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya mengatakan: “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasulullah”. Beliau mengatakan: “Kenapa ?”, Ia menjawab: “Orang yang engkau sebutkan tadi bahwa dia termasuk penghuni Neraka.” Lalu orang-orang tercengang dengan hal itu. Maka aku katakan: “Aku (akan membuktikan) untuk kalian tentangnya. Maka aku keluar menguntitnya sampai ia terluka dengan luka yang parah maka ia ingin cepat mati, akhirnya ia letakkan gagang pedangnya di bumi dan ujungnya di antara dua dadanya, lalu ia ayunkan dirinya di atas pedangnya sehingga iapun membunuh dirinya.“ Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya seseorang benar-benar beramal dengan amalan penghuni Al-Jannah -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Neraka. Dan sungguh seseorang beramal dengan amalan penghuni Neraka -yang nampak bagi manusia- sementara dia termasuk penghuni Al-Jannah.” [Shahih, HR Al-Bukhari dan Muslim]

Sungguh benar-benar mencengangkan, penjuangan yang begitu gigih dalam jihad di jalan Allah, dan membuat kocar-kacir musuh, ternyata perjuangannya menjadi tidak begitu berarti manakala ia melanggar agama, bunuh diri. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegah persaksian mereka, hal itu karena kita sebagai manusia, banyak hal yang terluputkan dari kita, kita tidak mengetahui hal yang tersembunyi, hanyalah Allah yang tahu akhir dari nasib seseorang.

Kiranya kejadian-kejadian di atas menjadi pelajaran penting bagi kita semuanya, para sahabat Nabi yang mulia dengan keilmuan dan keimanan mereka bersaksi atas para sahabat yang lain yang memenuhi hari-hari mereka dengan perjuangan dan pengorbanan, namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu mencegah mereka dari persaksian-persaksian tersebut, kenapa? Sekali lagi ini urusan ghaib yang hanya diketahui oleh Dzat Yang Maha Tahu urusan itu, Allah ‘Azza wa Jalla.

Atas dasar itu, maka menjadi keyakinan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang mereka saling-mewarisi dan mewariskan dari sejak zaman Nabi hingga kini, bahwa kita tidak bisa memastikan seorangpun secara tertentu dari muslimin bahwa dia akan masuk Surga karena sebuah amalan tertentu. Tentu saja, kepastian atas mereka yang kita peroleh informasinya dari wahyu ilahi, semacam Al-‘Asyroh Al-Mubasyraruna bil Jannah ‘, sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira masuk surga’, diantaranya khalifah yang empat, atau yang semacam mereka.

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah yang digelari Imam Ahlussunnah, karena kegigihannya dalam memperjuangkan Aqidah, mengatakan:
لا نشهد على أهل القبلة بعمل يعمله بجنة ولا نار نرجو للصالح ونخاف عليه ونخاف على المسيء المذنب ونرجو له رحمة الله
Dan kami tidak bersaksi atas ahlul qiblah (yakni muslimin) karena sebuah amalan yang dia amalkan bahwa ia pasti masuk surga atau neraka, kami berharap baik bagi seorang yang shaleh tapi kami tetap khawatir padanya, dan kami khawatir terhadap mereka yang berbuat jelek, tapi kami tetap mengharap rahmat Allah padanya. [Ushulus Sunnah]

Imam Ahmad yang merasakan pahit getirnya kejahatan penguasa saat itu, penyiksaan, penjara, intimidasi dalam waktu kurang lebih 3 masa khalifah yaitu Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq, itu semua karena memperjuangkan aqidah, hampir-hampir nyawa melayang karenanya.

Bahkan sudah melayang nyawa sekian ulama yang mendahului beliau saat itu, namun itu tidak membuat beliau larut dalam perasaan yang membawa kepada persaksian yang tidak benar, walaupun kesedihan terasa begitu mendalam dalam sanubari.

Tidak ketinggalan, Al Imam Al-Bukhari dalam kitabnya Shahih Al-Bukhari, yang sebagian ulama menyebutnya sebagai kitab yang paling Shahih setelah Kitabullah, oleh karenanya umat Islam menyambutnya dengan lapang dada, beliau meletakkan sebuah bab berjudul:
باب لاَ يَقُولُ فُلاَنٌ شَهِيدٌ
TIDAK BOLEH SESEORANG MENGATAKAN FULAN SYAHID
Lalu beliau menyebutkan riwayat :
قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - « اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُجَاهِدُ فِى سَبِيلِهِ ، اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَنْ يُكْلَمُ فِى سَبِيلِهِ »
Abu Hurairah berkata dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam: ”Allah lebih tahu siapakah yang (benar-benar) berjihad di jalan-Nya, Allah lebih tahu siapakah yang terluka di jalan-Nya. ”
Ibnu Hajar menerangkan: [Tidak boleh Mengatakan Fulan Syahid] yakni dengan memastikan hal itu kecuali dengan (berita) dari wahyu, seolah-olah beliau (Al-Bukhari) mengisyaratkan kepada hadits Umar bahwa beliau berkhutbah lalu mengatakan: “Kalian katakan dalam peperangan-peperangan kalian ‘fulan syahid’ dan ‘fulan mati syahid’, barangkali dia telah memberatkan kendaraannya, ketahuilah janganlah kalian mengatakan semacam itu akan tetapi katakanlah seperti yang dikatakan Rasulullah: “Barangsiapa yang meninggal atau terbunuh di jalan Allah maka dia syahid”. “ Dan itu hadits hasan Riwayat Ahmad dan Said bin Manshur dan selain keduanya.

Aqidah inipun ditegaskan oleh Ath-Thohawi dalam buku aqidahnya:
ونرجو للمحسنين من المؤمنين ان يعفو عنهم ويدخلهم الجنة برحمته ولا نأمن عليهم ولا نشهد لهم بالجنة ونستغفر لمسيئهم ونخاف عليهم ولا نقنطهم
Kami berharap untuk orang-orang yang berbuat baik dari mukminin untuk Allah ampuni mereka dan memasukkan mereka ke dalam Al-Jannah dengan rahmat-Nya dan kami tidak merasa aman atas mereka serta tidak bersaksi bahwa mereka pasti dapat surga. Kami juga memintakan ampun untuk orang-orang yang berbuat jelek dan kami khawatir atas mereka tapi kami tidak putus asa pada mereka.

Dan begitulah sifat seorang mukmin, ia tidak merasa aman tentram dengan amalnya, karena yakin pasti diterima, bahkan ia selalu merasa khawatir, jangan-jangan amalnya tidak diterima, Aisyah bertanya kepada Rasulullah, wahai Rasulullah ayat :
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan (yakni dari shodaqoh atau yang mereka amalkan dari amal shalih), dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. [Al-Mukminun:60]
“Apakah maksudnya adalah seorang yang berzina dan meminum khamr serta mencuri?“ Rasulullah menjawab: “Tidak wahai putri Ash-Shiddiq, akan tetapi itu adalah seseorang yang berpuasa shalat, bersedekah dan khawatir amalannya tidak diterima.” [HR Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah]

Al-Hasan Al-Bashri mengatakan: “Demi Allah mereka mengamalkan ketaatan serta bersungguh-sungguh padanya tapi mereka juga takut kalau amalnya ditolak, sesungguhnya seorang mukmin menyertakan antara perbuatan baik dan rasa khawatir, sementara seorang munafiq menggabung antara perbuatan jelek dan perasaan tenang.” [Lihat Syarh At-Thahawiyah]

Para pembaca yang saya hormati, jujur saja, apakah yang dilakukan Imam Samudra cs suatu amal kebaikan? Seandainyapun itu suatu amal kebaikan, maka itupun tetap tidak membolehkan kita untuk memastikan bahwa itu diterima, bahkan hanya bisa mengharap, lebih-lebih memastikan syahid dan dapat surga serta bidadarinya. Hal itu sebagaimana penjelasan Allah, Rasul dan para ulama, inilah hukum Islam, jika kita mau menegakkan hukum Islam. Tapi kalau ternyata apa yang dilakukannya adalah suatu amal kejelekan, maka ini dari jenis yang kita khawatirkan, bahkan kekhawatiran besar.

Apa sebenarnya yang mereka lakukan?
Mari kita melihat sejenak, mereka telah menyebabkan lenyapnya nyawa seorang muslim, mereka telah membunuh dan melukai ratusan orang kafir para wisatawan asing, mereka telah menghancurkan gedung, mereka telah mengangkat senjata, muslimin kerepotan menerima tuduhan serupa, dan menimbulkan rasa takut di masyarakat, dan beberapa hal lain dengan alasan jihad.

Saya tidak ingin membahas semuanya, namun saya hanya akan menyoroti beberapa hal, itupun dengan singkat, agar tidak keluar dari maksud tulisan ini.

Pertama, menyebabkan lenyapnya nyawa seorang muslim, nyawa muslim walaupun hanya satu orang, maka itu sangat berharga di sisi Allah Ta’ala. Maka tidak boleh melakukan tindak kejahatan terhadap jiwa muslim dan membunuhnya tanpa alasan/cara yang benar. Barangsiapa yang melakukan hal itu berarti telah melakukan salah satu dosa besar dari dosa-dosa besar, Allah berfirman:
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مُّتَعَمِّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدَّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً
Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya. [An-Nisa:93] dan berfirman:
مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَن قَتَلَ نَفْساً بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعاً وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعاً وَلَقَدْ جَاءتْهُمْ رُسُلُنَا بِالبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيراً مِّنْهُم بَعْدَ ذَلِكَ فِي الأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi.[Al-Maidah:32]

Al-Imam Mujahid (seorang Tabi’in, Ahli Tafsir) mengatakan: (seperti membunuh semua manusia seluruhnya) “dalam hal dosanya”. Ini menunjukkan besarnya masalah membunuh jiwa tanpa cara/alasan yang benar, dan Nabi bersabda:
لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إلا الله وَأَنِّي رسول اللَّهِ إلا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ
“Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tiada ilah yang benar selain Allah dan bahwa aku adalah utusan Allah, kecuali dengan salah satu dari 3 perkara: pezina yang telah menikah, jiwa dengan jiwa, orang yang keluar dari agama meninggalkan jama’ah” [Muttafaqun ‘alaih dari Ibnu Mas’ud].

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ الناس حتى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إلا الله وَأَنَّ مُحَمَّدًا رسول اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فإذا فَعَلُوا ذلك عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إلا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ على اللَّهِ
”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka bersaksi bahwa tiada ilah yang benar melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, bila mereka melakukan hal itu, mereka telah melindungi darah dan hartanya dariku kecuali dengan hak Islam dan perhitungannya nanti diserahkan kepada Allah”. [Muttafaqun’alaih dari hadits ibnu Umar]

Dan dalam sunan Nasa’i dari hadits Abdullah bin ‘Amr dari Nabi shallallahu`alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ على اللَّهِ من قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
”Sungguh lenyapnya dunia bagi Allah lebih ringan dari terbunuhnya seorang muslim”. [Shahih, HR At-Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu majah dan yang lain Shohih At-Targhib:2439]
وَنَظَرَ ابْنُ عُمَرَ يَوْمًا إِلَى الْبَيْتِ فَقَالَ مَا أَعْظَمَكَ وَأَعْظَمَ حُرْمَتَكَ وَلَلْمُؤْمِنُ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ حُرْمَةً مِنْكَ
Dan Abdullah Ibnu Umar suatu hari memandang ke Ka’bah seraya mengatakan:”Betapa agungnya engkau dan betapa agungnya kehormatan engkau, tetapi seorang mukmin lebih besar kehormatannya disisi Allah dari pada engkau” [Shahih lighoirihi, HR At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, Shohih At-Targhib:2441]

Kedua, membunuh jiwa mu’ahad (orang-orang kafir yang memiliki perjanjian damai atau keamanan), diantara mereka adalah para wisatawan asing tersebut

Dari Abdullah bin ‘Amr bn Al-Ash dari Nabi shallallahu`alaihi wa sallam ia bersabda:
من قَتَلَ مُعَاهَدًا لم يَرِحْ رَائِحَةَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا تُوجَدُ من مَسِيرَةِ أَرْبَعِينَ عَامًا
”Barangsiapa yang membunuh Mu’ahad maka ia tidak mendapatkan bau surga padahal baunya dapat dicium dari jarak perjalanan 40 tahun” [HR Al-Bukhori dan Ibnu Majah]

Dan siapa saja yang dimasukkan oleh penguasa muslim dengan perjanjian aman maka jiwa dan hartanya juga terlindungi, tidak boleh menyentuhnya dan barangsiapa yang membunuhnya maka maka dia seperti yang disabdakan Nabi shallallahu`alaihi wa sallam…”tidak akan mendapat bau surga”, dan ini adalah ancaman yang keras bagi orang yang mencoba membunuh orang yang berada dalam perjanjian aman.
Maksudnya siapa saja yang masuk dengan perjanjian aman dari penguasa untuk kepentingan suatu maslahat yang dia pandang, maka tidak boleh mengganggunya atau bertindak jahat terhadapnya, apakah kepada jiwanya atau hartanya.

Ketiga, melakukan kerusakan di muka bumi, dengan menimbulkan ketakutan melalui aksi terornya, Allah berfirman:
إِنَّمَا جَزَاء الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأَرْضِ فَسَاداً أَن يُقَتَّلُواْ أَوْ يُصَلَّبُواْ أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُم مِّنْ خِلافٍ أَوْ يُنفَوْاْ مِنَ الأَرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. [Al-Maidah:33]

Ibnu Katsir mengatakan: kata Muharobah (memerangi) artinya melawan dan menyelisihi dan kata ini tepat diberikan kepada kekafiran atau qoth’u toriiq (penyamun jalanan) serta yang menakut-nakuti manusia dengan kejahatnnya di jalanan, demikian pula kata ‘merusak di bumi’ di berikan kepada berbagai macam kejahatan dan kejelekan. [Tafsir Al-Quran Al-Adhim:2/50]

Demikian pula kesimpulan Asy-Syaukani tentang makna ‘kerusakan di muka bumi’: Dan telah diperselisihkan tentang makna kerusakan di muka bumi dalam ayat ini, apakah itu? maka dikatakan dalam sebuah pendapat bahwa itu ‘syirik’. Dikatakan dalam pendapat lain bahwa itu ‘merampok atau mengganggu dengan kejahatan di jalan’, dan yang tampak dari susunan kalimat Al-Quran bahwa kata itu tepat untuk semua yang dapat disebut sebagai kerusakan di bumi, sehingga syirik adalah kerusakan di bumi, melakukan kejahatan di jalan juga kerusakan di bumi, menumpahkan darah dan merenggut kehormatan dan merampok harta juga kerusakan di muka bumi. Serta berbuat jahat terhadap hamba Allah tanpa alasan yang benar juga kerusakan di bumi, menghancurkan bangunan menebang pepohonan dan juga mengeringkan sungai juga kerusakan di bumi, dengan ini engkau tahu dengan tepat untuk menyebut ini semua sebagai kerusakan di bumi…[Tafsir Fathul Qadir]

Maka dari itu, siapapun yang melakukan kejahatan sebagaimana kriteria dia atas maka ia berhak mendapatkan hukuman yang Allah sebutkan dalam ayat yaitu, dibunuh, atau disalib, atau dipotong tangan dan kakinya secara menyilang atau diasingkan. Hal itu disesuaikan dengan besar kecilnya kejahatan yang dia lakukan setelah dipelajari dan terbukti kejahatannya, hukuman tersebut ditetapkan karena besarnya kejahatan yang dilakukan sehingga Allah menyebutnya sebagai peperangan terhadap Allah dan Rasul terutama bila diantara korbannya adalah muslimin.

Dilihat dari tiga masalah ini saja, maka tampak bahwa apa yang mereka (trio bomber dkk, red) lakukan bukanlah masalah sepele, bahkan merupakan ‘kejahatan kriminal yang amat besar’. Maka hukuman Hirobah-lah yang pantas bagi mereka menurut hukum Islam, seperti yang tersebut dalam surat Al-Maidah di atas, bila mereka konsekuen dengan tuntutan syari’at Islam, maka inilah syariat Islam bagi para pelaku kejahatan semacam ini.

Dari pemaparan setengah singkat di atas, maka sangat keliru, bahkan salah besar, ketika seseorang berani memvonis surga atau syahid untuk mereka dengan amalan tersebut. Dan kesalahan vonis ini bukan hanya untuk mereka, bahkan untuk siapapun, kecuali bila ada wahyu ilahi yang menerangkan kepada kita bahwa seseorang syahid atau pasti masuk surga.

Maka berhati-hatilah, wahai kaum muslimin, untuk bicara tanpa ilmu !

Wallahu Ta’ala A’lam bish Shawab.

(Dikutip dari tulisan Al Ustadz Qomar ZA, Lc yang dikirim via Email)

Petunjuk Rasulullah dalam Berqurban

Oleh Redaksi bulletin al-Wala’ wal-Bara’

Hukum Menyembelih Hewan Qurban
Hewan yang ditetapkan syari’at sebagai hewan qurban adalah unta, sapi, kambing (ada yang menyebutnya dengan kambing Jawa) dan domba dengan berbagai jenisnya. Adapun yang tidak ada keterangannya dalam syari’at maka tidak boleh dijadikan hewan qurban seperti kerbau, kuda, ayam dan hewan yang lainnya. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rizki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.” (Al-Hajj:28). Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini ialah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu (sapi), kambing dan biri-biri (domba).

Juga firman-Nya: “Dan bagi tiap-tiap ummat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepadanya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (Al-Hajj : 34).

Qurban adalah kambing dan hewan lainnya yang ditetapkan syari’at sebagai hewan qurban, yang disembelih setelah melaksanakan shalat ‘Iedul Adh-ha dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah, karena Dia Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman: “Katakanlah, Sesungguhnya shalatku, qurbanku (nusuk), hidup dan matiku adalah untuk Allah Rabb semesta alam, tidak ada sekutu bagi-Nya.” (Al-An’aam:162).
Nusuk dalam ayat di atas adalah menyembelih hewan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. (Minhaajul Muslim hal. 355-356).

‘Ulama berselisih pendapat tentang hukum qurban. (Dan) yang tampak paling rajih (tepat dan kuat) dari dalil-dalil yang beragam adalah hukumnya wajib. Berikut ini akan disebutkan untukmu -wahai saudaraku muslim- beberapa hadits yang dijadikan sebagai dalil oleh mereka yang mewajibkan:

Pertama, dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu ia berkata: bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang memiliki kelapangan (harta) tapi ia tidak menyembelih qurban maka jangan sekali-kali ia mendekati mushalla kami.” (Hadits Hasan, Riwayat Ahmad, Ibnu Majah, Ad-Daraquthniy dan Al-Hakim).

Sisi pendalilannya adalah beliau melarang orang yang memiliki kelapangan harta untuk mendekati mushalla jika ia tidak menyembelih qurban. Ini menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan kewajiban, seakan-akan tidak ada faedah mendekatkan diri kepada Allah bersamaan dengan meninggalkan kewajiban ini.

Kedua, dari Jundab bin ‘Abdillah Al-Bajaliy, ia berkata: Pada hari raya qurban, aku menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang menyembelih sebelum melaksanakan shalat maka hendaklah ia mengulang dengan hewan lain dan siapa yang belum menyembelih qurban maka sembelihlah.” (Muttafaqun ‘alaih).

Perintah secara zhahir menunjukkan wajib dan tidak ada perkara yang memalingkan dari zhahirnya.

Ketiga, Mikhnaf bin Sulaim menyatakan bahwa ia pernah menyaksikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhuthbah pada hari ‘Arafah, beliau bersabda: “Bagi setiap keluarga wajib untuk menyembelih qurban dan ‘atiirah setiap tahun. Tahukah kalian apa itu ‘atiirah? Inilah yang biasa dikatakan orang dengan nama rajabiyyah.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidziy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah dan dihasankan oleh At-Tirmidziy serta dikuatkan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 10/4).
‘Atiirah adalah sembelihan di bulan Rajab, yang orang-orang jahiliyyah mendekatkan diri kepada Allah dengannya, kemudian datang Islam dan kebiasaan itu dibiarkan, hingga dihapus setelahnya (Lihat Ghariibul Hadiits 1/195).

Perintah dalam hadits ini menunjukkan wajib. Adapun ‘atiirah telah mansukh (dihapus hukumnya) dan penghapusan kewajiban ‘atiirah tidak mengharuskan dihapuskannya kewajiban qurban, bahkan hukumnya tetap sebagaimana asalnya.

Hukum-Hukum Yang Berkaitan dengan Hewan Qurban
Ada beberapa hukum yang berkaitan dengan hewan qurban. Sepantasnyalah bagi seorang muslim untuk mengetahuinya agar ia berada di atas ilmu dalam melakukan ibadahnya dan di atas keterangan yang nyata dari urusannya. Berikut ini akan disebutkan hukum-hukum tersebut secara ringkas:

Pertama: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berqurban dengan dua ekor domba jantan (lihat point ke-8) yang disembelihnya setelah shalat ‘Ied. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan: “Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka tidaklah termasuk qurban sedikitpun, akan tetapi hanyalah daging sembelihan biasa yang diberikan untuk keluarganya.” (Muttafaqun ‘alaih dari Al-Bara` bin ‘Azib).

Kedua: Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada para shahabatnya agar mereka menyembelih jadza’ dari domba dan tsaniy dari yang selain domba.”
Jadza’ah adalah gambaran untuk usia tertentu dari hewan ternak, kalau dari domba adalah yang sempurna berusia setahun, ini adalah pendapat jumhur (mayoritas

E-Book Tata Cara Qurban Tuntunan Nabi

Oleh:Muhammad bin Shalih Al Utsaimin

E-Book yang ada dihadapan pembaca adalah terjemahan dari kitab talkhish ahkam al udh-hiyah wa adz dzakah, karya Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah. E-Book ini membahas mengenai qurban dan sembelihan, mulai dari pengertian dan hukum berqurban, syarat dan jenis hewan qurban, serta pendistribusiannya. Lebih lanjut E-Book ini juga memaparkan tatacara penyembelihan, syarat, dan adabnya. Harapan kami, semoga E-Book ini bermanfaat bagi kita semua khususnya dalam rangka menyambut datangnya Hari Raya ‘Idul Adha. Sehingga apa yang kita lakukan dari ibadah qurban ini sesuai dengan dalil-dalil baik dari Alqur’an maupun hadist-hadist nabi yang shohih sesuai pemahaman para sahabat dan para ulama yang mengikutinya.

Download e-Book

TEMPAT KELUARNYA DAJJAL

Oleh
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabil MA



Dajjal akan keluar dari arah timur, dari Khurasan, dari kampung Yahudiyyah kota Ashbahan. Kemudian mengembara ke selurah penjuru bumi. Maka tidak ada satu pun negeri yang tidak dimasukinya kecuali Makkah dan Madinah, karena kedua kota suci ini selalu dijaga oleh malaikat.

Dalam hadits Fatimah binti Qais terdahulu disebutkan bahwa Nabi saw bersabda mengenai Dajjal,

"Artinya : Ketahuilah bahwa dia berada di laut Syam atau laut Yaman. Oh tidak, bahkan ia akan datang dari arah timur. Apa itu dari arah timur? Apa itu dari arah timur... Dan beliau berisyarat dengan tangannya menunjuk ke arah timur." [Shahih Muslim 18 : 83]

Diriwayatkan dari Abubakar Ash-Shiddiq Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami.

"Artinya : Dajjal akan keluar dari bumi ini di bagian timur yang bernama Khurasan. " [Jami' Tirmidzi dengan Syarahnya Tuhfatul Ahwadzi, Bab Maa Saa-a min Aina Yakhruju Ad-Dajjal 6: 495. Al-Albani berkata, "Shahih. " Vide: Shahih Al-Jami' Ash-Sha-ghir 3: 150, hadits nomor 3398]

Dari Anas Radhiyalahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Dajjal akan keluar dari kampung Yahudiyyah kota Ashbahan bersama tujuh puluh ribu orang Ashbahan. " [Al-Fathur Rabbani Tartib Musnad Ahmad 24: 73. Ibnu Hajar berkata, "Shahih. " Periksa: Fathul-Bari 13: 328). Ibnu Hajar berkata, "Adapun mengenai tempat dari mana ia keluar? Maka secara pasti ia akan keluar dari kawasan timur. " (Fathul-Bari 13: 91)]

Ibnu Katsir berkata, "Maka Dajjal akan mulai muncul dari Ashbahan, dari suatu kampung yang bernama Al- Yahudiyyah. " [An-Nihayah fil Fitan wal Ma-lahim 1: 128 dengan tahqiq DR. Thaha Zaini]

DAJJAL TIDAK MEMASUKI KOTA MAKKAH DAN MADINAH
Dajjal diharamkan memasuki kota Makkah dan Madinah ketika ia muncul pada akhir zaman, berdasarkan hadits-hadits yang shahih. Adapun tempat-tempat selain Makkah dan Madinah akan dimasukinya satu demi satu.

Dalam hadits Fatimah binti Qais Radhiyallahu 'anha disebutkan bahwa Dajjal mengatakan, "Maka saya akan keluar dan mengembara di bumi, dan tiada satu pun tempat kecuali saya masuki selama empat puluh malam kecuali Makkah dan Thaibah (Madinah), karena kedua kota itu diharamkan bagi saya untuk memasukinya. Apabila saya hendak memasuki salah satu dari kedua kota tersebut. saya dihadapi oleh malaikat yang menghunus pedang untuk menghardik saya, dan pada tiap-tiap lorongnya ada malaikat yang menjaganya.” [Shahih muslim, Kitab Al-Fitan wa Asyrotis Sa'ah, Bab Qishshotil Jasasah 18: 83]

Juga diriwayatkan bahwa Dajjal tidak akan memasuki empat buah masjid, yaitu masjidil Haram, Masjid Madinah. Masjid Thir, dan masjid Al-Aqsho. Imam Ahmad meriwayatkan dari Jinadah bin Abi Umayyah Al-Azdi, ia berkata. ''Saya pernah pergi bersama seorang lelaki Anshar kepada salah seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami berkata. "Tolong ceritakan kepada kami apa yang pernah Anda dengar dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengenai Dajjal, lantas ia mengemukakan hadits itu seraya berkata, "Sesungguhnya ia akan berdiam di bumi selama empat puluh hari yang dalam waktu itu ia dapat mencapai semua tempat minum (sumber air), dan ia tidak mendekati empat buah masjid, yaitu Masjidil Haram, Masjid Madinah, Masjid Thur. dan Masjidil Aqsho." [Al-Fathu Rabbani 24: 76 dengan tartib As-Sa'ati. Al-Haitsami berkata. "Diriwayatkan oleh Ahmad dan perawi-perawinya adalah perawi-perawi shahih." Majma'uz Zawaid 7: 343. Ibnu Hajar berkata, "Perawi-perawinya kepercayaan." Fathul Bari 13: 105]

Adapun yang tersebut dalam riwayat Bukhari dan Muslim dalam kitab Shahihnya (Shahih Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya', Bab Qaulillah "wadzkur Fil Kitabi Maryam" 6: 477; dan Shahih Muslim, Kitabul Iman, Bab Dzikril Masih Ibni Maryam 'alaihissalam wal- Masihid Dajjal 2: 233-235) yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah melihat seorang berambut kribo dan buta matanya sebelah kanan sedang meletakkan thawaf di Baitullah, lantas ditanya, kemudian orang-orang menjawab bahwa dia adalah Al-Masih Ad-Dajjal, maka riwayat ini tidak bertentangan dengan terhalangnya Dajjal memasuki kota Makkah dan Madinah, karena terhalangnya Dajjal memasuki kota Makkah dan Madinah adalah besok pada pemunculannya pada akhir zaman. Wallahu a'lam. [Periksa: Syarah Nawawi terhadap Shahih Muslim 2: 234 dan Fathul-Bari 6: 488-489]

PENGIKUT-PENGIKUT DAJJAL
Kebanyakan pengikut Dajjal adalah orang-orang Yahudi, orang Ajam, orang Turki, dan banyak lagi manusia dari berbagai bangsa dan golongan yang kebanyakan dari orang-orang Arab dusun dan kaum wanita.

Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik ra bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya: Dajjal akan diikuti oleh orang-orang Yahudi Ashfahan sebanyak tujuh puluh ribu orang yang mengenakan jubah tiada berjahit. " [Shahih Muslim. Kitabul Fitan wa Asyrotis Sa'ah, Bab Fi Baqiyyah Min Ahaadiitsid Dajjal 18: 85-86)]

Dan dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan:

"Tujuh puluh ribu orang yang mengenakan topi. " [Al-Fathur Rabbani Tartib Musnad Ahmad 24: 73. Hadits in: shahih. Periksa: Fathul-Bari 13: 328]

Dan di dalam riwayat Abubakar disebutkan.

“Dia diikuti oleh kaum yang mukanya gelap.” [Riwayat Tirmidzi]

Ibnu Katsir berkata. "Menurut lahirnya -wallahu a 'lam- yang di maksud dengan Tark itu adalah pembantu-pembantu Dajjal." [An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim 1: 117]

Demikian pula yang dimaksud dalam hadits Abi Hurairah.
"Tidaklah datang kiamat sehingga kamu memerangi bangsa Khauz dan Kirman dari orang-orang Ajam yang wajahnya merah, hidungnya pipih (pesek). matanya sipit, wajahnya seperti tembaga, dan sepatunya beludru." [Shahih Bukhari, Kitab Al-Manaqib, Bab 'Alamatin Nubuwwab Fil Islam 6: 604]

Adapun pengikut Dajjal kebanyakan dari orang-orang Arab kampung disebabkan pada waktu itu mereka dilanda kebodohan. Di dalam hadits Abi Umamah yang panjang antara lain disebutkan:

Dan di antara fitnahnya –yakni fitnah Dajjal- ialah ia akan berkata kepada orang-orang Arab kampung, "Bagaimana pendapatmu jika aku membangkitkan ayahmu dan ibumu, apakah kamu mau bersaksi bahwa aku adalah tuhanmu ?" Dia menjawab, "Ya." Kemudian ada dua syetan yang menyerupakan diri dengan ayahnya dan ibunya, lantas keduanya berkata, "Wahai anakku, ikutilah dia, sesungguhnya dia adalah tuhanmu." [Sunan Ibnu Majah, Kitabul Fitan 2:1359-1363. Hadits ini shahih. Periksa: Shahih Al-Jami' Ash-Shaghir 6: 273- 277, hadits no. 7752]

Sedangkan kaum wanita yang banyak mengikutinya disebabkan lebih mudah terpengaruh dari pada orang-orang Arab kampung, di samping kebodohan mereka. Di dalam hadits Ibnu Umar ra, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Artinya : Dajjal akan turun di lembah air Murqonah' ini, maka orang yang datang kepadanya kebanyakan kaum wanita, sehingga seseorang akan pergi menemui sahabat karibnya, ibunya, anak perempuanya, saudara perempuannya, dan kepada bibinya untuk meneguhkan hatinya karena kuatir mereka akan pergi menemui Dajjal." [Musnad Ahmad 7: 190 dengan tahqiq Ahmad Syakir, dan beliau berkata, "Isnadnya shahih."]

[Disalin dari kitab Asyratus Sa'ah edisi Indonesia Tanda-Tanda Hari Kiamat, Penulis Yusuf bin Abdullah bin Yusuf Al-Wabl MA, Penerjemah Drs As'ad Yasin, Penerbit CV Pustaka Mantiq]

Labels

comment

Artikel cari disini

Download E book

Hire Me Direct
eXTReMe Tracker