WWW.INISIAL.CO.CC   Rasulullah bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba')."(hadits shahih riwayat Muslim) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka."(hadits shahih riwayat Ahmad) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak."(hadits shahih riwayat Abu Amr Ad Dani dan Al Ajurry)
Yang MEROKOK, dilarang buka blog saya...!!! image Klik! untuk mampir ke blog saya SILAKAN KLIK!
تبرئة العلامة الهرري مما افتراه عليه المدعو عبد الرحمن دمشقية في كتابه المسمى "الحبشي شذوذه وأخطاؤه"  والكتاب المسمى "بين أهل السنة وأهل الفتنة" وغيرهما من الإصدارات من مناشير وشرط  

artikel tentang bagaimana menjalani hidup di tengah orang-orang yang kontra terhadap salafy

Dalam sebuah ayat Al-Qur'an, Allah telah tegaskan bahwa Allah tidak akan merubah suasana alam, situasi, dan kondisi serta keadaan ummat sampai ummat itu sendiri yang merubah semua yang ada di mereka dengan keimanan-keimanan yang ada dalam hati mereka. Begitulah sebuah ulasan tafsir dari Surat Ar-Ra'du,sebuah tafsiran yang mendasarkan pada itsar Shahabat; suatu kaum yang telah berhasil mengaplikasikan ayat demi ayat dari Al Qur'an. Dari pemahaman tersebut, kemudian para ulama yang ikhhlas dalam da'wah dan amal menegaskan bahwa segala yang terjadi di ummat ini dan dunia ini adalah akibat dari keyakinan mereka terhadap Allah, nilai-nilai amal kebaikan dari ayat-ayat Allah serta bersih dari kemusyrikan dan kemunafikan. Jadi, bila hati kita ini baik, maka Allah akan rubah keadaan ummat dan dunia ini menjadi baik; dan sebaliknya, bila hati-hati manusia buruk, maka akan buruk pula keadaan ummat dan dunia ini.
Dunia ini akan tetap sejuk dan nyaman dihuni apabila hati-hati manusia penghuninya juga sejuk dalam memandang hidup ini dan nyaman dalam menjalaninya.Sejuk dalam artian tidak ada rasa dengki, hasad, permusuhan, kesombongan dan tamak akan dunia dan keindahanya yang meliputi harta, wanita dan jabatan. Begitupun dalam menjalani hidup ini, manusia menjalaninya dengan penuh qona'ah disertai tawakal dan penghambaan diri kepada Allah yang lurus dan ikhlas. Namun sebaliknya, ummat dan suasana serta keadaan dunia ini akan semakin panas bila hati-hati manusia yang menghuninya dipenuhi dengan rasa iri dengki, hasad, ujub,permusuhan dan khiyanat. Begitupun, dalam menjalani hidup ini, bila manusia menjalani dengan penuh ketidak relaan atas takdir dan ketentuan Allah serta penuh dengan ketamakan akan dunia, maka dunia ini akan semakin panas dan panas. Orang-orang yang kurang akan keyakinan yang benar kepada Allah dan minimnya kepahaman akan hukum Allah

    Bukti lain Pengkafiran Wahhaby (3); Muhammad bin Abdul Wahhab dan Pengkafiran Kaum Muslimin

Setelah kita mengetahui bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah berani menvonis sesat bahkan mengkafirkan beberapa tokoh ulama Ahlusunah, maka jangan heran jika masyarakat awam (baca: umum) pun juga menjadi sasaran pengkafirannya. Pada kesempatan kali ini kita akan memberikan contoh dari pengkafiran terhadap kaum muslimin yang tidak mengikuti ajaran sekte Syeikh yang berasal dari Najd itu:

1- Pengkafiran Penduduk Makkah
Dalam hal ini Muhamad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Sesungguhnya agama yang dianut penduduk Makkah (di zamannya .red) sebagaimana halnya agama yang karenanya Rasulullah diutus untuk memberi peringatan” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 86, dan atau pada jilid 9 halaman 291)

2- Pengkafiran Penduduk Ihsa’
Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Sesungguhnya penduduk Ihsa’ di zaman (nya) adalah para penyembah berhala (baca: Musyrik)” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)

3- Pengkafiran Penduduk ‘Anzah.
Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Mereka telah tidak meyakini hari akhir” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)

4- Pengkafiran Penduduk Dhufair.
Penduduk Dhufair merasakan hal yang sama seperti yang dialami oleh penduduk wilayah ‘Anzah, dituduh sebagai “pengingkar hari akhir (kiamat)”. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 113)

5- Pengkafiran Penduduk Uyainah dan Dar’iyah.
Hal ini sebagaimana yang pernah kita singung pada kajian-kajian terdahulu bahwa, para ulama wilayah tersebut terkhusus Ibnu Sahim al-Hambali beserta para pengikutnya telah dicela, dicaci dan dikafirkan. Dikarenakan penduduk dua wilayah itu (Uyainah dan Dar’iyah) bukan hanya tidak mau menerima doktrin ajaran sekte Muhammad bin Abdul Wahhab, bahkan ada usaha mengkritisinya dengan keras. Atasa dasar ini maka Muhammad bin Abdul Wahhab tidak segan-segan mengkafirkan semua pensusuknya, baik ulama’nya hingga kaum awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 8 halaman 57)

6- Pengkafiran Penduduk Wasym.
Berkaitan dengan ini, Muhamad bin Abdul Wahhab telah menvonis kafir terhadap semua penduduk Wasym, baik kalangan ulama’nya hingga kaum awamnya. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)

7- Pengkafiran Penduduk Sudair.
Berkaitan dengan ini, Muhammad bin Abdul Wahhab telah melakukan hal yang sama sebagaimana yang dialami oleh penduduk wilayah Wasym. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 2 halaman 77)

Dari contoh-contoh di atas telah jelas dan tidak mungkin dapat dipungkiri oleh siapapun (baik yang pro maupun yang kontra terhadapa sekte Wahabisme) bahwa Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sepaham dengan keyakinan-keyakinanya yang merupakan hasil inovasi (baca: Bid’ah) otaknya. Baik bid’ah tadi berkaitan dengan konsep tauhid sehingga muncul vonis pensyirikan Muhammad bin Abdul Wahhab terhadap kaum muslimin yang tidak sejalan, maupun keyakinan lain (seperti masalah tentang pengutusan Nabi, hari akhir / kiamat dsb) yang menyebabkan munculnya vonis kafir. (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 10 halaman 43).

Sebagai penutup kajian kita kali ini, marilah kita perhatikan ungkapan Muhammad bin Abdul Wahhab pendiri sekte Wahabisme berkaitan dengan kaum muslimin di zamannya secara umum. Muhammad bin Abdul Wahhab menyatakan: “Banyak dari penghuni zaman sekarang ini yang tidak mengenal Tuhan Yang seharusnya disembah melainkan Hubal, Yaghus, Ya’uq, Nasr, al-Laata, al-Uzza dan Manaat. Jika mereka memiliki pemahaman yang benar niscaya akan mengetahui bahwa kedudukan benda-benda yang mereka sembah sekarang ini seperti manusia, pohon, batu dan sebagainya seperti matahari, rembulan, Idris, Abu Hadidah ibarat menyembah berhala ” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 117). Pada kesempatan lain ia mengatakan: “Derajat kesyirikan kaum kafir Quraisy tidak jauh berbeda dengan mayoritas masyarakat sekarang ini” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 120). Dan pada kesempatan lain dia juga mengatakan: “Sewaktu masalah ini (tauhid dan syrik .red) telah engkau ketahui niscaya engkau akan mengetahui bahwa mayoritas masyarakat lebih dahsyat kekafiran dan kesyirikannya dari kaum musyrik yang telah diperangi oleh Nabi” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 160).

Namun, setelah kita menelaah dengan teliti konsep tauhid versi pendiri sekte tersebut (Muhammad bin Abdul Wahhab dalam kitab Tauhid-nya) ternyata banyak sekali kerancuan dan ketidakjelasan dalam pendefinisan dan pembagian, apalagi dalam penjabarannya. Bagaimana mungkin konsep tauhid rancu semacam itu akan dapat menjadi tolok ukur keislaman bahkan keimanan seseorang, bahkan dijadikan tolok ukur pengkafiran?

Ya, konsep tauhid rancu tersebut ternyata dijadikan tolok ukur oleh Muhammad bin Abdul Wahhab -yang mengaku paling paham konsep tauhid pasca Nabi- sebagai neraca kebenaran, keislaman dan keimanan seseorang sehingga dapat menvonis kafir bahkan musyrik setiap ulama (apalagi orang awam) yang tidak sejalan dengan pemikirannya. Sebagai dalil dari ungkapan tadi, Muhammad bin Abdul Wahhab pernah menyatakan: “Kami tidak mengkafirkan seorangpun melainkan dakwah kebenaran yang sudah kami lakukan telah sampai kepadanya. Dan ia telah menangkap dalil kami sehingga argumen telah sampai kepadanya. Namun jika ia tetap sombong dan menentangnya dan bersikeras tetap meyakini akidahnya sebagaimana sekarang ini kebanyakan dari mereka telah kita perangi, dimana mereka telah bersikeras dalam kesyirikan dan mencegah dari perbuatan wajib, menampakkan (mendemonstrasikan) perbuatan dosa besar dan hal-hal haram…” (Lihat: Ad-Durar as-Saniyah jilid 1 halaman 234) Di sini jelas sekali bahwa, Muhammad bin Abdul Wahhab telah menjatuhkan vonis kafir dan syirik di atas kepala kaum muslimin dengan neraca kerancuan konsep Tauhid-Syirik versinya maka ia telah ‘memerangi’ mereka. Bid’ah dan kebiasaan buruk Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi semacam ini yang hingga saat ini ditaklidi dan dilestarikan oleh pengikut Wahabisme, tidak terkecuali di Tanah Air.

Lantas apakah kekafiran dan kesyirikan yang dimaksud oleh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam ungkapan tersebut? Dengan singkat kita nyatakan bahwa yang ia maksud dari kwesyirikan dan kekafiran tadi adalah; “pengingkaran terhadap dakwah Wahabisme”. Dan dengan kata yang lebih terperinci; “Meyakini terhadap hal-hal yang dinyatakan syirik dan kafir oleh Wahabisme seperti Tabarruk, Tawassul, Ziarah Kubur…dsb”. Padahal, hingga sekarang ini, para pemuka Wahaby –baik di Indonesia maupun di negara asalnya sendiri- masih belum mampu menjawab banyak kritikan terhadap ajaran Wahabisme berkaitan dengan hal-hal tadi.

NB: Untuk kajian dari kitab Ad-Durar as-Saniyah sebagai bukti pengkafiran Muhammad bin Abdul Wahhab kita cukupkan sekian. Pada kesempatan lain kita akan mengkaji dari kitab lainnya.


0 komentar:

Labels

comment

Artikel cari disini

Download E book

Hire Me Direct
eXTReMe Tracker