WWW.INISIAL.CO.CC   Rasulullah bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba')."(hadits shahih riwayat Muslim) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka."(hadits shahih riwayat Ahmad) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak."(hadits shahih riwayat Abu Amr Ad Dani dan Al Ajurry)
Yang MEROKOK, dilarang buka blog saya...!!! image Klik! untuk mampir ke blog saya SILAKAN KLIK!
تبرئة العلامة الهرري مما افتراه عليه المدعو عبد الرحمن دمشقية في كتابه المسمى "الحبشي شذوذه وأخطاؤه"  والكتاب المسمى "بين أهل السنة وأهل الفتنة" وغيرهما من الإصدارات من مناشير وشرط  

5 Hal yang Dianjurkan Ketika Terjadi Gerhana


Seri dua dari tiga tulisan
Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Pertama: perbanyaklah dzikir, istighfar, takbir, sedekah dan bentuk ketaatan lainnya.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)

Kedua: keluar mengerjakan shalat gerhana secara berjama’ah di masjid.
Salah satu dalil yang menunjukkan hal ini sebagaimana dalam hadits dari ’Aisyah bahwasanya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengendari kendaraan di pagi hari lalu terjadilah gerhana. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam melewati kamar istrinya (yang dekat dengan masjid), lalu beliau berdiri dan menunaikan shalat. (HR. Bukhari no. 1050). Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mendatangi tempat shalatnya (yaitu masjidnya) yang biasa dia shalat di situ. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/343)
Ibnu Hajar mengatakan,

”Yang sesuai dengan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah mengerjakan shalat gerhana di masjid. Seandainya tidak demikian, tentu shalat tersebut lebih tepat dilaksanakan di tanah lapang agar nanti lebih mudah melihat berakhirnya gerhana.” (Fathul Bari, 4/10)

Lalu apakah mengerjakan dengan jama’ah merupakan syarat shalat gerhana? Perhatikan penjelasan menarik berikut.
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan,
”Shalat gerhana secara jama’ah bukanlah syarat. Jika seseorang berada di rumah, dia juga boleh melaksanakan shalat gerhana di rumah. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam,
فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا
”Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalatlah”. (HR. Bukhari no. 1043)
Dalam hadits ini, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam tidak mengatakan, ”(Jika kalian melihatnya), shalatlah kalian di masjid.” Oleh karena itu, hal ini menunjukkan bahwa shalat gerhana diperintahkan untuk dikerjakan walaupun seseorang melakukan shalat tersebut sendirian. Namun, tidak diragukan lagi bahwa menunaikan shalat tersebut secara berjama’ah tentu saja lebih utama (afdhol). Bahkan lebih utama jika shalat tersebut dilaksanakan di masjid karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam mengerjakan shalat tersebut di masjid dan mengajak para sahabat untuk melaksanakannya di masjid. Ingatlah, dengan banyaknya jama’ah akan lebih menambah kekhusu’an. Dan banyaknya jama’ah juga adalah sebab terijabahnya (terkabulnya) do’a.” (Syarhul Mumthi’, 2/430)
Ketiga: wanita juga boleh shalat gerhana bersama kaum pria
Dari Asma` binti Abi Bakr, beliau berkata,

أَتَيْتُ عَائِشَةَ - رضى الله عنها - زَوْجَ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - حِينَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ ، فَإِذَا النَّاسُ قِيَامٌ يُصَلُّونَ ، وَإِذَا هِىَ قَائِمَةٌ تُصَلِّى فَقُلْتُ مَا لِلنَّاسِ فَأَشَارَتْ بِيَدِهَا إِلَى السَّمَاءِ ، وَقَالَتْ سُبْحَانَ اللَّهِ . فَقُلْتُ آيَةٌ فَأَشَارَتْ أَىْ نَعَمْ
“Saya mendatangi Aisyah radhiyallahu ‘anha -isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika terjadi gerhana matahari. Saat itu manusia tengah menegakkan shalat. Ketika Aisyah turut berdiri untuk melakukan sholat, saya bertanya: “Kenapa orang-orang ini?” Aisyah mengisyaratkan tangannya ke langit seraya berkata, “Subhanallah (Maha Suci Allah)”. Saya bertanya: “Tanda (gerhana)?” Aisyah lalu memberikan isyarat untuk mengatakan iya.” (HR. Bukhari no. 1053)

Bukhari membawakan hadits ini pada bab:
صَلاَةِ النِّسَاءِ مَعَ الرِّجَالِ فِى الْكُسُوفِ
”Shalat wanita bersama kaum pria ketika terjadi gerhana matahari.”
Ibnu Hajar mengatakan,

أَشَارَ بِهَذِهِ التَّرْجَمَة إِلَى رَدّ قَوْل مَنْ مَنَعَ ذَلِكَ وَقَالَ : يُصَلِّينَ فُرَادَى
”Judul bab ini adalah sebagai sanggahan untuk orang-orang yang melarang wanita tidak boleh shalat gerhana bersama kaum pria, mereka hanya diperbolehkan shalat sendiri.” (Fathul Bari, 4/6)

Kesimpulannya, wanita boleh ikut serta melakukan shalat gerhana bersama kaum pria di masjid.

Namun, jika ditakutkan keluarnya wanita tersebut akan membawa fitnah (menggoda kaum pria), maka sebaiknya mereka shalat sendiri di rumah. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/345)
Keempat: menyeru jama’ah dengan panggilan ’ash sholatu jaami’ah’ dan tidak ada adzan maupun iqomah.

Dari ’Aisyah radhiyallahu ’anha, beliau mengatakan,

أنَّ الشَّمس خَسَفَتْ عَلَى عَهْدِ رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَبَعَثَ مُنَادياً يُنَادِي: الصلاَةَ جَامِعَة، فَاجتَمَعُوا. وَتَقَدَّمَ فَكَبرَّ وَصلَّى أربَعَ رَكَعَاتٍ في ركعَتَين وَأربعَ سَجَدَاتٍ.
“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk memanggil jama’ah dengan: ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901)

Dalam hadits ini tidak diperintahkan untuk mengumandangkan adzan dan iqomah. Jadi, adzan dan iqomah tidak ada dalam shalat gerhana.

Kelima: berkhutbah setelah shalat gerhana

Disunnahkah setelah shalat gerhana untuk berkhutbah, sebagaimana yang dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Ishaq, dan banyak sahabat (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435). Hal ini berdasarkan hadits:

عَنْ عَائِشةَ رَضي الله عَنْهَا قَالَتْ: خَسَفَتِ الشمسُ عَلَى عَهدِ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم. فَقَامَ فَصَلَّى رَسُولُ الله صلى الله عليه وسلم بالنَّاس فَأطَالَ القِيَام، ثُمَّ رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكُوعَ، ثُمَّ قَامَ فَأطَالَ القيَامَ وَهو دُونَ القِيَام الأوَّلِ، ثم رَكَعَ فَأطَالَ الرُّكوعَ وهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأوَّلِ، ثُم سَجَدَ فَأطَالَ السُّجُودَ، ثم فَعَلَ في الركعَةِ الأخْرَى مِثْل مَا فَعَل في الركْعَةِ الأولى، ثُمَّ انصرَفَ وَقَدْ انجَلتِ الشَّمْسُ، فَخَطبَ الناسَ فَحَمِدَ الله وأثنَى عَليهِ ثم قالَ:
” إن الشَّمس و القَمَر آيتانِ مِنْ آيَاتِ الله لاَ تنْخَسِفَانِ لِمَوتِ أحد. وَلاَ لِحَيَاتِهِ. فَإذَا رَأيتمْ ذلك فَادعُوا الله وَكبروا وَصَلُّوا وَتَصَدَّ قوا”.
ثم قال: ” يَا أمةَ مُحمَّد ” : والله مَا مِنْ أحَد أغَْيَرُ مِنَ الله سُبْحَانَهُ من أن يَزْنَي عَبْدُهُ أوْ تَزني أمَتُهُ. يَا أمةَ مُحَمد، وَالله لو تَعْلمُونَ مَا أعلم لضَحكْتُمْ قَليلاً وَلَبَكَيتم كثِيراً “.
Dari Aisyah, beliau menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya, beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.
Setelah itu beliau berkhotbah di hadapan orang banyak, beliau memuji dan menyanjung Allah, kemudian bersabda,
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat hal tersebut maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.”
Nabi selanjutnya bersabda,
”Wahai umat Muhammad, demi Allah, tidak ada seorang pun yang lebih cemburu daripada Allah karena ada seorang hamba baik laki-laki maupun perempuan yang berzina. Wahai Umat Muhammad, demi Allah, jika kalian mengetahui yang aku ketahui, niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR. Bukhari, no. 1044)

Tata Cara Shalat Gerhana


Seri tiga dari tiga tulisan
Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Shalat gerhana dilakukan sebanyak dua raka’at dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun, para ulama berselisih mengenai tata caranya.
Ada yang mengatakan bahwa shalat gerhana dilakukan sebagaimana shalat sunnah biasa, dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada sekali ruku’, dua kali sujud.
Ada juga yang berpendapat bahwa shalat gerhana dilakukan dengan dua raka’at dan setiap raka’at ada dua kali ruku’, dua kali sujud. Pendapat yang terakhir inilah yang lebih kuat sebagaimana yang dipilih oleh mayoritas ulama. (Lihat Shohih Fiqh Sunnah, 1/435-437)

Hal ini berdasarkan hadits-hadits tegas yang telah kami sebutkan:

“Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan bahwa pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari. Beliau lalu mengutus seseorang untuk menyeru ‘ASH SHALATU JAMI’AH’ (mari kita lakukan shalat berjama’ah). Orang-orang lantas berkumpul. Nabi lalu maju dan bertakbir. Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Muslim no. 901)

“Aisyah menuturkan bahwa gerhana matahari pernah terjadi pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit dan mengimami manusia dan beliau memanjangkan berdiri. Kemuadian beliau ruku’ dan memperpanjang ruku’nya. Kemudian beliau berdiri lagi dan memperpanjang berdiri tersebut namun lebih singkat dari berdiri yang sebelumnya. Kemudian beliau ruku’ kembali dan memperpanjang ruku’ tersebut namun lebih singkat dari ruku’ yang sebelumnya. Kemudian beliau sujud dan memperpanjang sujud tersebut. Pada raka’at berikutnya beliau mengerjakannya seperti raka’at pertama. Lantas beliau beranjak (usai mengerjakan shalat tadi), sedangkan matahari telah nampak.” (HR. Bukhari, no. 1044)

Ringkasnya, agar tidak terlalu berpanjang lebar, tata cara shalat gerhana adalah sebagai berikut:

[1] Berniat di dalam hati dan tidak dilafadzkan karena melafadzkan niat termasuk perkara yang tidak ada tuntunannya dari Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam dan beliau shallallahu ’alaihi wa sallam juga tidak pernah mengajarkannya lafadz niat pada shalat tertentu kepada para sahabatnya.

[2] Takbiratul ihram yaitu bertakbir sebagaimana shalat biasa.

[3] Membaca do’a istiftah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al Fatihah dan membaca surat yang panjang (seperti surat Al Baqarah) sambil dijaherkan (dikeraskan suaranya, bukan lirih) sebagaimana terdapat dalam hadits Aisyah:

جَهَرَ النَّبِىُّ - صلى الله عليه وسلم - فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ
”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjaherkan bacaannya ketika shalat gerhana.” (HR. Bukhari no. 1065 dan Muslim no. 901)

[4]Kemudian ruku’ sambil memanjangkannya.

[5]Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan ’SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH, RABBANA WA LAKAL HAMD’

[6]Setelah i’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al Fatihah dan surat yang panjang. Berdiri yang kedua ini lebih singkat dari yang pertama.

[7]Kemudian ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya.

[8]Kemudian bangkit dari ruku’ (i’tidal).

[9]Kemudian sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali.

[10]Kemudian bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama hanya saja bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya.

[11]Salam.

[12]Setelah itu imam menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan membebaskan budak. (Lihat Zaadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, 349-356, Darul Fikr dan Shohih Fiqih Sunnah, 1/438)

Nasehat Terakhir

Saudaraku, takutlah dengan fenomena alami ini. Sikap yang tepat ketika fenomena gerhana ini adalah takut, khawatir akan terjadi hari kiamat. Bukan kebiasaan orang seperti kebiasaan orang sekarang ini yang hanya ingin menyaksikan peristiwa gerhana dengan membuat album kenangan fenomena tersebut, tanpa mau mengindahkan tuntunan dan ajakan Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika itu. Siapa tahu peristiwa ini adalah tanda datangnya bencana atau adzab, atau tanda semakin dekatnya hari kiamat.
Lihatlah yang dilakukan oleh Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam:

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِى زَمَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَامَ فَزِعًا يَخْشَى أَنْ تَكُونَ السَّاعَةُ حَتَّى أَتَى الْمَسْجِدَ فَقَامَ يُصَلِّى بِأَطْوَلِ قِيَامٍ وَرُكُوعٍ وَسُجُودٍ مَا رَأَيْتُهُ يَفْعَلُهُ فِى صَلاَةٍ قَطُّ ثُمَّ قَالَ « إِنَّ هَذِهِ الآيَاتِ الَّتِى يُرْسِلُ اللَّهُ لاَ تَكُونُ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُرْسِلُهَا يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ فَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ ».

Abu Musa Al Asy’ari radhiyallahu ‘anhu menuturkan, ”Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nabi lantas berdiri takut karena khawatir akan terjadi hari kiamat, sehingga beliau pun mendatangi masjid kemudian beliau mengerjakan shalat dengan berdiri, ruku’ dan sujud yang lama. Aku belum pernah melihat beliau melakukan shalat sedemikian rupa.”

Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam lantas bersabda,”Sesungguhnya ini adalah tanda-tanda kekuasaan Allah yang ditunjukkan-Nya. Gerhana tersebut tidaklah terjadi karena kematian atau hidupnya seseorang. Akan tetapi Allah menjadikan demikian untuk menakuti hamba-hamba-Nya. Jika kalian melihat sebagian dari gerhana tersebut, maka bersegeralah untuk berdzikir, berdo’a dan memohon ampun kepada Allah.” (HR. Muslim no. 912)

An Nawawi rahimahullah menjelaskan mengenai maksud kenapa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam takut, khawatir terjadi hari kiamat. Beliau rahimahullah menjelaskan dengan beberapa alasan, di antaranya:
Gerhana tersebut merupakan tanda yang muncul sebelum tanda-tanda kiamat seperti terbitnya matahari dari barat atau keluarnya Dajjal. Atau mungkin gerhana tersebut merupakan sebagian tanda kiamat. (Lihat Syarh Muslim, 3/322)
Hendaknya seorang mukmin merasa takut kepada Allah, khawatir akan tertimpa adzab-Nya. Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam saja sangat takut ketika itu, padahal kita semua tahu bersama bahwa beliau shallallahu ’alaihi wa sallam adalah hamba yang paling dicintai Allah. Lalu mengapa kita hanya melewati fenomena semacam ini dengan perasaan biasa saja, mungkin hanya diisi dengan perkara yang tidak bermanfaat dan sia-sia, bahkan mungkin diisi dengan berbuat maksiat. Na’udzu billahi min dzalik.


Demikian penjelasan yang ringkas ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin. Semoga kaum muslimin yang lain juga dapat mengetahui hal ini.
Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat, dapat beramal sholih dan semoga kita selalu diberkahi rizki yang thoyib.

DOWNLOAD AUDIO: Ceramah Syaikh Abdullah bin Abdirrahim Al Bukhari tentang Tragedi Palestina ke Ma’had As Salafy Jember [Update]



BIMBINGAN ‘ULAMA SUNNAH

MENYIKAPI TRADEDI PALESTINA

Muhadharah (Ceramah)

Asy-Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahim Al-Bukhari hafizhahullah

(Dosen Fakultas Hadits di Universitas Islam Madinah - Saudi ‘Arabia)

Via Telepon

ke Ma’had As-Salafy Jember

24 Muharram 1430 H

(terjemah menyusul insya allah)

[klik di sini untuk mengenal biografi beliau lebih lengkap]

http://www.assalafy.org/mahad/wp-content/plugins/downloads-manager/img/icons/video.png download: Syaikh Al-Bukhari
added: 21/01/2009
clicks: 83 :
description:

DOWNLOAD AUDIO: Sebab diterima dan terhalanginya doa; Wajibnya memberi bantuan dana untuk muslim Palestina; dan Bantahan atas tuduhan terhadap negara


silakan download kelanjutan kajian tentang musibah terhadap muslimin Palestina yang disampaikan oleh Ustadz Luqman Ba’abduh, kajian kali ini membahas tentang:
  • Sebab-sebab Diterima dan Terhalanginya Do’a
  • Kewajiban Memberikan Bantuan Dana untuk Muslimin Palestina
  • Bantahan atas Tuduhan terhadap negara Arab Saudi

Semoga bermanfaat. Silakan download rekaman tersebut di blog ini.

DOWNLOAD DI SINI.

NFL Sunday Ticket

NFL TV is one of the tv online can watch on the Internet, here you can select the channels you like you do not need to sign up process for this site. The lines of television to announce plays of the National league of American football (NFL TV ) are the most lucrative justex and most expensive of any sport. It was the television which introduced professional American football into prominence in the modern era of technology. Since then, the emissions of NFL became among the programs more-observed on television American, and fortunes of the whole networks rested on having lines of broadcasting of NFL TV Package.

However, the league imposes several strict policies of television to make sure that stages are supplemented and sold, to maximize estimates of TV, and to help to increase the contents on these networks. the network League-had of NFL, on television via cable, announces 7 plays per season nationally.

The ticket of NFL Sunday Ticket is a package of the sports of the Outside-of-Market which announces the inalienable plays of the regular season of the national league of the American football on of buildings subsidiary company. It carries all the regional plays produced by FOX and CBS. The ideal customer of this package is supposed (based on advertisements) to be a ventilator of a team which cannot see their team on people of the country of television because they do not reside on this team 'gone of S.

When a media market's regionally televised game ends before the others, the network (CBS or FOX) may switch to "bonus coverage" of the ending of another game. However, the league imposes a couple of restrictions that are designed to maximize the TV ratings of the late games on the doubleheader network, which tend to record the most NFL viewers during the day (often beating the audience for DirectTV NFL Sunday Ticket night games).

Fi’il Al-Af’alul Khomsah

Fi’il al-af’alul khomsah adalah fi’il yang diakhiri dengan huruf ‘illat dan nun.

Perhatikan tabel tashrif fi’il mudhori’ berikut:

Tabel Af'alul Khomsah

Dari tashrif diatas, terlihat bahwa fi’il yang diakhiri dengan huruf ‘illat dan nun adalah:

  1. يَكْتُبَانِ
  2. يَكْتُبُوْنَ
  3. تَكْتُبَانِ
  4. تَكْتُبُوْنَ
  5. تَكْتُبِِيْنَ

Kelima fi’il ini dikenal dengan nama Al-Af’alul Khomsah (Fi’il-fi’il yang Lima)

Dengarkan Kajian:

Klik Untuk DownloadDownload

Hari Senin Besok (26/01/09) Ada Gerhana Matahari


Seri satu dari tiga tulisan
Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal

Ada berita menarik yang kami peroleh dari beberapa situs. Berita tersebut adalah:
Akhirnya, setelah sekian lama, gerhana matahari akan segera menyapa Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, 3 gerhana matahari secara berturut-turut akan melewati Indonesia dalam rentang waktu 2009 - 2010. Sayangnya, tidak semua bagian di wilayah Indonesia dapat melihat fenomena ini. Karena, ketiga gerhana ini cuman melewati bagian barat dan/atau utara indonesia.
Tahun 2009 tercatat ada dua gerhana yang akan melewati Indonesia, yaitu pada tanggal 26 Januari dan 21-22 Juli, sementara itu, gerhana matahari akan kembali menyenggol kita pada tanggal 15 Januari 2010.
Fenomena ini sangat disayangkan untuk dilewatkan, karena gerhana matahari baru akan menyapa kita kembali pada tahun 2016.
Gerhana tanggal 26 Januari dapat dilihat oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia (Dari Banda Aceh sampai Ambon), beruntunglah mereka yang tinggal di daerah Lampung, Samarinda, dan Teluk betung, karena bulan menutup hampir seluruh bagian matahari. Gerhana ini terjadi pada waktu sore hari sekitaran pukul 3 - 4.
Yang perlu diperhatikan dari jenis gerhana ini adalah jenis gerhana ini adalah gerhana matahari anular (bukan total) artinya ukuran bulan tidak cukup besar untuk menutupi seluruh priringan matahari berbeda dengan gerhana matahari total dimana bulan menutupi seluruh piringan matahari. Jadi, untuk melihatnya, perlu digunakan lensa pelindung mata, serta bagi fotografer, ingat untuk melindungi lensa kameranya sebelum mengabadikan fenomena langka ini
. (sumber: http://www.indoforum.org)

Bagaimana Islam menghadapi moment semacam ini? Tentu saja, bukan hanya melewatkannya dengan berfoto-foto ria. Islam punya tuntunan sendiri dalam hal ini sebagaimana yang dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Simak pembahasan berikut ini.

Keyakinan Keliru

Banyak masyarakat awam yang tidak paham bagaimana menghadapi fenomena alami ini. Banyak di antara mereka yang mengaitkan kejadian alam ini dengan mitos-mitos dan keyakinan khurofat yang menyelisihi aqidah yang benar. Di antaranya, ada yang meyakini bahwa di saat terjadinya gerhana, ada sesosok raksasa besar yang sedang berupaya menelan matahari sehingga wanita yang hamil disuruh bersembunyi di bawah tempat tidur dan masyarakat menumbuk lesung dan alu untuk mengusir raksasa.
Ada juga masyarakat yang meyakini bahwa bulan dan matahari adalah sepasang kekasih, sehingga apabila mereka berdekatan maka akan saling memadu kasih sehingga timbullah gerhana sebagai bentuk percintaan mereka.
Sebagian masyarakat seringkali mengaitkan peristiwa gerhana dengan kejadian-kejadian tertentu, seperti adanya kematian atau kelahiran, dan kepercayaan ini dipercaya secara turun temurun sehingga menjadi keyakinan umum masyarakat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun membantah keyakinan orang Arab tadi. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْخَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا ، وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
”Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Gerhana ini tidak terjadi karena kematian seseorang atau lahirnya seseorang. Jika melihat gerhana tersebut, maka berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, kerjakanlah shalat dan bersedekahlah.” (HR. Bukhari no. 1044)

Memang pada saat terjadinya gerhana matahari, bertepatan dengan meninggalnya anak Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang bernama Ibrahim. Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, beliau berkata,

كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ ، فَقَالَ النَّاسُ كَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيمَ . فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - « إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ فَصَلُّوا وَادْعُوا اللَّهَ »
”Di masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah terjadi gerhana matahari ketika hari kematian Ibrahim. Kemudian orang-orang mengatakan bahwa munculnya gerhana ini karena kematian Ibrahim. Lantas Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana tersebut, maka shalat dan berdo’alah”.” (HR. Bukhari no. 1043)

Ibrahim adalah anak dari budak Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yang bernama Mariyah Al Qibthiyyah Al Mishriyyah. Ibrahim hidup selama 18 bulan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memiliki anak kecuali dari Khadijah dan budak ini. Tatkala Ibrahim meninggal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetaskan air mata dan begitu sedih. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan ketika kematian anaknya ini,
إِنَّ الْعَيْنَ تَدْمَعُ ، وَالْقَلْبَ يَحْزَنُ ، وَلاَ نَقُولُ إِلاَّ مَا يَرْضَى رَبُّنَا ، وَإِنَّا بِفِرَاقِكَ يَا إِبْرَاهِيمُ لَمَحْزُونُونَ
”Air mata ini mengalir dan hati ini bersedih. Kami tidak mengatakan kecuali yang diridhoi Allah. Sungguh -wahai Ibrahim-karena kepergianmu ini, kami bersedih.” (HR. Bukhari no. 1303) (Lihat Tawdhihul Ahkam nin Bulughil Marom, 2/305, Darul Atsar, cetakan pertama, 1425 H)

Itulah keyakinan-keyakinan keliru yang seharusnya tidak dimiliki seorang muslim ketika terjadi fenomena semacam ini. Selanjutnya kami akan menjelaskan mengenai gerhana, shalat gerhana dan hal-hal yang mesti kita lakukan ketika itu. Kami tidak ingin berpanjang-panjang lebar mengenai hal ini. Kami cukup menyampaikan secara ringkas, sehingga pembaca bisa lebih mudah memahami.

Apa yang dimaksud dengan gerhana matahari?

Kalau dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang pernah kita pelajari dahulu, fenomena gerhana matahari adalah seperti pada gambar ini.

Posisi gerhana matahari adalah bulan berada di tengah-tengah antara matahari dan bumi. Jadi, bulan ketika itu menghalangi sinar matahari yang akan sampai ke bumi. Ini gambaran singkat mengenai gerhana matahari.
gerhana1
Menurut pakar bahasa Arab, mereka mengatakan bahwa kusuf adalah terhalangnya cahaya matahari atau berkurangnya cahaya matahari disebabkan bulan yang terletak di antara matahari dan bumi. Inilah yang dimaksud gerhana matahari. Sedangkan khusuf adalah sebutan untuk gerhana bulan. (Al Mu’jamul Wasith, hal. 823)
Jadi ada dua istilah dalam pembahasan gerhana yaitu kusuf dan khusuf. Kusuf adalah gerhana matahari, sedangkan khusuf adalah gerhana bulan.

Definisi yang tepat jika kita katakan: Kalau kusuf dan khusuf tidak disebut berbarengan maka kusuf dan khusuf bermakna satu yaitu gerhana matahari atau gerhana bulan. Namun kalau kusuf dan khusuf disebut berbarengan, maka kusuf bermakna gerhana matahari, sedangkan khusuf bermakna gerhana bulan. (Lihat Syarhul Mumthi’ ’ala Zadil Mustaqni’, 2/424, Dar Ibnul Haitsam)

Pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin inilah yang akan ditemukan dalam beberapa hadits. Kadang dalam suatu hadits menggunakan kata khusuf, namun yang dimaksudkan adalah gerhana matahari atau gerhana bulan karena khusuf pada saat itu disebutkan tidak berbarengan dengan kusuf.

Wajib atau Sunnahkah Shalat Gerhana?

Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum shalat gerhana matahari adalah sunnah mu’akkad (sunnah yang sangat ditekankan).
Namun, menurut Imam Abu Hanifah, shalat gerhana dihukumi wajib. Imam Malik sendiri menyamakan shalat gerhana dengan shalat Jum’at.
Kalau kita timbang-timbang, ternyata para ulama yang menilai wajib memiliki dalil yang kuat. Karena dari hadits-hadits yang menceritakan mengenai shalat gerhana mengandung kata perintah (jika kalian melihat gerhana tersebut, shalatlah: kalimat ini mengandung perintah). Padahal menurut kaedah ushul fiqih, hukum asal perintah adalah wajib. Pendapat yang menyatakan wajib inilah yang dipilih oleh Asy Syaukani, Shodiq Khoon, dan Syaikh Al Albani rahimahumullah.

Lalu para ulama berselisih mengenai hukum shalat gerhana bulan.
Pendapat pertama menyatakan bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah mu’akkad sebagaimana shalat gerhana matahari (ini bagi yang menganggap shalat gerhana matahari adalah sunnah mu’akkad, pen) dan dilakukan secara berjama’ah. Inilah pendapat yang dipilih oleh Asy Syafi’i, Ahmad, Daud, dan Ibnu Hazm. Pendapat ini juga dipilih oleh ’Atho’, Al Hasan, An Nakho’i dan Ishaq, bahkan pendapat ini diriwayatkan pula dari Ibnu ’Abbas.
Pendapat kedua yang menyatakan bahwa hukum shalat gerhana bulan adalah sunnah seperti shalat sunnah biasa yaitu dilakukan tanpa ada tambahan ruku’ (lihat penjelasan mengeanai tata cara shalat gerhana selanjutnya, pen). Menurut pendapat ini, shalat gerhana bulan tidak perlu dilakukan secara berjama’ah. Inilah pendapat Abu Hanifah dan Malik.
Manakah yang lebih kuat? Pendapat pertama dinilai lebih kuat karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam memerintahkan untuk shalat ketika melihat kedua gerhana tersebut tanpa beliau bedakan (Lihat pembahasan ini di Shohih Fiqh Sunnah, 1/432-433, Al Maktabah At Taufiqiyah). Juga ada dalil yang mendukung pendapat pertama tadi:
Dalilnya adalah:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
”Jika kalian melihat kedua gerhana yaitu gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan shalat.” (HR. Bukhari no. 1047).

Kita kembali lagi pada pembahasan di atas. Kami nilai sendiri bahwa shalat gerhana adalah wajib sebagaimana yang juga dipilih oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin dalam Syarhul Mumthi’.
Kalau ada yang mengatakan bahwa shalat yang wajib itu hanyalah shalat lima waktu saja. Maka para ulama yang menyatakan wajibnya shalat gerhana akan menyanggah,

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menyebut shalat lima waktu itu wajib karena shalat tersebut berulang di setiap waktu dan tempat (maksudnya: shalat lima waktu adalah shalat yang diwajibkan setiap saat dan bukan karena sebab, pen). Adapun shalat gerhana dan tahiyatul masjid (bagi yang menilai hukum shalat tahiyatul masjid adalah wajib) atau shalat semacam itu, maka shalat-shalat ini wajib karena ada sebab tertentu. Maka shalat-shalat ini bukan seperti shalat wajib mutlaq (maksudnya: berbeda dengan shalat lima waktu).
Misalnya saja ada seseorang bernadzar akan menunaikan shalat dua raka’at. Shalat karena nadzar ini wajib dia kerjakan walaupun shalat tersebut bukan shalat lima waktu. Shalat ini wajib dikerjakan karena sebab dia bernadzar. Jadi, shalat yang wajib karena sebab tertentu tidak seperti shalat wajib muthlaq yang tanpa sebab.”

Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin mengatakan,

”Inilah pendapat yang kami nilai kuat. Namun sangat disayangkan orang-orang malah lebih senang melihat fenomena gerhana matahari atau gerhana bulan dan mereka tidak memperhatikan kewajiban yang satu ini. Semua hanya sibuk dengan dagangan, hanya berfoya-foya atau sibuk di ladang. Kami takutkan, mungkin saja gerhana ini adalah tanda diturunkannya adzab sebagaimana yang Allah takut-takuti melalui gerhana ini. Kesimpulannya, pendapat yang menyatakan wajib lebih kuat daripada yang menyatakan sekedar dianjurkan.” (Lihat penjelasan yang sangat menarik ini di Syarhul Mumthi’, 2/429)

Jadi bagi siapa saja yang melihat gerhana, maka dia wajib menunaikan shalat gerhana. Wallahu a’lam, wal ’ilmu ’indallah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk melaksanakannya.

Waktu Pelaksanaan Shalat Gerhana

Waktu pelaksanaan shalat gerhana adalah mulai ketika gerhana muncul sampai gerhana tersebut hilang.

Dari Al Mughiroh bin Syu’bah, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ ، لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوا حَتَّى يَنْجَلِىَ
”Matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Kedua gerhana tersebut tidak terjadi karena kematian atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat keduanya, berdo’alah pada Allah, lalu shalatlah hingga gerhana tersebut hilang (berakhir).” (HR. Bukhari no. 1060 dan Muslim no. 904)

Shalat gerhana juga boleh dilakukan pada waktu terlarang untuk shalat. Jadi, jika gerhana muncul setelah Ashar, padahal waktu tersebut adalah waktu terlarang untuk shalat, maka shalat gerhana tetap boleh dilaksanakan. Dalilnya adalah:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَافْزَعُوا إِلَى الصَّلاَةِ
”Jika kalian melihat kedua gerhana matahari dan bulan, bersegeralah menunaikan shalat.” (HR. Bukhari no. 1047).

E-book Kisah Nabi Hud ‘alaihis salam

Pembaca yang budiman pada kesempatan kali ini kami akan suguhkan ke tengah-tengah pembaca sekalian kisah singkat dari nabi hud ‘alaihissalam. Semoga ebook ringkas ini dapat menambah wawasan para pendidik serta kaum muslimin secara umum.

download_icon1

Menjual Barang Halal, Namun Dibeli Untuk Tujuan Haram

Kami termotivasi menyusun posting kali ini dari dorongan ustadz kami, Ustadz Abu Ali –hafizhohullah-. Ada pertanyaan seperti ini:
Apa hukumnya jualan computer, laptop, cd blank, PDA, mp3, atau mp4 dan semacamnya yang mayoritas sekarang walaupun banyak manfaatnya tetapi mayoritas digunakan untuk menyimpan musik, gambar porno, tulisan-tulisan sesat? Juga jualan kain yang mayoritas digunakan oleh orang yang membuat pakaian tidak syar’i? Juga hukum membuatkan website bagi perusahaan penjual brankas yang mayoritas penggunaan brankas untuk muamalah ribawi?

Berikut kami akan berusaha menjawab permasalahan di atas dengan membawakan penjelasan para ulama mengenai hal ini. Semoga Allah memudahkannya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Janganlah kalian saling tolong menolong dalam dosa dan melanggar batasan Allah.” (QS. Al Maidah: 2)

Dari Abdullah bin Buraidah dari ayahnya (yakni Buraidah), beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَبَسَ الْعِنَبَ أَيَّامَ الْقِطَافِ حَتَّى يَبِيعَهُ حَتَّى يَبِيعَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ أَوْ نَصْرَانِيٍّ أَوْ مِمَّنْ يَعْلَمُ أَنَّهُ يَتَّخِذُهُ خَمْرًا فَقَدْ تَقَحَّمَ فِي النَّارِ عَلَى بَصِيرَةٍ
“Siapa saja yang menahan anggur ketika panen hingga menjualnya pada orang yang ingin mengolah anggur tersebut menjadi khomr, maka dia berhak masuk neraka di atas pandangannya.” (HR. Thobroni dalam Al Awsath. Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)

[Komentar Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shohihah no. 1269 mengenai hadits ini: Al Hafizh Ibnu Hajar keliru dalam menilai hadits ini. Beliau tidak mengomentari hadits ini dalam At Talkhish (239) dan Al Hafizh mengatakan dalam Bulughul Marom bahwa hadits ini diriwayatkan oleh Ath Thobroni dalam Al Awsath dengan sanad yang hasan. Syaikh Al Albani menukil perkataan Ibnu Abi Hatim dalam Al ‘Ilal yang mengatakan bahwa dia berkata pada ayahnya tentang hadits ini. Ayahnya menjawab bahwa hadits ini dusta dan batil. Syaikh Al Albani sendiri menyimpulkan bahwa hadits ini bathil]
Walaupun hadits ini dinilai batil oleh sebagian ulama, namun banyak ulama yang mengambil faedah dari hadits ini karena hadits ini termasuk dalam keumuman surat Al Maidah ayat 2 di atas.

Penjelasan Ash Shon’ani

“Hadits ini adalah dalil mengenai haramnya menjual anggur yang nantinya akan diolah menjai khomr karena adanya ancaman neraka yang disebutkan dalam hadits. Kalau memang menjual anggur pada orang lain yang diketahui akan menjadikannya khomr, maka ini diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan para ulama). Adapun jika tidak diketahui seperti ini, Al Hadawiyah mengatakan bahwa hal ini diperbolehkan namun dinilai makruh karena ada keragu-raguan kalau anggur ini akan dijadikan khomr. Adapun jika sudah diketahui bahwa anggur tersebut akan dijadikan khomr, maka haram untuk dijual karena hal ini berarti telah saling tolong menolong dalam berbuat maksiat.
Adapun jika yang dijual adalah nyanyian, alat musik dan semacamnya, maka tidak boleh menjual atau membelinya dan ini berdasarkan ijma’ (kesepakatan kaum muslimin). Begitu juga menjual senjata dan kuda pada orang kafir untuk memerangi kaum muslimin, maka ini juga tidak diperbolehkan.” (Subulus Salam, 4/139, Mawqi’ Al Islam)

Pelajaran yang Sangat Apik dari Syaikhul Islam

Tidak sah jual beli, jika diketahui akan digunakan untuk yang haram seperti hasil perasan (seperti perasan anggur, pen) yang akan diolah menjadi khomr. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dan selainnya. Juga tidak diperbolehkan menjualnya jika ada sangkaan kuat akan digunakan untuk yang haram sebagaimana salah satu pendapat dari Imam Ahmad.
[Hukum menyewakan rumah pada orang yang akan menggunakan rumah tersebut untuk maksiat]
Adapun para ulama Hanabilah mengatakan, “Seandainya pemilik rumah mengetahui bahwa orang yang menyewa rumah tersebut akan menggunakan rumah itu untuk maksiat seperti digunakan untuk menjual khomr dan selainnya, maka pemilik rumah tidak boleh menyewakannya kepada orang tadi. Sewa tersebut tidak sah. Hukum jual beli dan sewa menyewa dalam hal ini adalah sama. ” (Al Ikhtiyarot Al Ilmiyah Li Syaikhil Islam, hal. 108, Mawqi’ Misykatul Islamiyah)

Jika ada yang bertanya: Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa orang yang membeli ini akan menggunakan perasan tadi untuk dijadikan khomr atau dia meminum langsung?

Syaikh Abu Malik menjawab,

Cukup dengan sangkaan kuatmu. Jika orang tersebut terlihat adalah orang yang sering membeli perasan untuk dijadikan khomr, jadilah haram menjual barang tersebut padanya. Karena jika kita tetap menjualnya berarti kita telah menolongnya dalam berbuat dosa dan melanggar batasan Allah. Padahal Allah melarang bentuk tolong menolong seperti ini. Jika orang tersebut menurut sangkaan kuat tidak demikian, maka jual beli tersebut tetap sah dan tidak terlarang.” (Shohih Fiqih Sunnah, 4/409)

Kesimpulan:

Jika barang yang dijual pada asalnya halal lalu diketahui atau berdasarkan sangkaan kuat akan digunakan oleh pembeli untuk maksud yang haram, maka jual beli tersebut tidak sah dan haram.
Jika barang yang dijual pada asalnya halal dan tidak diketahui akan digunakan oleh pembeli untuk yang haram, maka jual beli tersebut tetap sah dan tidak terlarang.

Semoga dengan penjelasan yang singkat ini dapat menjawab permasalah di awal tadi.
Semoga Allah selalu memberikan kita ilmu yang bermanfaat.
Alhamdu lillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.


E-book Kisah Ka’bah

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat serta hidayah-Nya. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wasallam, keluarga, para sahabat serta orang-orang yang mengikuti beliau sampai hari kiamat nanti.
Memberikan sesuatu yang baik kepada anak adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang tua. Orang tua senantiasa berusaha memberikan makanan, pakaian, serta pendidikan yang baik bagi putra-putri mereka, sesuai dengan kadar kemampuan mereka tentunya.
Memilihkan bacaan baik bagi putra-putrinya sering pula mereka lakukan. Mereka tentu berharap dengan hadirnya bacaan tersebut, selain putra-putrinya bisa terhibur, mereka juga memperoleh pelajaran dari buku yang dibaca. Hanya saja, terkadang bacaan yang dikonsumsi oleh anak-anak kaum muslimin pada saat ini belumlah sesuai dengan yang diharapkan. Selain materinya yang tidak islami, Ilustrasinya pun terkadang melanggar syariat. Untuk itu, E-book ini hadir dengan tujuan agar putra-putri kaum muslimin bisa mendapatkan materi yang benar-benar Islami, sesuai dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Semoga E-book bisa bermanfaat dan menambah khazanah bacaan anak-anak muslim di Indonesia.

download_icon1

SEBAB-SEBAB HATI MENJADI KERAS


Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan dalam kitabnya Bada’i al-Fawa’id [3/743], “Tatkala mata telah mengalami kekeringan disebabkan tidak pernah menangis karena takut kepada Allah ta’ala, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya keringnya mata itu adalah bersumber dari kerasnya hati. Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar terlindung dari hati yang tidak khusyu’, sebagaimana terdapat dalam hadits, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyu’, dari hawa nafsu yang tidak pernah merasa kenyang, dan dari doa yang tidak dikabulkan.” (HR. Muslim [2722]).

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir radhiyallahu’anhu, dia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah keselamatan itu? Apakah keselamatan itu?”. Maka Nabi menjawab, “Tahanlah lisanmu, hendaknya rumah terasa luas untukmu, dan tangisilah kesalahan-kesalahanmu.” (HR. Tirmidzi [2406], dia mengatakan; hadits hasan. Hadits ini disahihkan al-Albani dalam Shahih at-Targhib [2741]).

Abu Sulaiman ad-Darani rahimahullah mengatakan [al-Bidayah wa an-Nihayah, 10/256], “Segala sesuatu memiliki ciri, sedangkan ciri orang yang dibiarkan binasa adalah tidak bisa menangis karena takut kepada Allah.”

Di antara sebab kerasnya hati adalah :

  • Berlebihan dalam berbicara
  • Melakukan kemaksiatan atau tidak menunaikan kewajiban
  • Terlalu banyak tertawa
  • Terlalu banyak makan
  • Banyak berbuat dosa
  • Berteman dengan orang-orang yang jelek agamanya

Agar hati yang keras menjadi lembut
Disebutkan oleh Ibnu al-Qayyim di dalam al-Wabil as-Shayyib [hal.99] bahwa suatu ketika ada seorang lelaki yang berkata kepada Hasan al-Bashri, “Wahai Abu Sa’id! Aku mengadu kepadamu tentang kerasnya hatiku.” Maka Beliau menjawab, “Lembutkanlah hatimu dengan berdzikir.”

Sebab-sebab agar hati menjadi lembut dan mudah menangis karena Allah antara lain :

  • Mengenal Allah melalui nama-nama, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya
  • Membaca al-Qur’an dan merenungi kandungan maknanya
  • Banyak berdzikir kepada Allah
  • Memperbanyak ketaatan
  • Mengingat kematian, menyaksikan orang yang sedang di ambang kematian atau melihat jenazah orang
  • Mengkonsumsi makanan yang halal
  • Menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat
  • Sering mendengarkan nasehat
  • Mengingat kengerian hari kiamat, sedikitnya bekal kita dan merasa takut kepada Allah
  • Meneteskan air mata ketika berziarah kubur
  • Mengambil pelajaran dari kejadian di dunia seperti melihat api lalu teringat akan neraka
  • Berdoa
  • Memaksa diri agar bisa menangis di kala sendiri

[diringkas dari al-Buka' min Khas-yatillah, hal. 18-33 karya Ihsan bin Muhammad al-'Utaibi]

Masih Saja Ada yang Mau Beramal dengan Hadits Dho’if


Kaum muslimin yang semoga dirahmati Allah. Saat ini telah tersebar berbagai macam perkara baru dalam agama ini (baca: bid’ah). Seperti contohnya adalah acara tahlilan/yasinan yang tidak pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam dan tidak pernah pula dilakukan oleh para sahabatnya. Dan kebanyakan bid’ah saat ini terjadi dikarenakan tersebarnya hadits dho’if/lemah di tengah-tengah umat. Contoh dari hadits dho’if tersebut adalah tentang keutamaan surat yasin sehingga orang-orang membolehkan adanya yasinan. Hadits tersebut adalah, ”Bacakanlah surat yasin untuk orang mati di antara kalian”. (Hadits ini dho’if/lemah diriwayatkan oleh Abu Daud, Ibnu Majah, dan Nasa’i. An Nawawi mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat 2 perawi majhul/tidak dikenal).

Selain itu juga, hadits dho’if digunakan oleh sebagian orang untuk menjelaskan fadh’ail a’mal yaitu mendorong umat untuk melakukan kebaikan dan menakut-nakuti mereka agar tidak melakukan kejelekaan. Hadits dho’if (bahkan palsu) ini semakin tersebar –di zaman yang penuh kebodohan mengenai derajat hadits saat ini- baik melalui tulisan atau pun melalui lisan para da’i. Namun menjadi suatu pertanyaan penting, apakah hadits dho’if (atau bahkan palsu) boleh dijadikan sandaran hukum?! Simaklah pembahasan berikut ini.

Larangan Berdusta Atas Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam

Kaum muslimin yang semoga selalu ditunjuki oleh Allah menuju kebenaran. Perlu diketahui, bahwa berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam termasuk dosa besar karena beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mengancam orang yang demikian dengan neraka. Sebagaimana sabda beliau shallallahu ’alaihi wa sallam,

مَنْ كَذَبَ عَلَىَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja, maka hendaknya dia mengambil tempat duduknya di neraka”. (HR. Bukhari & Muslim).

Dari hadits ini terlihat jelas bahwasanya seseorang yang menyandarkan sesuatu kepada Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam tanpa mengetahui keshohihannya, dia terancam masuk neraka.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda,

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ
Cukuplah seseorang dikatakan berdusta, jika ia menceritakan setiap yang dia dengar.” (HR. Muslim).

Imam Malik –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,

”Ketahuilah, sesungguhnya seseorang tidak akan selamat jika dia menceritakan setiap yang didengarnya, dan dia tidak layak menjadi seorang imam (yang menjadi panutan, pen), sedangkan dia selalu menceritakan setiap yang didengarnya.” (Dinukil dari Muntahal Amani bi Fawa’id Mushtholahil Hadits lil Muhaddits Al Albani).

Dari perkataan Imam Malik ini terlihat bahwasanya walaupun seseorang tidak dikatakan berdusta secara langsung namun dia dapat dikatakan mendukung kedustaan karena menukil banyak hadits lalu mendiamkannya, padahal bisa saja hadits yang disampaikan dho’if atau dusta. (Lihat Muntahal Amani)

Hukum Memakai Hadits Dho’if

Setelah penjelasan larangan berdusta atas Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam yaitu seseorang tidak boleh menyampaikan suatu hadits tanpa tahu terlebih dahulu keshohihannya, maka perlu kita ketahui pula hukum menggunakan hadits dho’if dengan melihat perkataan Imam Muslim –semoga Allah merahmati beliau- berikut ini.
Imam Muslim –rahimahullah- berkata,

”Ketahuilah –semoga Allah memberikan taufiq padamu- bahwasaya wajib atas setiap orang yang mengerti pemilahan antara riwayat yang shohih dari riwayat yang lemah dan antara perowi yang tsiqoh (terpercaya, pen) dari perowi yang tertuduh (berdusta, pen); agar tidak meriwayatkan dari riwayat-riwayat tersebut melainkan yang dia ketahui keshohihan periwatnya dan terpercayanya para penukilnya, dan hendaknya dia menjauhi riwayat-riwayat yang berasal dari orang-orang yang tertuduh dan para ahli bid’ah (yang sengit permusuhannya terhadap ahlus sunnah). Dalil dari perkataan kami ini adalah firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S. Al Hujurat: 6)

Ayat yang kami sebutkan ini menunjukkan bahwa berita orang yang fasik gugur dan tidak diterima dan persaksian orang yang tidak adil adalah tertolak.” (Muqoddimah Shohih Muslim, dinukil dari Majalah Al Furqon).

Maka dapat disimpulkan bahwa hadits dho’if tidak boleh dijadikan sandaran hukum karena periwayat hadits dho’if termasuk orang yang fasik.

Bolehkah Hadits Dho’if Digunakan dalam Fadho’il A’mal?!

Ada sebagian kaum muslimin yang sering membawakan hadits dho’if (bahkan sangat dho’if/lemah) tentang fadha’il a’amal (keutamaan berbagai amal) dalam dakwah mereka. Mereka beralasan bahwa para ulama telah sepakat bolehnya menggunakan hadits dho’if dalam fadha’il a’mal. Padahal di pihak lain, banyak ulama yang menyatakan hadits dho’if tidak boleh diamalkan secara mutlak meskipun di dalam masalah fadha’il a’mal.

Perlu kaum muslimin ketahui, bahwa maksud sebagian ulama yang membolehkan menggunakan hadits dho’if bukanlah yang dimaksudkan mereka menggunakan hadits dho’if serampangan begitu saja. Namun, maksud mereka adalah dibolehkan menggunakan hadits dho’if untuk menjelaskan fadha’il a’mal (keutamaan amalan) dalam amalan yang telah disyari’atkan dalam syari’at dengan dalil-dalil yang shohih seperti dzikir, puasa, dan sholat. Hal ini dimaksudkan agar jiwa manusia selalu mengharapkan pahala dari amalan-amalan tersebut atau menjadi takut untuk melaksanakan suatu kejelekan. Para ulama tidak menghendaki penetapan hukum syar’i dengan hadits-hadits yang dho’if/lemah yang tidak memiliki landasan pokok dari hadits yang shohih. Seperti yasinan/tahlilan tidak memiliki dalil dari hadits yang shohih sama sekali yang menjadi landasan pokok dalam penetapan hukum.

Para ulama yang membolehkan beramal dengan hadits dho’if di dalam fadho’il a’mal juga memberikan persyaratan bagi hadits yang boleh diamalkan dalam hal tersebut. Syarat-syarat tersebut adalah:

(1) Hendaknya hadits dho’if tersebut bukanlah hadits yang sangat dho’if/lemah,
(2) Hendaknya hadits dho’if tersebut masuk di bawah hadits shohih (atau minimal hasan) yang sifatnya umum,
(3) Di dalam mengamalkannya tidak diyakini keshohihannya,
(4) Hadits ini tidak boleh dipopulerkan.

Syarat-syarat di atas di dalam prakteknya sulit sekali diterapkan oleh kebanyakan kaum muslimin. Kebanyakan dari mereka tidak bisa memilah antara hadits dho’if dengan hadits yang dho’if jiddan (lemah sekali) dan antara hadits yang di dalamnya memiliki landasan dari hadits yang shohih dengan yang tidak. (Lihat Majalah Al Furqon, thn.6, ed.2 dan Ilmu Ushul Bida’)
Maka pendapat terkuat dalam hal ini adalah hadits dho’if tidak boleh digunakan sama sekali termasuk juga dalam fadha’il a’mal. Allahumma sholli ’ala Muhammad wa ’ala alihi wa shohbihi wa sallam.

ORANG-ORANG YANG ASING


Imam Muslim meriwayatkan di dalam Shahihnya dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Islam datang dalam keadaan asing. Dan ia akan kembali menjadi asing sebagaimana kedatangannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu.” (HR. Muslim [145] dalam Kitab al-Iman.Syarh Muslim, 1/234).

an-Nawawi rahimahullah menukil keterangan al-Harawi bahwa makna orang-orang yang asing adalah : orang-orang yang berhijrah meninggalkan negeri/daerah mereka karena kecintaan mereka kepada Allah ta’ala (Syarh Muslim, 1/235). Keterangan al-Harawi di atas dilandaskan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Majah dalam Shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Islam datang dalam keadaan asing dan ia akan kembali menjadi asing, maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Ada yang bertanya, “Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang asing?”. Beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang memisahkan diri dari kabilah-kabilah [mereka].” (HR. Ibnu Majah [3978] dinyatakan sahih oleh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibni Majah [8/488] namun tanpa tambahan ‘ada yang bertanya, dan seterusnya’, as-Syamilah).

Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnadnya dari Abdullah bin Amr bin al-’Ash radhiyallahu’anhu, dia mengatakan; Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dan ketika itu kami berada di sisi beliau, “Beruntunglah orang-orang yang asing.” Kemudian ada yang menanyakan, “Siapakah yang dimaksud orang-orang yang asing itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Orang-orang salih yang hidup di tengah-tengah orang-orang yang jelek lagi banyak [jumlahnya]. Orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada orang yang menaati mereka.” (HR. Ahmad 6362 [13/400], disahihkan al-Albani dalam Shahih w a Dha’if al-Jami’ 7368 [3/443] as-Syamilah)

Syaikh al-Albani rahimahullah menyebutkan di dalam Silsilah al-Ahadits as-Shahihah penafsiran makna orang-orang yang asing tersebut dengan sanad yang sahih. Diriwayatkan oleh Abu Amr ad-Dani dalam as-Sunan al-Waridah fi al-Fitan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu secara marfu’ -sampai kepada Nabi-, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Islam itu datang dalam keadaan asing dan akan kembali menjadi asing seperti ketika datangnya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing.” Ada yang bertanya, “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”. Maka beliau menjawab, “Yaitu orang-orang yang tetap baik [agamanya] tatkala orang-orang lain menjadi rusak.” (as-Shahihah no 1273 [3/267]. as-Syamilah, lihat juga Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 54).

al-Qari menafsirkan bahwa makna orang-orang yang asing adalah orang-orang yang memperbaiki [memulihkan] ajaran Nabi yang telah dirusak oleh manusia sesudahnya. Beliau berdalil dengan hadits yang diriwayatkan melalui Amr bin Auf al-Muzani radhiyallahu’anhu, demikian dinukilkan oleh al-Mubarakfuri (Tuhfat al-Ahwadzi [6/427] as-Syamilah). Imam Tirmidzi menyebutkan dalam Sunannya hadits tersebut yang disandarkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Mereka itu adalah orang-orang yang memperbaiki ajaranku yang telah dirusak oleh manusia-manusia sesudah kepergianku.” (HR. Tirmidzi [2554] dari Amr bin Auf al-Muzani radhiyallahu’anhu, namun hadits ini dinyatakan berstatus dha’if jiddan -lemah sekali- oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan at-Tirmidzi [2630] as-Syamilah, lihat pula Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 53 oleh Syaikh Salim al-Hilali).

al-Mubarakfuri menjelaskan makna ‘ memperbaiki ajaranku yang telah dirusak oleh manusia-manusia’ yaitu : “Mereka mengamalkan ajaran/sunnah tersebut dan mereka menampakkannya sekuat kemampuan mereka.” (Tuhfat al-Ahwadzi [6/428] as-Syamilah). al-Mubarakfuri juga menjelaskan bahwa hadits yang diriwayatkan oleh at-Tirmidzi di atas bersatus lemah dikarenakan terdapat seorang periwayat yang bernama Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf al-Muzani. al-Mubarakfuri berkata, “Katsir ini adalah periwayat yang lemah menurut banyak ulama ahli hadits, bahkan menurut mayoritas mereka. Sampai-sampai Ibnu Abdi al-Barr mengatakan, ‘Orang ini telah disepakati akan kedha’ifannya’.” Maka keterangan beliau ini menyanggah at-Tirmidzi yang menghasankan hadits di atas (lihat Tuhfat al-Ahwadzi [6/428] as-Syamilah).

Syaikh Salim al-Hilali hafizhahullah berkata, “…tidak ada riwayat yang sah mengenai penafsiran [Nabi] tentang makna al-Ghuraba’ (orang-orang asing) selain dua tafsiran yang marfu’ yaitu : [1] Orang-orang yang [tetap] baik tatkala masyarakat telah diliputi kerusakan. [2] Orang-orang salih yang hidup di tengah-tengah banyak orang yang buruk [agamanya], akibatnya orang yang menentang mereka lebih banyak daripada yang mengikuti mereka.” (Limadza ikhtartul manhaj salafi, hal. 55).

Imam at-Tirmidzi membawakan hadits dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang suatu masa ketika itu orang yang tetap bersabar di antara mereka di atas ajaran agamanya bagaikan orang yang sedang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi [2260] disahihkan al-Albani dalam Shahih wa Dha’is Sunan at-Tirmidzi [5/260], as-Shahihah no 957. as-Syamilah).

Marilah Memenuhi Undangan Nikah


Para pembaca sekalian yang semoga dirahmati Allah Ta’ala. Setiap muslim adalah saudara bagi muslim yang lain. Setiap muslim memiliki hak bagi saudaranya yang lain. Hak sesama muslim ini sangatlah banyak sebagaimana terdapat dalam banyak hadits.

Di antaranya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,”Hak muslim pada muslim yang lain ada enam yaitu,”(1) Apabila engkau bertemu, berilah salam padanya, (2) Apabila engkau diundang, penuhilah undangannya, (3) Apabila engkau dimintai nasehat, berilah nasehat padanya, (4) Apabila dia bersin lalu mengucapkan ’alhamdulillah’, doakanlah dia (dengan mengucapkan ’yarhamukallah’, pen), (5) Apabila dia sakit, jenguklah dia, dan (6) Apabila dia meninggal dunia, iringilah jenazahnya. (HR. Muslim). Di antara hak yang harus ditunaikan seorang muslim pada muslim yang lain dalam hadits ini adalah memenuhi undangan.

Memenuhi Undangan Seorang Muslim
Hukum memenuhi undangan seorang muslim adalah disyari’atkan, tanpa adanya perselisihan di antara para ulama. Namun hal ini dengan syarat:

(1) orang yang mengundang adalah seorang muslim,
(2) orang yang mengundang tidak terang-terangan dalam berbuat maksiat, dan
(3) tidak terdapat maksiat yang tidak mampu dihilangkan dalam acara yang akan dilangsungkan.

Akan tetapi, mayoritas ulama berpendapat bahwa undangan yang wajib dipenuhi hanya undangan walimahan (resepsi pernikahan). Sedangkan undangan selain walimahan hanya dianjurkan (tidak wajib) untuk dipenuhi. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, Syaikh Ibnu Utsaimin dan Tawdihul Ahkam, Syaikh Ali Basam)

Hukum Memenuhi Undangan Walimahan adalah Wajib
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda yang artinya,”Apabila seseorang di antara kalian diundang untuk menghadiri walimatul ’ursy (resepsi pernikahan, pen), penuhilah.” (HR. Muslim) dan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda yang artinya,”Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan walimah/pernikahan, sungguh dia telah durhaka pada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Muslim). Dari dua hadits ini terlihat jelas bahwasanya hukum memenuhi undangan walimahan adalah wajib, jika memenuhi 3 syarat di atas. Undangan tersebut juga wajib dipenuhi jika undangan tersebut adalah undangan pertama¬ dan pada hari pertama (jika walimahannya lebih dari sehari, yang wajib dipenuhi hanya hari pertama saja, pen). (Lihat Tawdihul Ahkam, Syaikh Ali Basam dan Al Qoulul Mufid ’ala Kitabit Tauhid, Syaikh Ibnu Utsaimin)

Memenuhi Undangan Orang Kafir
Mungkin ada yang bertanya, bolehkah kita memenuhi undangan orang kafir (selain muslim, pen)? Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah berkata,”Apabila yang mengundang adalah orang kafir, tidak boleh (haram) memenuhi undangan tersebut, bahkan tidak disyari’atkan, kecuali apabila terdapat maslahat (manfaat) di dalamnya. Seperti untuk mengajaknya masuk Islam atau dalam rangka perdamaian. Hal seperti ini tidaklah mengapa karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam pernah memenuhi undangan orang Yahudi yang mengundangnya di Madinah. (Syarh Riyadhus Sholihin)

Memenuhi Undangan Orang Fasik
Apabila yang mengundang adalah seorang muslim, namun dia terang-terangan dalam berbuat maksiat (fasik) seperti mencungkur jenggot, merokok di muka umum atau melakukan bentuk kemaksiatan yang lain, maka memenuhi undangan dari orang semacam ini tidaklah wajib.
Akan tetapi, jika dalam memenuhi undangan tersebut terdapat maslahat (manfaat), maka boleh menghadirinya. Sedangkan apabila dalam memenuhi undangan tersebut tidak terdapat maslahat, maka perlu dipertimbangkan lagi, yaitu bisa memilih untuk datang atau tidak. (Syarh Riyadhus Sholihin)

Bagaimana Jika dalam Acara Walimahan terdapat Kemungkaran?
Apabila seseorang mampu merubah kemungkaran, dia wajib memenuhi undangan tersebut -yaitu undangan walimatul ’ursy yang undangannya wajib dipenuhi-, dengan dua tinjauan yaitu :

(1) untuk menghilangkan kemungkaran dan
(2) untuk memenuhi undangan saudaranya.

Adapun jika dalam acara tersebut terdapat kemungkaran dan tidak mampu dirubah seperti di dalamnya terdapat ajakan untuk merokok, atau terdapat alat musik (padahal telah jelas bahwa alat musik adalah haram, pen), maka tidak wajib (haram) untuk memenuhi undangan semacam ini. Karena menghadiri acara semacam ini, walaupun ada rasa benci dalam hati, dapat dikatakan serupa dengan pelaku kemungkaran.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman yang artinya,”Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. (An Nisa’: 140) (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin)

Bagaimana Jika Sifat Undangan Walimahan adalah Umum?
Misalnya yang diundang adalah ditujukan pada penghuni wisma MTI atau kepada pengurus YPIA, tanpa ditentukan siapa person yang diundang, maka perhatikanlah penjelasan berikut.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah berkata,”Apabila kartu undangan walimahan ditujukan untuk semua orang, tidak di-ta’yin (ditentukan) siapa yang diundang, maka mungkin dapat dikatakan ini adalah undangan jafala (undangan yang bersifat umum), tidak wajib memenuhi undangan seperti ini. Namun jika dia yakin bahwa dialah yang diundang, maka memenuhi undangan ini menjadi wajib karena ini sama saja dengan undangan dari lisan si pengundang. (Lihat Al Qoulul Mufid ’ala Kitabit Tauhid)

Saudaraku, jika seseorang mengundangmu ke rumahnya untuk makan bersama atau engkau diajak untuk membantunya dalam suatu perkara, maka penuhilah. Karena hal ini akan membuat senang orang yang mengundang dan akan lebih mempererat ukhuwah dan kasih sayang sesama muslim. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad, kerabat dan sahabatnya.

Dakwah Salafiyyah, Antara Klaim dan Realita

Sesungguhnya pokok-pokok dakwah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam yang diemban oleh salafush sholih begitu jelas sekali bagaikan jalan yang terang benderang. Hanya saja pasukan -pasukan ahli bid’ah menyebarkan debu-debu sybhat sehingga banyak mata manusia menjadi kabur dan buta dari dakwah Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam yang murni

Disana terdapat 72 panji pasukan-pasukan ahli bid’ah yang hendak menggeser panji Firqotun Najiyah Tho’ifah Manshuroh dari jalan yang lurus, barangsiapa mengikuti 72 panji kebid’ahan ini maka akan terhalang dari panji Th’oifah Manshuroh, 72 panji kebid’ahan ini pada jaman sekarang ini dipanggul oleh berbagai macam kelompok bid’ah modern dengan berbagai macam modelnya, mereka menggunakan politik-politik licik sebagai kendaraan untuk menyebarluaskan berbagai macam manhaj-manhaj bid’ah mereka dengan slogan “ Mempersatukan kelompok-kelompok islam untuk menegakkan daulah Islamiyyah”

Yang lebih berbahaya lagi bahwasanya sebagian da’i-da’i kelompok sesat ini dengan lantangnya mencatut nama dakwah Salafiyyah didalam gerak langkah mereka. Mereka hiasi klaim mereka ini dengan sebagian ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan yang membela sebagian segi dari aqidah salaf, seperti Asma’ wa Shifat dan peringatan dari kesyirikan, tetapi ternyata disaat yang sama mereka juga menyebarkan ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan yang menyelisihi dan menghantam pokok-pokok manhaj salaf.

Mereka begitu lantang melarang umat dari kesyirikan tetapi dalam waktu yang sama mereka menyelisih manhaj salaf dalam masalah imamah tentang wajibnya taat kepada pemerintah yang muslim dalam hal yang ma’ruf ! Mereka mendakwahkan aqidah salaf tetapi memecah belah ummat dan mengkotak-kotak umat didalam kelompok-kelompok dan partai-partai yang saling berseteru ! Mereka begitu gigih melawan kelompok-kelompok liberal dan sekuler tetapi diwaktu yang sama memuji dan membela kelompok kelompok kebid’ahan seperti Sayyid Quthb, Muhammad Surur, Salman al -Audah, Ahmad Tijani dan yang lainnya.Mereka mengaku da’i-da’i Ahlus Sunnah tetapi begitu sinis kepada para ulama Ahlus Sunnah seperti Syaikh al-Albani, Syaikh Muhammad Aman al-Jami, Syaikh Rabi’ bin Hadi al-Madkhali dan yang lainnya. Mereka mengaku da’i-da’i salafi tetapi membenarkan tindakan penumpahan darah-darah orang orang mukmin dan orang-orang kafir dzimmi dan mu’ahad, bahkan mereka begitu getol memuji dan membela para pelakunya.

Kadang ada sebagian ahli bid’ah yang memerangi manhaj-manhaj kelompok bid’ah yang lainnya, seperti para tokoh Khawarij yang getol membantah manhaj Syi’ah atau manhaj Jaringan Islam Liberal yang merupakan musuh bagi setiap da’i salafu, kemudian ada sebagian orang terpedaya dengan sepak terjang tokoh-tokoh khawarij ini sehingga menganggap bahwa bantahan tokoh-tokoh khawarij ini terhadap kelompok Syi’ah atau JIL menjadikan mereka dimasukkan kedalam kategori du’at salafiyyin

Sesungguhnya pertentangan antara kelompok-kelompok bid’ah tidak menjadikan kelompok-kelompok bid’ah ini dimasukkan kedalam barisan Ahli Sunnah, sebagaimana Mu’tazilah tidak digolongkan oleh para ulama kedalam barisan Ahli Sunnah meskipun mereka membantah kelompok Jahmiyyah dalam masalah takdir. Demikian juga kelompok Asy ‘ariyyah tidak digolongkan Ahli Sunnah meskipun membantah Syi’ah Rafidhah, dan kelompok Khawarij tidak digolongkan Ahli Sunnah meskipun membantah kelompok Murji’ah dalam masalah iman.

Maka nampaklah urgensi garis pemisah yang memilah antara Ahlus Sunnah dan ahli bid’ah, antara dakwah salafiyyah dan dakwah hizbiyyah, terutama dizaman sekarang yang banyak para ahli bid’ah mengaku Ahli Sunnah dan banyak para hizbiyyun yang mengaku salafiyyun.

Download Audio: Wahai Saudaraku, Bersemangatlah Menuntut Ilmu (Ust. Abu ‘Isa)

Tidak diragukan lagi bahwasanya pengetahuan tentang kemuliaan besar yang akan didapati dengan menuntut ilmu dan kedudukan yang tinggi yang akan diperoleh, akan menjadikan seseorang paling bersemangat dalam menempuh jalannya ilmu dan belajar, dan beradab dengan adab-adab yang syar’i yang akan menambah kedudukan dan keutamaan di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’ala, serta akan meninggikan kemuliaannya, serta akan terbuktilah kemanfaatannya terhadap manusia.

Allah berfirman tentang keutamaan orang yang berilmu, di antaranya adalah firman-Nya:

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الأَلْبَابِ

“Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (Az-Zumar:9).


Dan Allah juga berfirman:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu (agama) beberapa derajat.” (Al-Mujaadilah:11).


Juga sabda dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang perumpamaan orang yang berilmu,

Perumpamaan apa yang aku bawa dari petunjuk dan ilmu adalah seperti air hujan yang banyak yang menyirami bumi, maka di antara bumi tersebut terdapat tanah yang subur, menyerap air lalu menumbuhkan rumput dan ilalang yang banyak. Dan di antaranya terdapat tanah yang kering yang dapat menahan air maka Allah memberikan manfaat kepada manusia dengannya sehingga mereka bisa minum darinya, mengairi tanaman dengannya dan bercocok tanam dengan airnya. Dan air hujan itu pun ada juga yang turun kepada tanah/lembah yang tandus, tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan rumput-rumputan. Itulah perumpamaan orang yang memahami agama Allah dan orang yang mengambil manfaat dengan apa yang aku bawa, maka ia mengetahui dan mengajarkan ilmunya kepada yang lainnya, dan perumpamaan orang yang tidak perhatian sama sekali dengan ilmu tersebut dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus dengannya.” (HR. Al-Bukhari)

Saudaraku, bersemangatlah di dalam menuntut ilmu, karena hanya dengan ilmulah, kita dapat memperoleh kemuliaan dan derajat yang tinggi di sisi Allah. Oleh karena itu, berikut ini kami sajikan rekaman kajian dengan tema Wahai Saudaraku, Bersemangatlah Menuntut Ilmu yang disampaikan oleh fadhillatul-ustadz Abu ‘Isa Abdullah bin Salam hafizhahullah di Masjid IPDN, Jatinangor.

Semoga, dengan mendengarkan nasihat yang sangat berharga dari beliau kita akan semakin bersemangat di dalam menuntut ilmu, serta menjadi motivasi bagi yang belum mengetahui tentang hakikat keutamaan dan kewajiban menuntut ilmu.

Mudah-mudahan, kita termasuk orang-orang yang diinginkan kebaikan oleh Allah Tabaraka wa Ta’alai di dunia dan di akhirat. Sebab, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ

Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan kepadanya, niscaya Allah akan pahamkan dia tentang agama(nya).” (Muttafaqun ‘alaih).

Ketahuilah, pemahaman terhadap agama merupakan di antara kebaikan yang terbesar yang Allah berikan kepada hamba-hamba-Nya, dan orang yang tidak mau tafaqquh fiddiin (mempelajari dan memahami agamanya) berarti telah diharamkan dari berbagai kebaikan. Wallahu a’lam.

Silakan download rekaman kajian Wahai Saudaraku, Bersemangatlah Menuntut Ilmu yang memiliki durasi 01:20:51 (18,5 MB) di sini.

10 Pintu Setan dalam Menyesatkan Manusia


Disusun oleh Muhammad Abduh Tuasikal, ST

Saudaraku, ketahuilah bahwa hati adalah ibarat sebuah benteng. Setan sebagai musuh kita selalu ingin memasuki benteng tersebut. Setan senantiasa ingin memiliki dan menguasai benteng itu. Tidak mungkin benteng tersebut bisa terjaga selain adanya penjagaan yang ketat pada pintu-pintunya. Pintu-pintu tersebut tidak bisa terjaga kecuali jika seseorang mengetahui pintu-pintu tadi. Setan tidak bisa terusir dari pintu tersebut kecuali jika seseorang mengetahui cara setan memasukinya. Cara setan untuk masuk dan apa saja pintu-pintu tadi adalah sifat seorang hamba dan jumlahnya amatlah banyak. Pada saat ini kami akan menunjukkan pintu-pintu tersebut yang merupakan pintu terbesar yang setan biasa memasukinya. Semoga Allah memberikan kita pemahaman dalam permasalah ini.

Pintu pertama:

Ini adalah pintu terbesar yang akan dimasuki setan yaitu hasad (dengki) dan tamak. Jika seseorang begitu tamak pada sesuatu, ketamakan tersebut akan membutakan, membuat tuli dan menggelapkan cahaya kebenaran, sehingga orang seperti ini tidak lagi mengenal jalan masuknya setan. Begitu pula jika seseorang memiliki sifat hasad, setan akan menghias-hiasi sesuatu seolah-olah menjadi baik sehingga disukai oleh syahwat padahal hal tersebut adalah sesuatu yang mungkar.

Pintu kedua:

Ini juga adalah pintu terbesar yaitu marah. Ketahuilah, marah dapat merusak akal. Jika akal lemah, pada saat ini tentara setan akan melakukan serangan dan mereka akan menertawakan manusia. Jika kondisi kita seperti ini, minta perlindunganlah pada Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إذا غضب الرجل فقال : أعوذ بالله سكن غضبه
“Jika seseorang marah, lalu dia mengatakan: a’udzu billah (aku berlindung pada Allah), maka akan redamlah marahnya.” (As Silsilah Ash Shohihah no. 1376. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu ketiga:

Yaitu sangat suka menghias-hiasi tempat tinggal, pakaian dan segala perabot yang ada. Orang seperti ini sungguh akan sangat merugi karena umurnya hanya dihabiskan untuk tujuan ini.

Pintu keempat:

Yaitu kenyang karena telah menyantap banyak makanan. Keadaan seperti ini akan menguatkan syahwat dan melemahkan untuk melakukan ketaatan pada Allah. Kerugian lainnya akan dia dapatkan di akhirat sebagaimana dalam hadits:

فَإِنَّ أَكْثَرَهُمْ شِبَعًا فِى الدُّنْيَا أَطْوَلُهُمْ جُوعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya orang yang lebih sering kenyang di dunia, dialah yang akan sering lapar di hari kiamat nanti.” (HR. Tirmidzi. Dalam As Silsilah Ash Shohihah, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)

Pintu kelima:

Yaitu tamak pada orang lain. Jika seseorang memiliki sifat seperti ini, maka dia akan berlebih-lebihan memuji orang tersebut padahal orang itu tidak memiliki sifat seperti yang ada pada pujiannya. Akhirnya, dia akan mencari muka di hadapannya, tidak mau memerintahkan orang yang disanjung tadi pada kebajikan dan tidak mau melarangnya dari kemungkaran.

Pinta keenam:

Yaitu sifat selalu tergesa-gesa dan tidak mau bersabar untuk perlahan-lahan. Padahal terdapat sebuah hadits dari Anas, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

التَّأَنيِّ مِنَ اللهِ وَ العُجْلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ
“Sifat perlahan-lahan (sabar) berasal dari Allah. Sedangkan sifat ingin tergesa-gesa itu berasal dari setan.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya dan Baihaqi dalam Sunanul Qubro. Syaikh Al Albani dalam Al Jami’ Ash Shoghir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Pintu ketujuh:

Yaitu cinta harta. Sifat seperti ini akan membuat berusaha mencari harta bagaimana pun caranya. Sifat ini akan membuat seseorang menjadi bakhil (kikir), takut miskin dan tidak mau melakukan kewajiban yang berkaitan dengan harta.

Pintu kedelapan:

Yaitu mengajak orang awam supaya ta’ashub (fanatik) pada madzhab atau golongan tertentu, tidak mau beramal selain dari yang diajarkan dalam madzhab atau golongannya.

Pintu kesembilan:

Yaitu mengajak orang awam untuk memikirkan hakekat (kaifiyah) dzat dan sifat Allah yang sulit digapai oleh akal mereka sehingga membuat mereka menjadi ragu dalam masalah paling urgen dalam agama ini yaitu masalah aqidah.

Pintu kesepuluh:

Yaitu selalu berburuk sangka terhadap muslim lainnya. Jika seseorang selalu berburuk sangka (bersu’uzhon) pada muslim lainnya, pasti dia akan selalu merendahkannya dan selalu merasa lebih baik darinya. Seharusnya seorang mukmin selalu mencari udzur dari saudaranya. Berbeda dengan orang munafik yang selalu mencari-cari ‘aib orang lain.

Semoga kita dapat mengetahui pintu-pintu ini dan semoga kita diberi taufik oleh Allah untuk menjauhinya.

Rujukan: Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Ibnu Qudamah Al Maqdisiy

Shalat Dhuha Dapat Menggantikan Sedekah dengan Seluruh Persendian


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ سُلاَمَى مِنَ النَّاسِ عَلَيْهِ صَدَقَةٌ كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ، تَعْدِلُ بَيْنَ اثْنَيْنِ صَدَقَةٌ، وَتُعِيْنُ الرَّجُلَ فِي دَابَّتِهِ فَتَحْمِلُهُ عَلَيْهَا أَوْ تَرْفَعُ لَهُ عَلَيْهَا مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ، وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ، وَبِكُلِّ خُطْوَةٍ تََمْشِيْهَا إِلَى الصَّلاَةِ صَدَقَةٌ، وَتُمِيْطُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيْقِ صَدَقَةٌ
Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedakah setiap harinya mulai matahari terbit. Memisahkan (menyelesaikan perkara) antara dua orang (yang berselisih) adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah. Berkata yang baik juga termasuk sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah shadaqah ”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Mari kita lihat penjelasan hadits ini.

Makna Sulama

(سُلاَمَى) bermakna persendian. Ada juga yang mengatakan bahwa maknanya adalah tulang.
Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan bahwa (سُلاَمَى) adalah persendian dan anggota badan.

Dinukil oleh Ibnu Daqiq Al ‘Ied bahwa Al Qadhi ‘Iyadh (seorang ulama besar Syafi’iyyah) berkata, “Pada asalnya kata (سُلاَمَى) bermakna tulang telapak tangan, tulang jari-jari dan tulang kaki. Kemudian kata tersebut digunakan untuk tulang lainnya dan juga persendian”.
Terdapat hadits dalam shohih Muslim bahwa tubuh kita ini memiliki 360 persendian. Di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ خُلِقَ كُلُّ إِنْسَانٍ مِنْ بَنِى آدَمَ عَلَى سِتِّينَ وَثَلاَثِمَائَةِ مَفْصِلٍ
“Sesungguhnya setiap manusia keturunan Adam diciptakan memiliki 360 persendian.” (HR. Muslim no. 2377)

Ajaibnya Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Inilah yang terdapat dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para dokter saat ini juga mengatakan seperti yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan. Maka hal ini menunjukkan bahwa risalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah benar.

Setiap Hari Kita Memiliki Kewajiban Bersedekah dengan 360 Persendian

(كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ) bermakna setiap hari diwajibkan bagi anggota tubuh kita untuk bersedekah. Yaitu diwajibkan bagi setiap persendian kita untuk bersedekah. Maka dalam setiap minggu berarti ada 360 x 7 = 2520 sedekah.
Akan tetapi dengan nikmat Allah, sedekah ini adalah umum untuk semua bentuk qurbah (pendekatan diri pada Allah). Setiap bentuk pendekatan diri kepada Allah adalah termasuk sedekah. Berarti hal ini tidaklah sulit bagi setiap orang. Karena setiap orang selama dia menyukai untuk melaksanakan suatu qurbah (pendekatan diri pada Allah) maka itu akan menjadi sedekah baginya sebagaimana disebutkan dalam lanjutan hadits di atas.

Faedah dari hadits ini menunjukkan setiap orang wajib bersedekah dengan setiap anggota badannya pada setiap harinya mulai dari matahari terbit. Karena perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (عَلَيْهِ صَدَقَةٌ) menunjukkan wajibnya. Bentuk dari hal ini adalah setiap orang harus bersyukur kepada Allah setiap paginya atas keselamatan pada dirinya baik keselamatan pada tangannya, kakinya, dan anggota tubuh lainnya. Maka dia bersyukur kepada Allah karena nikmat ini.

Kalau ada yang mengatakan hal seperti ini sulit dilakukan karena setiap anggota badan harus dihitung untuk bersedekah?

Jawabannya : Nabi telah memberikan ganti untuk hal tersebut yaitu untuk mengganti 360 sedekah dari persendian yang ada. Penggantinya adalah dengan mengerjakan shalat sunnah Dhuha sebanyak 2 raka’at.

Dari Abu Dzar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى »
“Pada pagi hari diwajibkan bagi seluruh persendian di antara kalian untuk bersedekah. Maka setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah, setiap bacaan tahlil adalah sedekah, dan setiap bacaan takbir adalah sedekah. Begitu juga amar ma’ruf (memerintahkan kepada ketaatan) dan nahi mungkar (melarang dari kemungkaran) adalah sedekah. Ini semua bisa dicukupi (diganti) dengan melaksanakan shalat Dhuha sebanyak 2 raka’at.” (HR. Muslim no. 1704)

Ibnu Daqiq Al ‘Ied mengatakan,

“Maksudnya, semua shadaqah yang dilakukan oleh anggota badan tersebut dapat diganti dengan dua raka’at shalat Dhuha, karena shalat merupakan amalan semua anggota badan. Jika seseorang mengerjakan shalat, maka setiap anggota badan menjalankan fungsinya masing-masing. ”

An Nawawi dalam Syarh Muslim 3/47 mengatakan,

. وَفِيهِ دَلِيل عَلَى عِظَم فَضْل الضُّحَى وَكَبِير مَوْقِعهَا ، وَأَنَّهَا تَصِحُّ رَكْعَتَيْنِ
“Hadits ini adalah dalil yang menunjukkan tentang agung dan mulianya shalat Dhuha dan menunjukkan pula besarnya kedudukannya. Dan shalat Dhuha boleh dilakukan hanya dengan 2 raka’at.”

Dari hadits Abu Dzar di atas menunjukkan bahwa boleh untuk terus menerus dalam mengerjakan shalat Dhuha.

Waktu Mengerjakan Shalat Dhuha dan Jumlah Raka’atnya

Adapun waktu mengerjakannya adalah

ketika matahari sudah setinggi tombak dilihat dengan mata telanjang hingga dekat dengan waktu matahari bergeser ke barat yaitu kira-kira 1/3 jam (30 menit) setelah matahari terbit hingga 10 atau 5 menit sebelum matahari bergeser ke barat.

Dan jumlah raka’at minimal adalah 2 raka’at tanpa ada batasan raka’at maksimal. Inilah yang dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin.

Namun, Ibnu Qudamah dalam Al Mughni 3/322, menyebutkan bahwa jumlah raka’at minimal untuk shalat Dhuha adalah 2 raka’at sedangkan maksimalnya adalah 8 raka’at. Hal ini berdasarkan hadits muttafaqun ‘alaih dari Ummu Hani,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ بَيْتَهَا يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ ، وَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ ، فَلَمْ أَرَ صَلَاةً قَطُّ أَخَفَّ مِنْهَا ، غَيْرَ أَنَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَالسُّجُودَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumahnya ketika Fathul Makkah. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat 8 raka’at. Maka aku tidak pernah melihat beliau shalat seringan itu kecuali beliau menyempurnakan ruku’ dan sujudnya.”

Demikian pembahasan kami pada posting kali ini. Semoga kita selalu dimudahkan oleh Allah untuk melakukan dan mengkontinuikan amalan yang satu ini.

Rujukan: Syarh Arba’in, Syaikh Ibnu Utsaimin; Al Mughni, Ibnu Qudamah, dan syarh hadits Arba’in lainnya

Dirikanlah Shalat (1): Muqaddimah

Muraja’ah: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar

Sudah bukan rahasia lagi bahwa shalat adalah ibadah yang paling utama. Diantaranya adalah bahwa shalat merupakan amalan yang pertama kali akan dihisab di Hari Akhir kelak berkaitan dengan hak Allah atas hamba-Nya. Beberapa keutamaan yang lain telah banyak kita ketahui.

Dengan memohon pertolongan Allah, kita akan berusaha membahas perkara shalat secara lebih terperinci. Rujukan utama yang akan kita gunakan adalah kitab Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz karya Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi. Agar kita dapat menyerap ilmu secara bertahap dan memahaminya dengan benar, maka insya Allah pembahasan akan kita bagi menjadi sepuluh seri:

  1. Muqaddimah (meliputi: kedudukan shalat, hukum meninggalkan shalat, siapa yang wajib melaksanakan shalat?)
  2. Waktu-waktu shalat (meliputi: Kapankah waktu shalat tiba? Kapankah seseorang dapat dianggap telah mendapatkan waktu shalat? Kapankah seseorang dianggap telah mendapati waktu shalat?)
  3. Waktu-waktu shalat yang terlarang dan tempat yang tidak boleh dijadikan tempat shalat.
  4. Adzan dan iqamah (meliputi: amalan saat kita mendengar adzan dan iqamah berkumandang), serta syarat sah shalat.
  5. Rukun-rukun shalat.
  6. Hal-hal yang wajib dalam shalat.
  7. Sunnah-sunnah dalam shalat.
  8. Hal-hal yang makruh dilakukan dalam shalat.
  9. Hal-hal yang mubah (boleh) dilakukan dalam shalat.
  10. Hal-hal yang membatalkan shalat.

Semoga antunna sekalian tidak jemu untuk terus mengikuti lanjutan setiap seri pembahasan. Bersabarlah dan jangan mudah patah semangat.

Allahumma anfa’naa bi maa ‘allamtanaa wa ‘allimnaa bi maa yanfa’unaa wa zidnaa ‘ilman (Yaa Allah, berikanlah manfaat atas ilmu yang Engkau ajarkan kepada kami serta ajarkanlah kepada kami ilmu yang bermanfaat, dan mohon tambahkanlah ilmu kepada kami)

Kedudukan Shalat dalam Agama

Saudariku muslimah, kedudukan shalat yang begitu mulia dalam agama Islam tergambar melalui hadits berikut ini :

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : (بُنِيَ اْلإِسَلاَمِ عَلَى خمَسْ ٍشَهَادَةٍ أَنْ لاَ إلَهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ إِقَامَاةِ الصَّلاَةَ، وَ إِيْتَاءِ الزَّكَاةَ، وَ حَجِّ الْبَيْتِ، وَ صَوْمِ رَمَضَانَ)

Dari ‘Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya):

“Islam dibangun di atas lima perkara, yaitu syahadat (persaksian) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitullah, serta berpuasa pada bulan Ramadhan.”

Hukum Orang yang Meninggalkan Shalat

Kaum muslimin telah bersepakat bahwa barangsiapa yang tidak menunaikan shalat lima waktu maka dia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat mengantarkannya kepada kekafiran.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum orang yang meninggalkan shalat, namun dia tetap meyakini bahwa shalat itu wajib dikerjakan. Perbedaan pendapat tersebut disebabkan oleh hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir, tanpa ada pembedaan yang tegas antara orang yang benar-benar mengingkari kewajiban shalat (al-jaahid) dengan orang yang sekedar meremehkan kewajiban shalat (al-mutahaawin). Adapun pendapat yang lebih kuat dalam masalah ini adalah bahwa orang yang meninggalkan pelaksanaan shalat (meskipun dia yakin bahwa sebenarnya shalat itu wajib dikerjakan) maka dia telah kafir. Dalil pendapat ini adalah sebagai berikut:

Dalil dari Al-Qur’an

فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَآتُوْا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّيْنِ وَنُفَصِّلُ اْلآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (Qs. At-Taubah: 11)

Dalil dari Hadits (As-Sunnah)

إِنَّ بَيِنَ الرَّجُلِ وَ بَيْنَ الشِّرْكِ وَ الْكُفْرِ تَركُ الصَّلاَةَ

Artinya: “Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan kesyirikan serta kekufuran adalah meninggalkan shalat.” (diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitabul Iman dari sahabat Jabir Ibn ‘Abdillah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)

Siapakah yang Wajib Mengerjakan Shalat?

Shalat wajib dikerjakan oleh setiap muslim dan muslimat yang telah baligh dan berakal.

عَنْ عَلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ قَالَ : رُفِعَ الْقَلَمُ عَلَى ثَلاَثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَ عَنِ الصَّبِي حَتَّى يَحْتَلِمَ، وَ عَنِ الْمَجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ

Artinya: “Dari ‘Ali radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda (yang maknanya), “Pena diangkat atas tiga golongan: dari orang yang sedang tidur hingga dia bangun, dari anak kecil hingga dia dewasa, dan dari orang gila hingga dia waras (berakal).” (Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (3513), Sunan Abu Daud (12/78/4380))

Untuk membiasakan anak melaksanakan shalat, maka wajib bagi orang tua untuk memerintahkan anaknya yang masih kecil untuk shalat meskipun anak kecil tidak wajib melaksanakan shalat.

عَنْ عَمْرو بْنِ شُعَيْبِ عَنْ أَبِيْهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ( مُرُوْا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَ هُمْ أَبْنَاءُ سَبْعَ سِنِيْنَ، وَ اضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَ هُمْ أَبْنَاءُ عَشْرَ سِنِيْنَ، وَ فَرِّقُوْا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ )

Artinya: “Dari ‘Amr Bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang maknanya), “Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun, dan pukullah mereka jika mereka tidak mengerjakan shalat pada usia sepuluh tahun, dan (pada usia tersebut) pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hadits shahih; Shahih Ibnu Majah (5868), Sunan Abu Daud (2/162/419) lafazh hadits ini adalah riwayat Abu Daud, Ahmad (2/237/84), Hakim (1/197))

Tanda baligh bagi laki-laki dan perempuan adalah:

  1. Telah mencapai usia 15 tahun. Berdasarkan hadits tentang seorang anak laki-laki (yaitu Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu) yang belum dizinkan ikut berperang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena saat itu belum berusia 15 tahun.
  2. Telah mengalami “mimpi basah”.
  3. Tumbuh rambut pada kemaluan.
  4. Khusus bagi wanita, yaitu keluarnya darah haid dari farji.

Seorang muslim wajib mengerjakan shalat sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hak tersebut dilaksanakan semaksimal kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk tidak melakukan shalat ketika tidak ada udzur syar’i (misalnya: wanita yang sedang haid atau nifas). Jika seseorang mampu shalat berdiri, maka dia melakukannya sambil berdiri dengan menyempurnakan syarat sah dan rukunnya. Jika dia sakit, maka dia mengerjakannya sambil duduk. Jika tidak bisa sambil duduk, maka dilakukan sambil berbaring. Perincian mengenai hal ini insya Allah akan kita bahas pada seri-seri yang akan datang.

Maraji’:

  1. Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz oleh Syaikh ‘Abdul ‘Azhim Ibnu Badawi, tahun terbit 1421 H/2001 M, Mesir: Daar Ibnu Rajab.
  2. Materi Ta’lim Al-Ushul min ‘Ilmil Ushul 2008 M, Ma’had al-’Ilmi Puteri Yogyakarta.

Labels

comment

Artikel cari disini

Download E book

Hire Me Direct
eXTReMe Tracker