tag:blogger.com,1999:blog-41954966569475727432024-03-13T04:44:06.716-07:00Islam artikel proposal makalah pengetahuan salafi salafiyah skripsiIslam salafiah | makalah | proposal | ramadhan | salaf | salafi |salafyAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.comBlogger757125tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-178078741516453872011-09-20T13:31:00.000-07:002011-09-20T13:31:05.501-07:00Perpisahan Dengan RamadanBerikut ini beberapa nasihat penting ketika berpisah dengan Ramadan. Kami sarikan dari kitab Lathaiful Ma'arif karya Ibnu Rajab (hlm. 368--369) dengan beberapa perubahan. Semoga bermanfaat ....<br />
<br />
*<br />
<br />
Para sahabat adalah orang yang paling antusias dalam menyempurnakan dan melakukan hal terbaik dalam beramal. Mereka juga antusias agar amalnya diterima. Mereka sangat takut amalnya ditolak dan tidak diterima. Mereka itulah sekelompok manusia yang Allah nyatakan dalam Alquran melalui firman-Nya,<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;">وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ</span><br />
<br />
"Dan orang-orang yang memberikan sesuatu yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka." (Qs. Al-Mu'minun:60)<br />
<br />
Aisyah bertanya, "Wahai Rasulullah, orang-orang yang memberikan sesuatu yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut; apakah mereka itu orang yang mencuri, berzina, minum khamr, kemudian mereka takut kepada Allah?"<br />
<br />
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, “Tidak, wahai putri Abu Bakar. Mereka adalah orang yang shalat, berpuasa, bersedekah, namun mereka takut amal mereka tidak diterima.” (Hr. Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Baihaqi dalam Syu'abul Iman)<br />
<br />
Perhatian sahabat terhadap diterimanya amal itu lebih besar daripada perhatian mereka terhadap amal itu sendiri ....<br />
<br />
Diriwayatkan, bahwa Ali bin Abi Thalib mengatakan, "Jadilah orang yang perhatiannya terhadap diterimanya amal lebih besar daripada perhatian kalian terhadap amal itu sendiri. Tidakkah kalian mendengar firman Allah,<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;">إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ</span><br />
<br />
'Sesungguhnya, Allah hanyalah menerima amal dari orang yang bertakwa.'"<br />
<br />
Diriwayatkan dari Fadhalah bin Ubaid; beliau mengatakan, "Andaikan saya mengetahui Allah menerima satu amalku seberat biji sawi, itu lebih baik bagiku daripada dunia seisinya, karena Allah berfirman (yang artinya), 'Sesungguhnya, Allah hanyalah menerima amal dari orang yang bertakwa.'”<br />
<br />
Ibnu Dinar mengatakan, "Rasa takut akan tidak diterimanya amal itu lebih berat daripada amal itu sendiri."<br />
<br />
Abdul Aziz bin Abu Rawad mengatakan, "Saya bertemu para sahabat, dan mereka adalah orang yang sangat sungguh-sungguh dalam beramal saleh. Setelah mereka selesai beramal, mereka bingung apakah amal mereka diterima ataukah tidak."<br />
<br />
Doa mereka setelah Ramadan<br />
<br />
Mu'alla bin Fadl mengatakan, “Dahulu, selama enam bulan sebelum datangnya bulan Ramadan, para sahabat berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadan. Kemudian, selama enam bulan sesudah Ramadan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka ketika di bulan Ramadan.”<br />
<br />
Mereka bersedih ketika id ....<br />
<br />
Suatu ketika, Umar bin Abdul Aziz berkhotbah pada saat Idul Fitri. Dalam isi khotbahnya, beliau berpesan, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya kalian telah berpuasa karena Allah selama 30 hari dan kalian melaksanakan shalat tarawih selama 30 malam. Di hari ini, kalian keluar (di lapangan), mengharap kepada Allah agar Dia menerima amal kalian. Dahulu, ada sahabat yang kelihatan bersedih ketika Idul Fitri. Suatu ketika, ada seorang sahabat yang bersedih, kemudian ditanya, 'Ini adalah hari kebahagiaan dan kegembiraan (mengapa kamu malah bersedih)?' Dia menjawab, 'Betul, namun aku hanyalah seorang hamba, yang diperintahkan Tuhanku untuk beramal karena-Nya, dan aku tidak tahu apakah Dia menerima amalku atau tidak.'”<br />
<br />
Disebutkan juga, bahwa suatu ketika, Wahb bin Al Ward melihat beberapa orang yang tertawa-tawa di hari raya. Kemudian, beliau berkata, "Andaikan puasa mereka diterima maka bukan seperti ini perbuatan yang selayaknya dilakukan orang yang bersyukur. Sebaliknya, andaikan puasa mereka tidak diterima maka bukan seperti ini sikap yang selayaknya dilakukan orang yang takut (amalnya tidak diterima)."<br />
<br />
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, bahwa ketika malam hari raya, beliau berkata, "Siapa pun yang amalnya diterima malam ini, aku akan berikan ucapan selamat kepadanya. Siapa pun yang amalnya ditolak malam ini, aku turut berbelasungkawa atasnya. Wahai orang yang diterima amalnya, aku ucapkan selamat atas kalian. Wahai orang yang ditolak amalnya, semoga Allah menutupi musibahmu."<br />
<br />
Inilah potret kehidupan mereka ... yang telah mendahului kita. Lalu, bagaimana dengan kita ...?<br />
Referensi:<br />
Lathaiful Ma'arif, Ibnu Rajab Al-Hanbali, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, 1428 H.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-47591164031130742512011-09-20T13:30:00.000-07:002011-09-20T13:30:01.697-07:00Hukum Menimbun BarangHukum Menimbun Barang<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;">عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم. قَالَ: لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ</span><br />
<br />
Dari Ma’mar bin Abdullah; Rasulullah bersabda, “Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa.” (H.r. Muslim, no. 1605)<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;">عن القاسم بن يزيد عن أبي أمامة قال : نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم أن يحتكر الطعا</span>م<br />
<br />
Dari Al-Qasim bin Yazid dari Abu Umamah; beliau mengatakan, “Rasulullah melarang penimbunan bahan makanan.” (H.r. Hakim, no. 2163, dalam At-Talkhish, Adz-Dzahabi tidak memberikan komentar untuk hadis ini)<br />
Dua hadis di atas adalah dalil yang menunjukkan haramnya perilaku menimbun barang yang dibutuhkan oleh banyak orang.<br />
<br />
Dengan mempertimbangkan hadis yang kedua, sebagian ulama berpendapat bahwa penimbunan yang haram itu hanya berlaku untuk bahan makanan pokok (baca: beras) karena pada umumnya masyarakat banyak akan kesusahan karena adanya pihak-pihak tertentu yang melakukan penimbunan bahan makanan pokok. Inilah pendapat Syafi'iyah dan Hanafiyah. Adapun Imam Malik dan Sufyan Ats-Tsauri, maka beliau berdua melarang penimbunan segala macam barang.<br />
<br />
Pendapat yang kuat adalah pendapat yang kedua, dengan memepertimbangkan hadis pertama di atas yang bersifat umum. Adapun terkait hadis kedua, berlaku sebuah kaidah dalam ilmu ushul fikih, yang mengatakan bahwa disebutkannya salah satu anggota bagian dari kata-kata yang bersifat umum --dengan hukum yang sejalan dengan hukum yang berlaku untuk kata-kata umum-- tidak menunjukkan adanya pengkhususan.<br />
<br />
Oleh karena itu, semua bentuk penimbunan barang itu terlarang dalam ajaran Islam, baik beras, sembako secara umum, atau pun non-sembako.<br />
Namun, kita perlu mengetahui tentang makna kata "penimbunan".<br />
<br />
An-Nawawi Asy-Syafi'i mengatakan bahwa penimbunan yang haram adalah memborong bahan makanan (demikian pula yang lain, pent.) saat harga barang tersebut mahal, dan tujuan kulakan tersebut adalah untuk dijual kembali. Akan tetapi, ternyata orang tersebut tidak langsung menjual barang yang telah dia borong, namun barang tersebut dia simpan supaya harganya menjadi makin mahal.<br />
<br />
Dengan demikian, jika seseorang memborong barang untuk kebutuhan pribadinya manakala harganya murah, lalu barang tersebut dia simpan kemudian baru dia jual saat harganya mahal, maka tindakan tersebut tidak termasuk penimbunan yang haram.<br />
<br />
Demikian pula, jika seorang itu memborong suatu barang saat harganya mahal --untuk dijual kembali-- dan dia jual kembali saat itu pula, maka itu tidak termasuk tindakan penimbunan yang haram. (Al-Minhaj Syarah Muslim bin Al-Hajjaj, 11:41)<br />
<br />
Kesimpulannya, dua hal yang dinilai oleh An-Nawawi bukan termasuk "menimbun yang terlarang" adalah hal yang boleh dilakukan dengan syarat tidak menyebabkan adanya pihak-pihak yang dirugikan dengan tindakan tersebut, dan hal tersebut tidak menyebabkan melambungnya harga barang-barang yang dia borong.<br />
<br />
Tidaklah termasuk menimbun jika seseorang memborong suatu barang lalu dia simpan di gudangnya, lantas dia jual sedikit demi sedikit karena orang ini tidaklah menahan barang dagangan tersebut, tidak menyebabkan harga barang tersebut melambung, serta tidak merugikan pasar.<br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;"><br />
</span><br />
<span class="Apple-style-span" style="font-size: x-large;">عَنْ مَالِكِ بْنِ أَوْسٍ عَنْ عُمَرَ - رضى الله عنه - أَنَّ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ يَبِيعُ نَخْلَ بَنِى النَّضِيرِ ، وَيَحْبِسُ لأَهْلِهِ قُوتَ سَنَتِهِمْ</span><br />
<br />
Dari Malik bin Aus dari Umar; sesungguhnya Nabi menjual pohon-pohon kurma yang semula adalah milik Bani Nadir, dan beliau menyimpan bahan makanan pokok untuk kebutuhan keluarganya selama setahun. (H.r. Bukhari, no. 5042; Muslim, no. 1757)<br />
<br />
Hadis di atas menunjukkan bahwa tidaklah termasuk menimbun seorang yang menyimpan bahan makanan, misalnya: beras, jika untuk dikonsumsi sendiri tanpa ada tujuan untuk diperjualbelikan.<br />
<br />
Refensi:<br />
Tamamul Minnah fi Fiqhil Kitab wa Shahihis Sunnah, karya Adil bin Yusuf Al-Azzazi, jilid 3, hlm. 321--323.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-7330199474098139582011-09-20T13:21:00.000-07:002011-09-20T13:21:06.824-07:00Keutamaan Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawwal<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #35383d; font-family: Verdana, Arial, Helvetica, sans-serif; font-size: 12px; line-height: 17px;"></span><br />
<div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Dari Abu Ayyub al-Anshari <em>radhiyallahu ‘anhu</em>, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px; text-align: center;">مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;"><em>“Barangsiapa yang berpuasa (di bulan) Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan (puasa sunnah) enam hari di bulan Syawwal, maka (dia akan mendapatkan pahala) seperti puasa setahun penuh.”</em>[1]</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal, yang ini termasuk karunia agung dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, dengan kemudahan mendapatkan pahala puasa setahun penuh tanpa adanya kesulitan yang berarti[2].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;"><span style="color: red;"><strong>Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:</strong></span></div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Pahala perbuatan baik akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali, karena puasa Ramadhan ditambah puasa enam hari di bulan Syawwal menjadi tiga puluh enam hari, pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali menjadi tiga ratus enam puluh hari, yaitu sama dengan satu tahun penuh (tahun Hijriyah)[3].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;"><span id="more-414"></span></div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Keutamaan ini adalah bagi orang yang telah menyempurnakan puasa Ramadhan sebulan penuh dan telah mengqadha/membayar (utang puasa<a href="http://muslim.or.id/fiqh-dan-muamalah/keutamaan-puasa-sunnah-6-hari-di-bulan-syawwal.html" style="border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #339900; text-decoration: underline;" title="puasa syawal">Ramadhan</a>) jika ada, berdasarkan sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> di atas: “<em>Barangsiapa yang (telah) berpuasa (di bulan) Ramadhan…”</em>, maka bagi yang mempunyai utang puasa Ramadhan diharuskan menunaikan/membayar utang puasanya dulu, kemudian baru berpuasa Syawwal[4].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Meskipun demikian, barangsiapa yang berpuasa Syawwal sebelum membayar utang puasa Ramadhan, maka puasanya sah, tinggal kewajibannya membayar utang puasa Ramadhan[5].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Lebih utama jika puasa enam hari ini dilakukan berturut-turut, karena termasuk bersegera dalam kebaikan, meskipun dibolehkan tidak berturut-turut.[6]</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Lebih utama jika puasa ini dilakukan segera setelah hari raya Idhul Fithri, karena termasuk bersegera dalam kebaikan, menunjukkan kecintaan kepada ibadah puasa serta tidak bosan mengerjakannya, dan supaya nantinya tidak timbul halangan untuk mengerjakannya jika ditunda[7].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Melakukan puasa Syawwal menunjukkan kecintaan seorang muslim kepada ibadah puasa dan bahwa ibadah ini tidak memberatkan dan membosankan, dan ini merupakan pertanda kesempurnaan imannya[8].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Ibadah-ibadah sunnah merupakan penyempurna kekurangan ibadah-ibadah yang wajib, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih[9].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Tanda diterimanya suatu amal ibadah oleh Allah, adalah dengan giat melakukan amal ibadah lain setelahnya[10].</div><div style="font-size: 12px; line-height: 17px;">Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, MA.</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-23155492101958256842011-09-20T13:20:00.001-07:002011-09-20T13:20:16.329-07:00MAAF-MEMAAFKAN DALAM RANGKA HARI RAYA DISYARIATKAN?<span class="Apple-style-span" style="background-color: white; color: #4e4e4e; font-family: 'Myriad Pro', 'Trebuchet MS', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 13px;"></span><br />
<div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;"><strong style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-weight: bold; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Oleh Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA</strong></div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Mudah memaafkan, penyayang terhadap sesama Muslim dan lapang dada terhadap kesalahan orang merupakan amal shaleh yang keutamaannya besar dan sangat dianjurkan dalam Islam. Allah Azza wa Jalla berfirman.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan perbuatan baik, serta berpisahlah dari orang-orang yang bodoh. [al-A’raf/7:199]<br />
<span id="more-11119" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;"></span><br />
Dalam ayat lain, Allah Aza wa Jalla berfirman.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ لِنتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah, kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. [Ali Imran/3:159]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Bahkan sifat ini termasuk ciri hamba Allah Azza wa Jalla yang bertakwa kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">الَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">(Orang-orang yang bertakwa adalah) mereka yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta (mudah) memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. [Ali-Imran/3:134]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara khsusus menggambarkan besarnya keutamaan dan pahala sifat mudah memaafkan di sisi Allah Azza wa Jalla dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan pemberian maafnya (kepada saudaranya) kecuali kemuliaan (di dunia dan akhirat)” [1]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Arti bertambahnya kemuliaan orang yang pemaaf di dunia adalah dengan dia dimuliakan dan diagungkan di hati manusian karena sifatnya yang mudah memaafkan orang lain, sedngkan di akhirat dengan besarnya ganjaran pahala dan keutmaan di sisi Allah Azza wa Jalla. [2]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">MAAF-MEMAAFKAN DI HARI RAYA?<br />
Akan tetapi, amal shaleh yang agung ini, bisa berubah menjadi perbuatan haram dan tercela jika dilakukan dengan cara-cara yang tidak ada tuntunannya dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Misalnya , mengkhususkan perbuatan ini pada waktu dan sebab tertentu yang tidak terdapat dalil dalam syariat tentang pengkhususan tersebut. Seperti mengkhususkannya pada waktu dan dalam rangka hari raya Idul Fithri dan Idul Adha.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Ini termasuk perbuatan bid’ah [3] yang jelas-jelas telah diperingatkan keburukannya oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat (tempatnya) dalam neraka” [4]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Kalau ada yang bertanya : mengapa ini dianggap sebagai perbuatan bid’ah yang sesat, padahal agama Islam jelas-jelas sangat menganjurkan dan memuji sifat mudah memaafkan kesalahan orang lain, sebagaimana telah disebutkan dalam keterangan diatas ?</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Jawabnya : Benar, Islam sangat menganjurkan hal tersebut, dengan syarat jika tidak dikhususkan dengan waktu atau sebab tertentu, tanpa dalil (argumentasi) yang menunjukkan kekhususan tersebut. Karena, jika dikhususkan dengan misalnya waktu tertentu tanpa dalil khusus, maka berubah menjadi perbuatan bid’ah yang sangat tercela dalam Islam.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Sebagai contoh shalat malam dan puasa sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Namun, dua jenis ibadah ini jika pelaksanaannya dikhususkan pada hari Jum’at, maka dua masalah besar tersebut menjadi tercela dan haram untuk dilakukan [5], sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">لاَ تَخْتَصُّوالَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامِ مِنْ بَيْنَ اللَّيَالِى وَلاََ تخُصُّوايَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامِ مِنْ بَيْنِ الأَيَامِ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ فِى صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at di antara malam-malam lainnya (melaksanakan) shalat malam, dan janganlah mengkhususkan hari Jum’at di antara har-hari lainnya dengan berpuasa, kecuali puasa yang bisa dilakukan oleh salah seorang darimu. [6]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Inilah yang diistilahkan oleh para ulama dengan nama “bid’ah idhafiyyah”, yaitu perbuatan yang secara umum dianjurkan dalam Islam, akan tetapi sebagian kaum Muslimin mengkhususkan perbuatan tersebut dengan waktu, tempat, sebab, keadaan atau tata cara tertentu yang tidak bersumber dari petunjuk Allah Azza wa Jalla dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [7]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Contoh lain dalam masalah ini adalah shalat malam yang dikhususkan pada bulan Rajab dan Sya’ban. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata tentang dua shalat ini : “Shalat (malam di bulan) Rajab dan Sya’ban adalah bid’ah yang sangat buruk dan tercela” [8]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Imam Abu Syamah rahimahullah menjelaskan kaidah penting ini dalam ucapannya: “Tidak diperbolehkan mengkhususkan ibadah-ibadah dengan waktu-waktu (tertentu) yang tidak dikhususkan oleh syariat, akan tetapi hendaknya semua amal kebaikan tersebut bebas (dilakukan) di setiap waktu (tanpa ada pengkhususan). Tidak ada keutamaan satu waktu di atas waktu yang lain, kecuali yang diutamakan oleh syariat dan dikhsusukan dengan satu macam ibadah…. Seperti puasa di hari Arafah dan Asyura, shalat di tengah malam, dan umrah di bulan Ramadhan…”[9]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata : “… Termasuk (contoh) dalam hal ini bahwa sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan larangan mengkhususkan bulan Rajab dengan puasa dan hari Jum’at, agar tidak dijadikan sebagai sarana menuju perbuatan bid’ah dalam agama (yaitu) dengan pengkhususan waktu tertentu dengan ibadah yang tidak dikhususkan oleh syarat” [10]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">MENIMBANG ACARA HALAL BIL HALAL<br />
Termasuk acara yang marak dilakukan oleh kaum Muslimin di Indonesia dalam rangka saling memaafkan setelah hari raya Idhul Fithri adalah apa yang biasa dikenal dengan acara Halal bil halal.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Acara ini termasuk perbuatan bid’ah yang tercela dengan alasan seperti yang kami paparkan diatas. Acara ini tidak pernah dilakukan dan dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan generasi terbaik umat ini, para sahabat Radhiyallahu anhum, serta para imam ahlus sunnah yang mengikuti jalan mereka dengan baik. Padahal mereka adalah orang-orang yang telah dipuji pemahaman dan pengamalan Islam mereka oleh Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Azza wa Jalla berfirman.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar (para sahabat) dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang benar. [at-Taubah/9 : 100]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Dan dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Sebaik-baik umatku adalah generasi yang aku diutus di masa mereka (para Sahabat), kemudian generasi yang datang setelah mereka, kemudian generasi yang datang setelah mereka. [11]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Disamping itu acara ini ternyata berisi banyak kemungkaran dan pelanggaran terhadap syariat Allah Azz wa Jalla, diantaranya :</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">1. Terjadinya ikhtilath (bercampur baur secara bebas) antara laki-laki dengan perempuan tanpa ada ikatan yang dibenarkan dalam syariat. Perbuatan ini jelas diharamkan dalam Islam, bahkan ini merupakan biang segala kerusakan di masyarakat.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku tidak meninggalkan setelahku fitnah (keburukan/kerusakan) yang lebih berbahaya bagi kaum laki-laki melebihi (fitnah) kaum perempuan” [12]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mejelaskan hal ini dalam ucapan beliau : “Tidak diragukan lagi bahwa membiarkan kaum perempuan bergaul bebas dengan kaum laki-laki adalah biang segala bencana dan kerusakan, bahkan ini termasuk penyebab (utama) terjadinya berbagai malapetaka yang merata. Sebagaimana ini juga termasuk penyebab (timbulnya) kerusakan dalam semua perkara yang umum maupun yang khusus. Pergaulan bebas merupakan sebab berkembang pesatnya perbuatan keji dan zina, yang ini termasuk sebab kebinasaan massal (umat manusia) dan munculnya wabah penyakit-penyakit menular yang berkepanjangan” [13]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah lebih menegaskan hal ini dalam ucapan beiau : “Dalil-dalil (dari al-Qur’an dan hadist Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam) secara tegas menunjukkan haramnya (laki-laki) berduaan dengan perempuan yang tidak halal baginya, (demikian pula diharamkan) memandangnya, dan semua sarana yang menjerumuskan (manusia) ke dalam perkara yang dilarang oleh Allah Azza wa Jalla. Dalil-dalil tersebut sangat banyak dan kuat (semuanya) menegaskan keharaman –ikhtilath (bercampur baur secara bebas antara laki-laki dengan perempuan kepada perkara (kerusakan) yang sangat buruk akibatnya” [14]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">2. Bersalaman dan berjabat tangan antara laki-laki dan perempuan yang tidak halal baginya (bukan mahramnya).<br />
Perbuatan ini sangat diharamkan dalam Islam berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sungguh jika kepala seorang laki-laki ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik baginya dari pada dia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya” [15]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">3. Kehadiran para wanita yang besolek dan berdandan seperti dandanan wanita-wanita Jahiliyah.<br />
Ini juga diharamkan dalam Islam, sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Dan hendaklah kalian (wahai kaum perempuan Mukminah) menetap di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian bertabarruj (bersolek dan berhias) seperti (kebiasaan) wanita-wanita Jahiliyah yang dahulu. [Al-Ahzab/33 : 33]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Dalam hadits yang shahih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya wanita adalah aurat, maka jika dia keluar (rumah) setan akan mengikutinya (menghiasinya agar menjadi fitnah bagi laki-laki), dan keadaannya yang paling dekat dengan Rabbnya (Allah) adalah ketika dia berada di dalam rumahnya” [16]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">PENUTUP<br />
Demikianlah pemaparan ringkas tentang hukum saling maaf-memaafkan dalam rangka hari raya. Wajib bagi setiap muslim untuk meyakini bahwa semua sesuatu yang dibutuhkan oleh kaum muslimin untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla semua itu telah dijelaskan dan dicontohkan dengan lengkap oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam petunjuk yang beliau bawa.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Sahabat yang mulia Abu Dzar Al Ghifari Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pergi meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burungpun yang mengepakkan kedua sayapnya di udara kecuali beliu Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan kepada kami ilmu tentang hal tersebut”. Kemudian Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda.</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">مَا بَقِيَ شَيءٌ يُقَرِّبُ مِنَ الْجَنَّةِ وَيُبَا عِدُ مِنَ النَّارِ إِلاَّ وَقَدْ بُيِّنَ لَكُمْ</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Tidak ada (lagi) yang tertinggal sedikit pun dari (ucapan’perbuatan) yang bisa mendekatkan (kamu) ke surga dan menjauhkan (kamu) dari neraka, kecuali semua itu telah dijelaskan kepadamu” [17]</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa melimpahkan taufiq-Nya kepada kita semua untuk selalu berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah dan menjauhi segala sesuatu yang menyimpang dari sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di akhir hayat kita. Amin</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Ya Allah, wafatkanlah kami di atas agama Islam dan di atas sunnah (petunjuk) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [18]<br />
Wallahu a’lam</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; font-size: 14px; line-height: 21px; margin-bottom: 1em; margin-top: 1em; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]<br />
Dipublikasikan kembali oleh www.salafiyunpad.wordpress.com dari www.almanhaj.or.id<br />
_______<br />
Footnote<br />
[1]. HR. Muslim no. 2588 dan imam-imam lainnya<br />
[2]. Lihat syarh Shahih Muslim 16/14 dan Tuhfatul Ahwadzi 6/150<br />
[3]. Semua perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.<br />
[4]. HR. Muslim no. 867, an-Nasai no. 1578 dan Ibnu Majah no.45<br />
[5]. Lihat Ilmu Ushulil Bida’ hlm.151<br />
[6]. HR. Muslim no. 1144<br />
[7]. Lihat Ilmu Ushulil Bida’ hlm.147-148<br />
[8]. Fatawa al-Imam an-Nawawi hlm.26<br />
[9]. Al-Baits ‘ala Inkaril Bida’i wal Hawadits hlm.165<br />
[10]. Ighatsatul Lahfan I/368<br />
[11]. HR. al-Bukhari dan Muslim<br />
[12]. HR. al-Bukhari no. 4808 dan Muslim no. 2740<br />
[13]. Seperti penyakit AIDS dan penyakit-penyakit kelamin berbahaya lainnya. Na’udzu billahi min dzalik.<br />
[14]. Majalatul Buhutsil Islamiyah 7/343<br />
[15]. HR ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir no. 486 dan 487 dan ar-Ruyani dalam al-Musnad 2/227, dan dinyatakan hasan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 226<br />
[16]. HR Ibnu Khzaimah no. 1685, Ibnu Hibban no. 5599 dan ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Ausath no. 2890, dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Mundziri dan al-Albani dalam ash-Shahihah no. 2688<br />
[17]. HR ath-Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabir 2/155, no. 1647 dan dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 1803<br />
[18]. Doa yang selalu diucapkan oleh Imam Ahmad bin Hambal yang dikutip oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam tarikh Baghdad 9/349</div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-49302493982422058652011-09-20T13:14:00.003-07:002011-09-20T13:14:57.102-07:00Pembinaan Aqidah Untuk Buah Hati<span class="Apple-style-span" style="background-color: #ebe8da; font-family: verdana, arial, 'trebuchet ms', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 22px;"></span><br />
<div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Aqidah Islamiyah dengan enam pokok keimanan, yaitu beriman kepada Allah <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">‘azza wa jalla</em>, para malaikatnya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, beriman kepada hari akhir dan beriman kepada qadha’ dan qadar yang baik maupun buruk, mempunyai keunikan bahwa kesemuanya itu merupakan perkara yang ghaib.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Seseorang akan menghadapi kebingungan bagaimana ia mesti menyampaikannya kepada anak dan bagaimana pula anak bisa berinteraksi dengan itu semua ? bagaimana cara menjelasakan dan memaparkannya? Di hadapan pertanyaan ini atau pertanyaan sejenis lainnya, kedua orangtua bisa kelabakan dan mencari tahu bagaimana caranya. Akan tetapi melalui penelaahan terhadap cara Nabi <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">shalallahu’alaihi wassalam</em> dalam bergaul dengan anak-anak, kita temukan ada lima pilar mendasar di dalam menananmkan aqidah ini.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">1. Pendiktean kalimat tauhid kepada anak.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">2. Mencintai Allah dan merasa diawasi oleh-Nya, memohon pertolongan kepadaNya, serta beriman kepada qadha’ dan qadar.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">3. Mencintai Nabi dan keluarga beliau.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">4. Mengajarkan Al-Qur’an kepada anak.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">5. Menanamkan aqidah yang kuat dan kerelaan berkorban karenanya.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"><strong style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Pendiktean kalimat tauhid kepada anak</strong></div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Dari ibnu ‘Abbas bahwa Nabi <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">shalallahu’alaihi wassalam</em> bersabda, “Ajarkan kalimat<em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">laailaha illallah</em> kepada anak-anak kalian sebagai kalimat pertama dan tuntunkanlah mereka mengucapkan kalimat laa ilaha illallah ketika menjelang mati.” (HR. Hakim)</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Abdurrazaq meriwayatkan bahwa para sahabat menyukai untuk mengajarkan kepada nak-anak mereka kalimat <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">laa ilaha illallah</em> sebagai kalimat yang pertama kali bisa mereka ucapkan secara fasih sampai tujuh kali, sehingga kalimat ini menjadi yang pertama-tama mereka ucapkan.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ibnu Qayyim dalam kitab <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ahkam Al-Maulud</em> mengatakan, “Diawal waktu ketika anak-anak mulai bisa bicara, hendaknya mendiktekan kepada mereka kalimat <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">laa ilaha illa llah muhammadurrasulullah</em>, dan hendaknya sesuatu yang pertama kali didengar oleh telinga mereka adalah <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">laa ilaha illallah</em> (mengenal Allah) dan mentauhidkan-Nya. Juga diajarkan kepada mereka bahwa Allah bersemayam di atas singgasana-Nya yang senantiasa melihat dan mendengar perkataaan mereka, senantiasa bersama mereka dimanapun mereka berada.”</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Oleh karena itu, wasiat Nabi <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">shalallahu’alaihi wassalam</em> kepada Mu’adz<em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;"> radhiyallahu’anhu</em>sebagimanan yang disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibnu Majah dan Bukhari dalam Adabul Mufrad, adalah, “Nafkahkanlah keluargamu sesuai dengan kemampuanmu. Janganlah kamu angkat tongkatmu di hadapan mereka dan tanamkanlah kepada mereka rasa takut kepada Allah.”</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Rasulullah <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">shalallahu’alaihi wassalam</em> sejak pertama kali mendapatkan risalah tidak pernah mengecualikan anak-anak dari target dakwah beliau. Beliau berangkat menemui Ali bin Ab Thalib yang ketika itu usianya belum genap sepuluh tahun. Beliu <em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">shalallahu’alaihi wassalam</em> mengajaknya untuk beriman, yang akhirnya ajakan itu dipenuhinya. Ali bahkan menemani beliau dalam melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi di lembah Mekkah sehingga tidak diketahui oleh keluarga dan ayahnya sekalipun.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Orang yang pertama-tama masuk Islam dari kalangan budak yang dimerdekakan adalah Zaid bin Haritsah. Di bawa oleh paman Khadijah, yaitu Hakim bin Hizam dari Syam sebagai tawanan, lalu ia diambil sebagai pembantu oleh Khadijah. Rasulullah kemudian memintanya dari Khadijah lalu memerdekakannya dan mengadopsinya sebagai anak dan mendidiknya ditengah-tengah mereka.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Demikianlah Rasulullah memulai dakwah beliau yang baru dalam menegakkan masyarakat Islam yang baru dengan memfokuskan perhatian terhadap anak-anak dengan cara memberikan proteksi dengan menyeru dan dengan mendo’akan sehingga akhirnya si anak ini (Ali bin Abi Thalib) kelak memperoleh kemuliaan sebagai tameng Rasulullah<em style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">shalallahu’alaihi wassalam</em> dengan tidur di rumah beliau pada malam hijrah ke Madinah.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">Ini merupakan buah pendidikan yang ditanamkan nabi kepada anak-anak yang sedang tumbuh berkembang agar menjadi pemimpin-pemimpin dimasa depan dan menjadi pendiri masyarakat Islam yang baru.</div><div style="margin-bottom: 20px; margin-top: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;">***<br style="margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" />Artikel <a href="http://muslimah.or.id/" style="color: #cc0066; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-decoration: none;">Muslimah.or.id</a></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-70050033447171150422011-09-20T13:12:00.000-07:002011-09-20T13:12:28.651-07:00Fanatisme Fanatisme<a href="http://www.blogger.com/goog_1918677848"><br />
</a><br />
<span class="Apple-style-span" style="background-color: #3a2820; color: #444444; font-family: Arial, 'Trebuchet MS', sans-serif; font-size: 13px; line-height: 18px;"></span><br />
<div class="date" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; height: 80px; left: -123px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; position: absolute; text-align: center; top: -7px; vertical-align: baseline; width: 75px;"><div class="bg" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: initial; background-image: url(http://s1.wp.com/wp-content/themes/pub/choco/colors/default/images/date.png); background-origin: initial; background-position: 0px 0px; background-repeat: no-repeat no-repeat; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; height: 62px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 5px; padding-right: 0px; padding-top: 18px; text-shadow: rgb(34, 34, 34) 0px 1px 1px; vertical-align: baseline; width: 70px;"><span class="day" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #feefcc; display: block; font-size: 26px; font-weight: bold; line-height: 1; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-transform: uppercase; vertical-align: baseline;">05</span><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; color: #feefcc; display: block; font-size: 16px; font-weight: bold; line-height: 1; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; text-transform: uppercase; vertical-align: baseline;">SEP</span></div></div><div class="entry" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; overflow-x: hidden; overflow-y: hidden; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;"><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;"><span class="Apple-style-span" style="color: #cd4517;"><span class="Apple-style-span" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-style: initial; border-style: initial; border-style: initial; border-width: initial; cursor: pointer; display: inline;"><img alt="" class="alignleft size-full wp-image-1842" height="147" src="http://ibnuramadan.files.wordpress.com/2011/09/risalah1a.jpg?w=150&h=147" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-color: rgb(226, 226, 226); border-bottom-style: solid; border-bottom-width: 10px; border-color: initial; border-color: initial; border-color: initial; border-left-color: rgb(226, 226, 226); border-left-style: solid; border-left-width: 10px; border-right-color: rgb(226, 226, 226); border-right-style: solid; border-right-width: 10px; border-style: initial; border-style: initial; border-top-color: rgb(226, 226, 226); border-top-style: solid; border-top-width: 10px; border-width: initial; display: inline; float: left; margin-bottom: 12px; margin-left: 0px; margin-right: 15px; margin-top: 5px; max-width: 621px; padding-bottom: 2px; padding-left: 2px; padding-right: 2px; padding-top: 2px; vertical-align: baseline;" title="Risalah1a" width="150" /></span></span>Oleh Ustadz Aris Munandar</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">موقفنا من الدعوات المختلفة وموقفنا من الدعوات المختلفة التي طغت في هذا العصر ففرقت القلوب و بلبلت الأفكار أن نزنها بميزان دعوتنا فما وافقها فمرحبا به و ما خالفها فنحن براء منه و نحن مؤمنون بأن دعوتنا عامة محيطة لا تغادر جزءا صالحا من أية دعوة إلا ألمت به و أشارت إليه</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Syaikh Hasan al Bana mengatakan,<br />
“Sikap kita terhadap berbagai gerakan dakwah yang demikian banyak di zaman ini sehingga menimbulkan perpecahan hati (kaum muslimin) dan kacaunya pemikiran adalah menimbang berbagai gerakan dakwah tersebut dengan dakwah kita (baca: ajaran IM). Semua gerakan yang selaras dengan dakwah kita maka kita sambut dengan hangat. Sedangkan berbagai gerakan yang menyelisihi dakwah kita maka kita berlepas diri darinya. Kita beriman (baca: yakin dengan sepenuh hati) bahwa dakwah kita adalah mencakup semua aspek kehidupan dan meliputi (segala kebaikan). Tidak ada satu pun hal positif yang dimiliki oleh berbagai gerakan dakwah melainkan dakwah kita mengajarkan dan mengisyaratkan agar memujudkannya”[Rasail al Imam Hasan al Bana jilid 1 hal 8, Syamilah].</div><div style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-width: 0px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline;">Moga Allah mengampuni Ustadz Hasan al Bana. Jika kita telaah kalimat demi kalimat di atas mungkinkah ‘dakwah kita’ dalam kutipan di atas bermakna dakwah Islam? Moga Allah menyayangi orang-orang yang bisa bersikap objektif dan mengatakan salah untuk hal yang salah meski diucapkan oleh orang yang sangat dikagumi. Inilah kewajiban setiap muslim dalam menyikapi semua manusia yang ia kagumi kecuali Nabi.</div><div class="sharedaddy sd-like-enabled sd-sharing-enabled" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-left-radius: 0px 0px !important; border-bottom-right-radius: 0px 0px !important; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-left-radius: 0px 0px !important; border-top-right-radius: 0px 0px !important; border-top-width: 0px; clear: both; font-family: 'Helvetica Neue', Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px; vertical-align: baseline; zoom: 1;"><div class="robots-nocontent sd-block sd-social sd-social-icon-text sd-sharing" style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-color: transparent; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; border-bottom-left-radius: 0px 0px !important; border-bottom-right-radius: 0px 0px !important; border-bottom-width: 0px; border-color: initial; border-left-width: 0px; border-right-width: 0px; border-style: initial; border-top-color: rgba(0, 0, 0, 0.128906); border-top-left-radius: 0px 0px !important; border-top-right-radius: 0px 0px !important; border-top-style: solid; border-top-width: 1px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; margin-right: 0px; margin-top: 0px; padding-bottom: 5px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 10px; vertical-align: baseline; width: 645px; zoom: 1;"></div></div></div>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-16890053240257657282010-09-15T02:50:00.000-07:002010-09-15T02:54:23.333-07:00Masalah Problema Wanita<h1 class="entry-title"><span style="font-size:100%;">Inilah penjelasan hadits Ummu Zar’in (kisah 11 wanita yang bercerita tentang kondisi suami masing2)</span></h1> <div> <h3>Hadits Ummu Zar’ (sebuah nasihat untuk istri)</h3> </div> <p>Hadits yang cukup panjang yang terdapat di HR. Al-Bukhari (no. 5189) di dalam kitab <em>an-Nikaah </em>dan HR. Muslim (no. 2448) ini berisi tentang sebelas wanita yang menceritakan tentang kondisi suaminya masing-masing, yang didalamnya banyak terkandung pelajaran. Hadits Ummu Zar’ ini dimasukkan ke dalam kategori: <em>“Pergaulilah mereka dengan cara yang ma’ruf.”</em> Untuk selanjutnya karena panjangnya hadits ini, maka kami akan memisahkan tiap bagiannya, kemudian membahasnya satu-persatu dan disertai <em>Ibroh</em> (pelajaran yang dapat dipetik) diakhir pembahasan. <em>InsyaaAllah</em> akan mempermudah bagi pembaca KIC.</p> <p>Al-Bukhari meriwayatkan, dalam Shahiihnya pada bab “Bergaul dengan Baik terhadap Keluarga,” sebuah hadits marfu’ dari ‘Aisyah . Ia menuturkan:<br /><em>Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Abdurrahman] dan [Ali bin Hujr] keduanya berkata, Telah mengabarkan kepada kami [Isa bin Yunus] Telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin Urwah] dari [Abdullah bin Urwah] dari [Urwah] dari [Aisyah] ia berkata; Sebelas wanita duduk-duduk kemudian berjanji sesama mereka untuk tidak mnyembunyikan sedikitpun seluk-beluk suami mereka. Wanita pertama berkata, “Suamiku adalah daging unta yang kurus, berada di puncak gunung yang sulit, tidak mudah didaki, dan tidak gemuk sehingga mudah diangkat.” Wanita kedua berkata, “Suamiku? Aku tidak akan menyebarkan seluk-beluk tentang dirinya. Aku takut tidak bisa meninggalkannya jika aku menyebutnya, aku menyebutkan kebaikan dan keburukannya sekaligus.” Wanita ketiga berkata, “Suamiku jangkung. Jika aku berkata, ia menceraikanku. Jika aku diam, ia menggantungkan (urusanku).” Wanita keempat berkata, “Suamiku sedang, seperti cuaca gunung Tihamah. Ia tidak panas, dingin, menakutkan, dan membosankan.” Wanita kelima berucap, “Suamiku? Jika ia masuk, ia seperti anak singa. Jika ia keluar, ia seperti singa. Ia tidak pernah bertanya apa yang ia ketahui.” Wanita keenam mengemukakan, “Suamiku? Jika makan, ia mencampur semua jenis makanan. Jika minum, ia menghabiskan seluruh air. Jika tidur, ia berselimut. Ia tidak memasukkan telapak tangan untuk mengetahui kesedihan (tidak penyayang kepadanya).” Wanita ketujuh berkata, “Suamiku tidak tahu kemaslahatan dirinya dan bodoh. Baginya, semua penyakit adalah obat. Ia membelah kepalamu atau memecahkanmu, atau melakukan kedua-duanya terhadapmu.” Wanita kedelapan berkata, “Suamiku halus sehalus kelinci dan harum seharum zarrab (tanaman yang harum).” Wanita kesembilan mengatakan, “Suamiku tinggi tiangnya, panjang bantuannya, besar asapnya, dan rumahnya dengan api.” Wanita kesepuluh mengemukakan, “Suamiku adalah majikan dan tidak ada majikan sebaik dia. Ia mempunyai unta yang banyak sekali dan dekat pengembalaannya. Jika unta-unta tersebut mendengar suara rebana sebagai tanda kedatangan tamu, unta-unta tersebut merasa yakin bahwa mereka akan disembelih.” Wanita kesebelas berkata, “Suamiku adalah Abu Zar’in. Tahukah kamu siapakah Abu Zar’in? Ia menggerak-gerakkan perhiasan kedua telingaku, memenuhi lemak kedua lenganku, dan membahagiakanku hingga jiwaku berbahagia. Ia mendapatiku di tempat pemilik kambing kecil di gunung kemudian membawaku ke pemilik kuda yang banyak, unta yang banyak, penggiling makanan, dan pengusir burung. di tempatnya, aku berkata dan tidak menjelek-jelekkan, tidur hingga pagi, dan minum hingga puas. Ibu Abu Zar’in. siapakah ibu Abu Zar’in? Tempat makanannya besar dan rumahnya luas. Anak laki-laki Abu Zar’in. Siapakah anak laki-laki Abu Zar’in? Tempat tidurnya seperti pedang yang diambil dari sarungnya (ringan) dan ia dibuat kenyang dengan lengan kambing yang berusia empat bulan. Anak perempuan Abu Zar’in. Siapakah anak perempuan Abu Zar’in? Ia patuh kepada ayah ibunya dan membuat marah tetanggganya. Budak wanita Abu Zar’in. Siapakah budak wanita Abu Zar’in? Ia tidak merusak pembicaraan kami, tidak memindahkan warisan kami, dan tidak memenuhi rumah kami dengan kotoran seperti rumput. Abu Zar’in keluar sedang tempat-tempat susu digerak-gerakkan dengan keras, kemudian ia bertemu dengan seorang wanita bersama dua anaknya seperti anak singa yang sedang bermain di bawah pinggangnya dengan dua buah delima, kemudian Abu Zar’in menceraikanku dan menikahi wanita tersebut. Sesudahnya aku menikah dengan seorang laki-laki yang mulia, mengendarai dengan cepat, mengambil tombak, mengembalikan hewan ternak kepadaku, dan memberiku bau harum semuanya sepasang. Ia berkata, ‘Makanlah hai Ummu Zar’in dan berilah makan keluargamu.’ Jika aku kumpulkan semua yang diberikan suami keduaku tersebut, tidak mencapai bejana terkecil Abu Zar’in. Aisyah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Terhadapmu aku seperti Abu Zar’in terhadap Ummu Zar’in.” berkata Abu Abdullah; berkata [Sa'id bin Salamah] dari [Hisyam] dan janganlah engkau penuhi rumah kami dengan sisa-sisa rumah (sampah). Abu Abdullah mengatakan, sebagian mengatakan “Maka aku minum hingga puas.”. Dan ini lebih sahih.</em><br />[dicopy dari lidwapusaka online]</p> <p><em><strong>Penjelasan</strong></em></p> <p><strong>“Sebelas wanita duduk lalu mereka berjanji untuk tidak menyembunyikan tentang kabar-kabar yang bertalian dengan suami mereka sedikit pun.<br />Wanita yang pertama berkata: ‘Suamiku adalah daging unta jantan kurus di atas puncak gunung yang tidak mudah didaki, dan tidak pula berdaging sehingga mudah berpindah.’ </strong></p> <p>Pembahasan: Wanita pertama ini bermaksud mencela suaminya. Ia mengistilahkan bahwa daging suaminya seperti <em>daging unta yang kurus</em>, selain itu juga terletak di <em>puncak gunung yang sulit didaki</em>. Kemudian ditambahkan lagi bahwa suaminya tidak pula gemuk untuk mampu memikul beban.</p> <p>Wanita ini tidak menikmati suaminya. Sebab, ia adalah seorang pria yang lemah dan dagingnya tidak bagus. Sepertinya ia menyifati aktifitas seksualnya bersamanya. Sekalipun ia menikmati aktifitas seksual bersama suaminya, namun ia melihatnya seperti daging unta yang kurus. Disamping kurus, ternyata dia sangat buruk akhlaknya. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana seharusnya berbicara dengannya. Bahkan ketika dia sampai kepada suaminya setelah bersusah payah, dia tidak mendapatkan sesuatu pun yang layak diambil dan dinikmati darinya. <em>Wallaahu a’lam</em>.</p> <p><strong>Yang kedua berkata: ‘Tentang suamiku, aku tidak ingin menyebarkan beritanya. Sesungguhnya aku khawatir mengatakannya. Jika aku mengingatnya, maka aku akan mengingat urat di wajah dan di perutnya.’</strong></p> <p>Pembahasan: Wanita yang kedua ini tidak mau membicarakan aib-aib suaminya baik yang nampak maupun yang tersembunyi. Hal ini dikarenakan suaminya ini memiliki banyak aib. Ia khawatir bila mengingatnya akan menyebutkan semua aibnya. Seakan-akan ia khawatir tidak dapat membiarkan beritanya sedikit pun karena sedemikian banyaknya. Tetapi ia merasa cukup mengisyaratkan aib-aibnya. <em>Wallaahu a ‘lam</em>.</p> <p><strong>Yang ketiga berkata: ‘Suamiku orang yang berakhlak buruk; jika aku berbicara, maka aku akan ditalak dan jika aku diam, maka aku akan terkatung-katung.’</strong></p> <p>Pembahasan: wanita yang ketiga ini menyebutkan bahwa suaminya memiliki akhlak yang buruk. Jika wanita ini berbicara disisinya dan mengoreksinya tentang suatu perkara, maka dia akan dicerai oleh suaminya. Namun jika dia diam, maka suaminya tidak menghiraukannya dan meninggalkannya seperti wanita terkatung-katung yang tidak mempunyai suami dan tidak pula janda. Dia memiliki suami, namun suaminya ini tidak bisa diambil manfaat bila disisinya. <em>Wallaahu a’lam</em>.</p> <p><strong>Yang keempat berkata: ‘Suamiku seperti malam yang tenang, tidak panas, tidak dingin, tidak ada ketakutan dan tidak membosankan.’ </strong></p> <p>Pembahasan: Wanita keempat menyifati suaminya, bahwa dia hidup bersamanya dengan rasa aman dan keadaannya menyenangkan. Ia tidak takut dan tidak bosan dengan kehidupannya. Ia seperti penduduk Tuhamah dalam menikmati malam mereka yang tenang dan cuaca yang lembut. Ia menikmati suaminya karena pergaulannya yang bagus dan keadaannya sederhana. <em>Wallaahu a ‘lam</em>.</p> <p><strong>Yang kelima berkata: ‘Suamiku, apabila ia masuk, ia seperti macan kumbang dan apabila keluar, ia seperti singa, dan tidak bertanya tentang apa yang terlihat (di dalam rumah).’</strong></p> <p>Pembahasan: Pensifatan wanita kelima ini pada suaminya mengandung dua kemungkinan:</p> <p>Kemungkinan pertama, ia menyifati suaminya bahwa ia seperti macan, karena terlalu sering menyetubuhinya. Wanita ini dicintainya sehingga ia tidak tahan ketika melihatnya. Sementara ketika ia di tengah-tengah manusia (ketika keluar) ia adalah pemberani seperti singa. Selain itu suaminya ini (<em>tidak bertanya tentang apa yang bisa dilihat</em>) memberikan kepadanya makanan, minuman dan pakaian, dan ia tidak menanyakan dikemanakan semua itu habis.</p> <p>Kemungkinan kedua, ia mencela suaminya dan menyifatinya bahwa ketika masuk, ia seperti macan. Ia tidak mencumbuinya sebelum menyenggamainya. Ia juga berakhlak buruk, meninju, memukul dan ia tidak bertanya tentang isterinya. Ketika ia keluar, sedangkan isterinya sakit, maka ketika kembali, ia tidak bertanya tentang keadaannya. <em>Wallaahu a’lam.</em></p> <p><strong>Yang keenam berkata: ‘Suamiku, jika ia makan sangat rakus. Jika minum, ia meminumnya sekali tenggak. Jika tidur, ia tidur pulas sendirian Gauh dari isteri). Ia tidak memasukkan telapak tangannya (ke dalam tubuh isterinya) untuk mengetahui berita (tentang kesedihan isterinya).’</strong></p> <p>Pembahasan: Wanita keenam ini menyifati suaminya sebagai orang yang rakus dalam makan dan minum sehingga tidak menyisakan sedikit pun. Jika ia tidur, maka ia tidur di pojok dan berselimutkan dengan pakaiannya sendirian dalam keadaan berpaling dari isterinya, dan dia (si isteri) bersedih karenanya. Ia tidak mengulurkan tangannya untuk mengetahui kesedihannya terhadapnya, dan ia (si isteri) sakit tapi ia tidak bertanya tentang penyakitnya. <em>Wallaahu a’lam.</em></p> <p><strong>Yang ketujuh berkata: ‘Suamiku dungu -atau tidak mampu bersenggama dengan isterinya bahkan sangat dungu. Setiap penyakit ada padanya. Ia melukai kepalamu, melukai tubuhmu atau melakukan kedua-duanya kepadamu.’</strong></p> <p>Pembahasan: Wanita ketujuh ini menyifati suaminya sebagai orang yang dungu, sebab ia tidak mampu memenuhi hajatnya. Meskipun demikian, ia selalu menyakitinya jika ia berkata kepadanya. Suaminya ini kemudian menahannya, memukulnya dan melukai kepala serta badannya. Ia tidak menyisakan satu anggota badan pun bisa terbebas. Kadangkala ia melakukan segalanya. <em>Wallaahu a’lam.</em></p> <p><strong>Yang kedelapan berkata: ‘Suamiku sentuhannya selembut sentuhan kelinci dan aromanya seharum aroma Zarnab (pohon berbau harum).’ </strong></p> <p>Pembahasan: Wanita kedelapan ini menyifati suaminya sebagai orang yang suka berdandan dan memakai parfum untuk dirinya. <em>Wallaahu a’lam.</em><br /><strong><br /></strong></p> <p><strong>Yang kesembilan berkata: ‘Suamiku tinggi pilarnya, panjang sarung pedangnya, banyak abunya dan rumahnya dekat dengan kebaikan.’ </strong></p> <p>Pembahasan: Wanita kesembilan ini menyifati suaminya, bahwa rumahnya tinggi dan panjang, dan demikianlah rumah para bangsawan. Ia berperawakan tinggi, yang membutuhkan sarung pedang yang panjang, dan itu karena keberaniannya. Apinya tidak padam karena kedermawanannya. Rumahnya dekat dengan tempat pertemuan, sehingga ia tidak tertutup dari para peserta pertemuan dan ia tidak jauh dari mereka serta selamanya berada di tengah-tengah khalayak agar mudah bertemu dengannya.</p> <p><strong>Yang kesepuluh berkata: ‘Suamiku adalah raja, raja yang seperti apa? Seorang raja yang lebih baik dari semua raja. Ia memiliki unta-unta yang banyak, menderum dan sedikit digembalakan. Jika hewan-hewan tersebut mendengar suara pisau, maka hewan-hewan tersebut merasa yakin, bahwa mereka akan binasa.’</strong></p> <p>Pembahasan: Wanita kesepuluh ini mengatakan, bahwa suaminya adalah raja yang lebih baik dibandingkan raja-raja yang disebutkan dalam hal kedemawanannya. Ia memiliki banyak hewan peliharaan yang sedikit digembalakan (kebanyakan dikandang). Jika hewan peliharaannya ini mendengar suara pisau, maka ia tahu bahwa ada tamu yang datang. Jika tamu telah datang, maka ia yakin bahwa ia akan disembelih. Hal ini dikarenakan kedermawanannya sang suami.</p> <p><strong>Yang kesebelas berkata: ‘Suamiku Abu Zar’, dan siapakah Abu Zar’? Yaitu, orang yang memakaikan perhiasan di kedua telingaku. Ia memenuhi tubuhku dengan lemak (sehingga aku menjadi gemuk). Ia membahagiakanku, sehingga aku menjadi bahagia dan bangga. Ia mendapatiku (ketika menikahiku) dalam keluarga penggembala kambing yang sengsara, lalu menempatkanku dalam keluarga penggembala kuda dan unta serta memiliki banyak tanaman dan hewan ternak. Di sisinya aku berbicara, dan aku tidak dicela. Aku tidur di awal siang hari dan aku minum hingga puas.’ </strong></p> <p><strong>Ibu Abu Zar’, dan siapakah ibu Abu Zar’ itu? Hartanya banyak dan rumahnya luas. </strong></p> <p><strong>Putera Abu Zar’, dan siapakah putera Abu Zar’ itu? Tempat tidurnya seperti selembar serat tikar (karena sempitnya) dan sudah merasa kenyang dengan makan kaki kambing. </strong></p> <p><strong>Putri Abu Zar’ dan tahukah kamu siapakah putri Abu Zar’ itu? Ia mentaati ayahnya dan mentaati ibunya, pakaiannya terpenuhi dan tetangganya iri kepadanya. </strong></p> <p><strong>Sahaya wanita Abu Zar’, dan tahukah kamu siapa sahaya wanita Abu Zar’ itu? Ia tidak menyebarkan pembicaraan kami. Tidak berkhianat maupun mencuri makanan kami, dan tidak memenuhi rumah kami dengan sampah.</strong></p> <p>Pembahasan: Wanita kesebelas ini (Ummu Zar’) menyifati Abu Zar’ banyak memberinya perhiasan dan makanan yang enak. Dan dia berbahagia atas perlakuan Abu Zar’. Ia menceritakan bahwa Abu Zar’ ini dahulu menikahinya padahal dia berada pada keluarga yang miskin. Yang kemudian Abu Zar’ menempatkannya dikeluarga yang kaya. Meskipun begitu, ketika berbicara (berpendapat) disisi Abu Zar’ pendapatnya diterima (meskipun dulu keluarganya merupakan keluarga yang miskin). Selain itu dia sangat menikmati hidup bersama Abu Zar’ yang dia bisa tidur dan minum sepuas-puasnya karena dia tidak perlu melakukan pekerjaan rumah (karena memiliki banyak pembantu)</p> <p>Selanjutnya karena senangnya hidup bersama Abu Zar’ maka dia kemudian menyebutkan, bagaimana ibu, putera, puterinya dan hamba sahayanya.</p> <p>Ia menggambarkan Ibu Abu Zar’ mempunyai banyak perabotan, harta, pakaian, dan rumah yang luas.</p> <p>Ia menggambarkan putera Abu Zar’ bahwa pembaringannya hanya selebar selembar serat tikar, maksudnya ia tidak banyak memanfaatkan atau mengambil tempat di rumah, dan sedikit makannya, sehingga sudah merasa kenyang dengan makan sebelah kaki depan kambing kecil, dan ini gambaran bahwa anak tirinya tersebut tidak banyak membebaninya seakan-akan tidak hidup bersamanya.</p> <p>Ia menggambarkan puteri Abu Zar’ yang taat kepada orangtuanya, mempunyai pakaian yang banyak dan membuat iri tetangganya.</p> <p>Ia menyifati sahaya itu bahwa ia tidak menyebarkan rahasia dan tidak mengkhianati mereka dalam hal makanan dan perbekalan serta membawanya kabur. Ia pandai mengatur rumah dan peka dengan kebersihan.</p> <p><strong>Ia (Ummu Zar’) mengatakan: ‘Abu Zar’ keluar membawa wadah-wadah untuk memerah susu, lalu dia bertemu dengan seorang wanita bersama dua orang anaknya seperti dua ekor macan kumbang. Keduanya memainkan dua payudaranya di pangkuannya. Kemudian dia menceraikanku dan menikahinya. Kemudian sesudah itu aku menikah dengan seorang laki-laki bangsawan, menaiki kuda dan memegang tombak. Ia menghiburku dengan berbagai nikmat yang banyak dan memberikan kepadaku dari segala hal yang menyenangkan,· serta mengatakan kepadaku: ‘Makanlah wahai Ummu Zar’ dan berikan kepada keluargamu.’ Ia (Ummu Zar’) mengatakan: ‘Sekiranya aku kumpulkan segala sesuatu yang dia berikan kepadaku, maka itu tidak mencapai sebejana terkecil Abu Zar’.” </strong></p> <p>Abu Zar’ keluar pagi-pagi sekali dari rumahnya ketika akan bekerja. Dia keluar ketika musim kurma dan musim semi yang indah, Kemudian Abu Zar’ melihat seorang wanita. Wanita itu sedang dalam keadaan yang lelah, ia berbaring sambil beristirahat. Abu Zar’ melihatnya demikian bersama dua orang anak, seperti dua ekor macan kumbang yang bagus. Kebanyakan orang-orang Arab menginginkan wanita-wanita yang dapat melahirkan. Dikarenakan wanita yang ditemuinya ini adalah wanita yang subur (punya 2 anak), sedangkan Ummu Zar’ tidak memiliki anak (dari pernikahannya), maka Abu Zar’ kemudian menikahi wanita tadi dan mencerai Ummu Zar’.</p> <p>Selanjutnya Ummu Zar’ menikah dengan seorang laki-laki bangsawan, dan ia mendapatkan banyak kenikmatan darinya. Meskipun demikian kecintaannya kepada Abu Zar’ tidak dapat digantikan oleh laki-laki ini.</p> <p><strong>‘Aisyah melanjutkan: “Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Aku bagimu adalah seperti Abu Zar’ terhadap Ummu Zar’.” </strong></p> <p><strong>Point-Point Penting Berkaitan dengan Hadits Ini :</strong> (berdasarkan komentar al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (IX/277), dengan diringkas)</p> <p><em>Pertama</em>, suami itu keadaannya sangat bermacam-macam. Barangsiapa yang mendapati sifat yang tercela padanya, maka hendaklah dia berusaha melepaskan sifat tersebut semaksimal mungkin. Dan barangsiapa yang merasa memiliki sifat terpuji, maka hendaklah dia memohon kepada Allah tambahan karunia-Nya.</p> <p><em>Kedua</em>, berlemah lembut dan berbicara dalam perkara yang mubah, selagi hal itu tidak membawa kepada hal yang dilarang.</p> <p><em>Ketiga</em>, penjelasan tentang bolehnya menyebut kelebihan dalam perkara-perkara agama, dan seorang suami memberitahukan kepada keluarganya mengenai gambaran keadaannya bersama mereka, terutama karena kaum wanita mempunyai tabi’at mengingkari kebaikan. Oleh karena itu, Nabi <em>Shalallahu ‘alaihi wasallam</em> bersabda kepada ‘Aisyah, “Aku bagimu adalah seperti Abu Zar’ bagi Ummu Zar’.”</p> <p><em>Keempat</em>, hadits ini berisi pembicaraan tentang umat-umat terdahulu dan membuat permisalan dari mereka untuk diambil sebagai pelajaran. Tidak mengapa menyebut sekelumit kisah dan kisah-kisah unik yang dinilai baik untuk memotifasi jiwa.</p> <p><em>Kelima</em>, boleh memuji seseorang di hadapannya jika pujian tersebut tidak merusaknya; karena ‘Aisyah <em>Rodhiallahu ‘anha</em> mengatakan: “Wahai Rasulullah, bahkan engkau lebih baik daripada Abu Zar’. Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, sungguh engkau lebih baik bagiku.”</p> <p><em>Keenam</em>, menyebut aib yang ada pada diri seseorang dibolehkan, jika diniatkan agar perbuatan tersebut dijauhi, dan hal tersebut tidaklah termasuk dari ghibah. Hal ini disinggung oleh al-Khaththabi, kemudian oleh Abu ‘Abdillah at-Tamimi, guru dari al-Qadhi ‘Iyadh, bahwa argumen dengan hal ini adalah akan sempurna seandainya Nabi <em>Shalallahu ‘alaihi wasallam </em>mendengar wanita menggunjing suaminya lalu menyetujuinya. Adapun hikayat tentang orang yang tidak hadir, maka tidaklah demikian. Ini adalah sebagaimana orang yang mengatakan: “Di antara manusia ada seseorang yang berbuat buruk.” Mungkin inilah yang dimaksud oleh al-Khaththabi.</p> <p><em>Ketujuh</em>, hadits ini membolehkan menyifati wanita dan kebaikannya kepada seorang pria. Ini dibolehkan jika kaum wanita tersebut tidak ada (tidak diketahui).</p> <p>Sumber: ‘Isratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’ (terjemahan) via muslimpulsa<strong> </strong></p> <p>Simak pembahasan hadits ini yang dibahas oleh al Ustadz Firanda Andirja, Lc pada link di bawah ini. Ustadz Firanda dalam beberapa kesempatan dauroh beberapa kali membahas hadits ini.</p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-27146198922715824762010-09-15T02:48:00.000-07:002010-09-15T02:49:58.207-07:00Ma’had Masjid Pogung Raya Yogyakarta Ajaran 2010 -2011<h3 class="pgtitle">Ma’had Masjid Pogung Raya Yogyakarta Ajaran 2010 -2011</h3><br /><br /><p><strong>(Tahun I) – KHUSUS PUTRA-</strong></p> <ul><li><strong>Waktu Pendidikan SEMESTER 1 :</strong></li></ul> <p>10 Oktober 2010 – 25 Desember 2010 ( terhitung 11 Pekan )</p> <ul><li><strong>Waktu Pendidikan SEMESTER 2 :</strong></li></ul> <p>1 Maret 2011 – 27 Mei 2011 (terhitung 13 Pekan)</p> <ul><li><strong>Periode Pendaftaran :</strong></li></ul> <p>18 September – 1 Oktober 2010</p> <ul><li><strong>Ujian Masuk</strong></li></ul> <p>2 Oktober 2010 (Gelombang I)</p> <p>9 Oktober 2010 (Gelombang II)</p> <ul><li><strong>Brifing Awal dan Pengumuman Penerimaan</strong></li></ul> <p>09.00 – 11.30 / 10 Oktober 2010</p> <ul><li><strong>Waktu dan Tempat Belajar Pelajaran</strong></li></ul> <p>-Tempat : Masjid Pogung Raya</p> <p>-Waktu :</p> <p>- Aqidah : Malam (Malam Sabtu, Ba’da Isya)</p> <p>- Fiqih : Malam (Malam Ahad, Ba’da Isya)</p> <p>- Bahasa Arab : Jumat Pagi dan Ahad Pagi</p> <p>- Tahsin Quran : Malam (dibicarakan dengan pengajar)</p> <p>-Durasi : 75 menit</p> <ul><li><strong>Materi Belajar</strong></li></ul> <p>- Aqidah :<em> Kitab tauhid Sy. Fauzan (terjemah)</em></p> <p>- Fiqih :<em> Tematik</em></p> <p>- Bahasa Arab : “<em>Nahwu-Sharaf dan Baca Kitab” (2 kali sepekan)</em></p> <p>- Tahsin Quran :<em> Pedoman Dauroh Al Quran (2 kali sepekan)</em></p> <ul><li><strong>Biaya</strong></li></ul> <p>- Biaya Pendaftaran : Rp 10.000,- (akan dikembalikan jika tidak lulus ujian)</p> <p>- Biaya Pendidikan : Rp 20.000,- / bulan (tidak termasuk buku panduan)</p> <p><strong>Contact Person : 0856 4327 4922 (Hanif Nur Fauzi)</strong></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-91649015571464821602010-09-15T02:45:00.000-07:002010-09-15T02:48:36.452-07:00Keutamaan Doa Keluar RumahSetan pertama berkata kepada setan kedua yang ingin menganggumu. Ia berkata “Kaifa laka birajulin?” ” Bagaimanakah engkau dengan seseorang yang engkau tidak punya kekuatan untuk menganggunya. Seseorang yang telah diberi hidayah oleh Allah untuk mengingat Allah, dan telah Allah cukupi, Allah lindungi dari gangguanmu dan Allah jaga dari tipu dayamu. Adalah suatu hal yang sia-sia menganggunya. Lebih baik kamu balik saja dan cari orang lain yang bisa diganggu?”<br /><br />Percakapan kedua setan ini terdapat pada bagian akhir hadist yang diriwayatkan oleh sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Dikatakan kepadanya, ‘Engkau telah dicukupkan, dijaga, dan diberi petunjuk.’ Maka, setan menjauh darinya. Maka, dikatakan kepada setan yang lain ‘Bagaimanakah engkau dengan orang yang telah diberi petunjuk , telah dicukupkan dan telah dijaga?’”<br /><br /><br />Mengapa Setan Menjauhimu ?<br /><br />Saudariku, percakapan dua setan tersebut akan mereka katakan saat engkau keluar dari rumah dengan membaca “Bismillahi tawakkaltu ‘alaallahi, walaa haula wa laa quuwata illa billah” yang artinya “Dengan nama Allah. Aku bertawakal kepada-Nya, dan tiada daya dan kekuatan, kecuali karena pertolongan Allah.” (HR. Abu Dawud 4/325)<br /><br />Ketika engkau membaca kalimat yang ringan ini saat keluar dari rumah maka engkau akan mendapatkan tiga hal yang agung yaitu kecukupan, penjagaan dari segala keburukan dan petunjuk. Dan karenanya setan akan menyingkir dan menjauhimu. Maka setan akan memberi nasihat kepada kawannya sesama setan yang ingin menganggumu dengan berkata “Mau kamu apakan, tidak bisa, sia-sia, kamu apakan seseorang yang telah mendapatkan hidayah, telah dicukupi dan telah diberi petunjuk oleh Allah? Sudahlah kamu cari yang lain saja yang tidak membaca doa ini. Ganggu dia, orang ini tidak usah, kamu cuma dapat capek dan repot saja. Cari orang lain yang tidak membaca do’a ini.”<br /><br />Maka Allah akan mengatakan kepada engkau yang telah membaca do’a ini. Engkau akan dipalingkan dari segala keburukan, terjaga dari segala gangguan dan keburukan yang samar, yang tak terlihat dan tak nampak serta mendapatkan hidayah yaitu mendapatkan hidayah taufik untuk meniti jalan yang haq dan yang benar dimana engkau diberi taufik untuk mengutamakan mengingat Allah begitu keluar rumah. Dan engkau akan terus-menerus mendapatkan taufik disetiap perbuatan, perkataan dan setiap keadaanmu. Taufik Allah janjikan bagi dirimu yang membaca kalimat ini saat keluar rumah. Subhanallah.<br /><br />Saudariku, seandainya keutamaan yang diberikan hanya satu saja sudah sangat besar apalagi kita akan mendapatkan mendapatkan tiga keutamaan yang semuanya sangat penting bagi kehidupan manusia. Semua orang membutuhkannya, namun mengapa diri ini sulit untuk membacanya. Satu keutamaan saja sudah sangat besar dan tidak terbayangkan nilainya. Maka seandainya pahala yang akan diberikan hanya hidayah yang dalam hadits ini maknanya adalah taufik, yaitu akan mendapatkan taufik dan akan dibimbing sehingga akan hanya meniti kebenaran dalam ucapan, dalam perbuatan dan dalam keadaan dan sikap. Masyaa Allah, ini adalah suatu yang besar dan bernilai.<br /><br />Sesungguhnya kita telah menyia-nyiakan banyak hal dengan kelalaian kita dalam berdzikir pada Allah subhanahu wa Ta’alaa. .Semoga Allah beri taufik.<br /><br />Penyusun: Ummu Zubaidah Putrisia Hendra Ningrum Adiaty<br />Muroja’ah: Ust. Aris Munandar<br /><br />Maroji’ :<br />1.Syarah Hisnul Muslim min Adkaari Alkitaabi wa Assunnati, buah karya Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qathani dengan pensyarah Majdi bin ‘Abdul Wahab Ahmad. Penerbit Darul Haq. hal. 106-107<br />2.Rekaman Kajian Sabtu-Minggu Pagi “Syarah Hisnul Muslim” oleh Ustadz Aris Munandar dengan penyelenggara takmir Masjid Al-Ashri Pogung Rejo.<br /><br />***<br /><br />Artikel muslimah.or.idAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-40130300199332955452010-09-02T00:05:00.000-07:002010-09-02T00:07:01.683-07:00Puasanya Seorang Musafir [Penting Bagi yang Ingin Mudik]<strong>Oleh Muhammad Abduh Tuasikal</strong> <p><em>Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.</em></p> <p>Sering kita melihat di <strong>bulan Ramadhan</strong> terutama di saat-saat <strong>mudik lebaran</strong>, banyak orang yang ber<strong>safar </strong>tidak menjalankan <strong>puasa</strong>. Yang mereka pahami bahwa kalau ber<strong>safar</strong> sah-sah saja tidak <strong>puasa</strong>. Jika memang kesulitan ketika <strong>safar </strong>untuk menjalankan <strong>puasa</strong>, lantas ia tidak <strong>puasa</strong>, maka itu dibolehkan berdasarkan kesepakatan ulama. Namun bagaimanakah jika <strong>safar</strong> tersebut tidak ada kesulitan apa-apa, dari rumah saja memakai mobil ber-AC, lantas ia pun menaiki pesawat yang hanya duduk satu jam dan sama sekali tidak ada kesulitan apa-apa ketika <strong>safar</strong>. Bagaimanakah kondisi yang terakhir ini? Apakah lebih baik <strong>berpuasa</strong> karena tidak ada kesulitan apa-apa ketika <strong>safar</strong> ataukah lebih baik berbuka (<strong>tidak berpuasa</strong>)? Mudah-mudahan pembahasan ini akan semakin mencerahkan bagi siapa saja yang ingin mengambil pelajaran.<span id="more-7253"></span></p> <p>Perlu diketahui bahwa <strong>musafir </strong>yang melakukan perjalanan jauh sehingga mendapatkan keringanan untuk mengqoshor shalat dibolehkan untuk tidak <strong>berpuasa</strong>. Dalil dari hal ini adalah firman Allah <em>Ta’ala</em>,</p> <p><span style="font-size:180%;">وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ</span></p> <p>“<em>Dan barang siapa sakit atau dalam <strong>perjalanan</strong> (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya <strong>berpuasa</strong>), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.</em>” (QS. Al Baqarah: 185)</p> <p><strong>Apakah jika seorang musafir</strong><strong> berpuasa, puasanya dianggap sah?</strong></p> <p>Mayoritas sahabat, tabi’in dan empat imam madzhab berpendapat bahwa <strong>berpuasa ketika safa</strong>r itu sah.</p> <p>Ada riwayat dari Abu Hurairah, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar yang menyatakan bahwa <strong>berpuasa ketika safar</strong> tidaklah sah dan tetap wajib mengqodho’. Ada yang mengatakan bahwa seperti ini dimakruhkan.</p> <p>Namun pendapat mayoritas ulama lebih kuat sebagaimana dapat dilihat dari dalil-dalil yang nanti akan kami sampaikan.</p> <p><strong>Manakah yang lebih utama bagi orang yang bersafar, berpuasa ataukah tidak?</strong></p> <p>Para ulama dalam hal ini berselisih pendapat. Setelah meneliti lebih jauh dan menggabungkan berbagai macam dalil, dapat kita katakan bahwa <strong>musafir</strong> ada tiga kondisi.</p> <p><strong>Kondisi pertama</strong> adalah <strong>jika berat untuk berpuasa</strong> atau sulit melakukan hal-hal yang baik ketika itu, maka lebih utama untuk tidak berpuasa. Dalil dari hal ini dapat kita lihat dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah. Jabir mengatakan,</p> <p><span style="font-size:180%;">كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فِى سَفَرٍ ، فَرَأَى زِحَامًا ، وَرَجُلاً قَدْ ظُلِّلَ عَلَيْهِ ، فَقَالَ « مَا هَذَا » . فَقَالُوا صَائِمٌ . فَقَالَ « لَيْسَ مِنَ الْبِرِّ الصَّوْمُ فِى السَّفَرِ</span></p> <p>“<em>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bersafar melihat orang yang berdesak-desakan. Lalu ada seseorang yang diberi naungan. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Siapa ini?” Orang-orang pun mengatakan, “Ini adalah orang yang sedang berpuasa.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah suatu yang baik jika seseorang <strong>berpuasa ketika dia bersafar</strong></em>”.[1] Di sini dikatakan tidak baik berpuasa ketika safar karena ketika itu adalah kondisi yang menyulitkan.</p> <p><strong>Kondisi kedua</strong> adalah <strong>jika tidak memberatkan untuk berpuasa</strong> dan tidak menyulitkan untuk melakukan berbagai hal kebaikan, maka pada saat ini lebih utama untuk berpuasa. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana beliau masih tetap berpuasa ketika safar.</p> <p>Dari Abu Darda’, beliau berkata,</p> <p><span style="font-size:180%;">خَرَجْنَا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فِى بَعْضِ أَسْفَارِهِ فِى يَوْمٍ حَارٍّ حَتَّى يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ عَلَى رَأْسِهِ مِنْ شِدَّةِ الْحَرِّ ، وَمَا فِينَا صَائِمٌ إِلاَّ مَا كَانَ مِنَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَابْنِ رَوَاحَةَ</span></p> <p>“<em>Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada hari yang cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yang begitu panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dan Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu</em>.”[2]</p> <p>Apabila tidak terlalu menyulitkan ketika safar, maka puasa itu lebih baik karena lebih cepat terlepasnya kewajiban. Begitu pula hal ini lebih mudah dilakukan karena berpuasa dengan orang banyak itu lebih menyenangkan daripada mengqodho’ puasa sendiri sedangkan orang-orang tidak berpuasa.</p> <p><strong>Kondisi ketiga</strong> adalah <strong>jika berpuasa akan mendapati kesulitan yang berat</strong> bahkan dapat mengantarkan pada <strong>kematian</strong>, maka pada saat ini wajib tidak berpuasa dan diharamkan untuk berpuasa. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,</p> <p><span style="font-size:180%;">أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ عَامَ الْفَتْحِ إِلَى مَكَّةَ فِى رَمَضَانَ فَصَامَ حَتَّى بَلَغَ كُرَاعَ الْغَمِيمِ فَصَامَ النَّاسُ ثُمَّ دَعَا بِقَدَحٍ مِنْ مَاءٍ فَرَفَعَهُ حَتَّى نَظَرَ النَّاسُ إِلَيْهِ ثُمَّ شَرِبَ فَقِيلَ لَهُ بَعْدَ ذَلِكَ إِنَّ بَعْضَ النَّاسِ قَدْ صَامَ فَقَالَ « أُولَئِكَ الْعُصَاةُ أُولَئِكَ الْعُصَاةُ</span></p> <p>“<em>Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H) menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo’ Al Ghomim (suatu lembah antara Mekkah dan Madinah), orang-0rang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. Setelah beliau melakukan hal tadi, ada yang mengatakan, “Sesungguhnya sebagian orang ada yang tetap berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengatakan, “Mereka itu adalah orang yang durhaka. Mereka itu adalah orang yang durhaka”.</em>”[3] Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>mencela keras karena berpuasa dalam kondisi sangat-sangat sulit seperti ini adalah sesuatu yang tercela.</p> <p><strong>Kapan waktu diperbolehkan tidak berpuasa bagi musafir</strong><strong>?</strong></p> <p>Dalam hal ini, kita mesti melihat beberapa keadaan:</p> <p><strong>Pertama</strong>, jika safar dimulai sebelum terbit fajar atau ketika fajar sedang terbit dan dalam keadaan bersafar, lalu diniatkan untuk tidak berpuasa pada hari itu; untuk kondisi semacam ini diperbolehkan untuk tidak berpuasa berdasarkan kesepakatan para ulama. Alasannya, pada kondisi semacam ini sudah disebut <strong>musafir</strong> karena sudah adanya sebab yang memperbolehkan untuk tidak berpuasa.</p> <p><strong>Kedua</strong>, jika safar dilakukan setelah fajar (atau sudah di waktu siang), maka menurut pendapat Imam Ahmad yang lain, juga pendapat Ishaq dan Al Hasan Al Bashri, dan pendapat ini juga dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, boleh berbuka (tidak berpuasa) di hari itu. Inilah pendapat yang lebih kuat.</p> <p>Dalil dari pendapat terakhir ini adalah keumuman firman Allah <em>Ta’ala</em>,</p> <p><span style="font-size:180%;">وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ</span></p> <p>“<em>Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain</em>.” (QS. Al Baqarah: 185)</p> <p>Dan juga hadits Jabir sebagaimana telah disebutkan di atas: “<em>Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada tahun Fathul Makkah (8 H) menuju Makkah di bulan Ramadhan. Beliau ketika itu berpuasa. Kemudian ketika sampai di Kuroo’ Al Ghomim (suatu lembah antara Mekkah dan Madinah), orang-0rang ketika itu masih berpuasa. Kemudian beliau meminta diambilkan segelas air. Lalu beliau mengangkatnya dan orang-orang pun memperhatikan beliau. Lantas beliau pun meminum air tersebut. …</em></p> <p>Begitu pula yang menguatkan hal ini adalah dari Muhammad bin Ka’ab. Dia mengatakan,</p> <p><span style="font-size:180%;">أَتَيْتُ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ يُرِيدُ سَفَرًا وَقَدْ رُحِلَتْ لَهُ رَاحِلَتُهُ وَلَبِسَ ثِيَابَ السَّفَرِ فَدَعَا بِطَعَامٍ فَأَكَلَ فَقُلْتُ لَهُ سُنَّةٌ قَالَ سُنَّةٌ. ثُمَّ رَكِبَ</span>.</p> <p>“<em>Aku pernah mendatangi Anas bin Malik di bulan Ramadhan. Saat ini itu Anas juga ingin melakukan safar. Dia pun sudah mempersiapkan kendaraan dan sudah mengenakan pakaian untuk bersafar. Kemudian beliau meminta makanan, lantas beliau pun memakannya. Kemudian aku mengatakan pada Annas, “Apakah ini termasuk sunnah (ajaran Nabi)?” Beliau mengatakan, “Ini termasuk sunnah.” Lantas beliau pun berangkat dengan kendaraannya.</em>”[4] Hadits ini merupakan dalil bahwa <strong>musafir</strong> boleh berbuka sebelum dia pergi bersafar.</p> <p><strong>Ketiga</strong>, jika berniat puasa padahal sedang bersafar, kemudian karena suatu sebab di tengah perjalanan berbuka, maka hal ini diperbolehkan. Alasannya adalah dalil yang telah kami sebutkan pada kondisi kedua dari hadits Abu Darda: “<em>Kami pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di beberapa safarnya pada hari yang cukup terik. Sehingga ketika itu orang-orang meletakkan tangannya di kepalanya karena cuaca yang begitu panas. Di antara kami tidak ada yang berpuasa. Hanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja dan Ibnu Rowahah yang berpuasa ketika itu.</em>”[5]</p> <p><strong>Kapan berakhirnya keringanan untuk tidak berpuasa bagi musafir?</strong></p> <p>Berakhirnya keringanan (rukhsoh) bagi <strong>musafir</strong> untuk tidak berpuasa adalah dalam dua keadaan:</p> <p>(1) ketika berniat untuk bermukim, dan</p> <p>(2) jika telah kembali ke negerinya.</p> <p>Jika orang yang bersafar tersebut kembali ke negerinya pada malam hari, maka keesokan harinya dia wajib berpuasa tanpa ada perselisihan ulama dalam hal ini.</p> <p>Sedangkan apabila dia kembali pada siang hari, sedangkan sebelumnya tidak berpuasa, apakah ketika dia sampai di negerinya, dia jadi ikut berpuasa hingga berbuka?</p> <p>Untuk kasus yang satu ini ada dua pendapat. Pendapat yang lebih tepat adalah dia tidak perlu menahan diri dari makan dan minum. Jadi boleh tidak berpuasa hingga waktu berbuka. Inilah pendapat Imam Asy Syafi’i dan Imam Malik. Terdapat perkataan yang shohih dari Ibnu Mas’ud,</p> <p><span style="font-size:180%;">مَنْ أَكَلَ أَوَّلَ النَّهَارِ فَلْيَأْكُلْ آخِرَهُ</span></p> <p>“<em>Barangsiapa yang makan di awal siang, maka makanlah pula di akhir siang</em>.”[6] Jadi, jika di pagi harinya tidak berpuasa, maka di siang atau sore harinya pun tidak perlu berpuasa.[7]</p> <p>Demikian sajian singkat tentang puasa bagi <strong>musafir</strong>. Semoga semakin mencerahkan.</p> <blockquote><p>Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal</p> <p>Cuplikan <strong>Buku Panduan Ramadhan</strong></p> <p>Dipublikasikan oleh: PengusahaMuslim.Com dan http://salafiyunpad.wordpress.com<strong><br /></strong></p></blockquote> <hr />[1] HR. Bukhari no. 1946 dan Muslim no. 1115. <p>[2] HR. Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1122.</p> <p>[3] HR. Muslim no. 1114.</p> <p>[4] HR. Tirmidzi no. 799. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih</p> <p>[5] HR. Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1122</p> <p>[6] Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam mushonnaf-nya 2/286. Abu Malik mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.</p> <p>[7] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/120-125.</p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-64222226630525143672010-09-02T00:02:00.000-07:002010-09-02T00:04:54.870-07:00Halal Haram dalam Agama Syiah<h1 class="title" style="text-align: center;">Halal Haram dalam Agama Syiah</h1><strong> </strong><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br /></span></div><strong>Sudah dimaklumi dalam syariat islam bahwa ikan dan hewan laut semuanya halal. </strong><br />Allah berfirman<br /><br /><div dir="rtl"><span style="font-size:180%;"><strong>أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ الْبَرِّ مَا دُمْتُمْ حُرُمًا وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ (٩٦)</strong></span></div>Dihalalkan bagimu binatang buruan laut [442] dan makanan (yang berasal) dari laut[443] sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan.(al-Maidah: 96)<br />[442] Maksudnya: binatang buruan laut yang diperoleh dengan jalan usaha seperti mengail, memukat dan sebagainya. Termasuk juga dalam pengertian laut disini Ialah: sungai, danau, kolam dan sebagainya.<br />[443] Maksudnya: ikan atau binatang laut yang diperoleh dengan mudah, karena telah mati terapung atau terdampar dipantai dan sebagainya.<span id="more-598"></span><br />Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:<br /><div dir="rtl"><span style="font-size:180%;"><strong>أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ ، السَّمَكُ وَالْجَرَادُ وَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ</strong></span></div>“Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua darah; ikan, belalang, hati dan limpa.” (HR Ahmad, darauquthni dari Ibn Umar, shahih)<br />Juga bersabda:<br /><div dir="rtl"><strong> <span style="font-size:180%;">هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ</span></strong></div>“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.” (HR Malik dan ashhabussunan)<br /><strong>Namun syiah imamiyah memiliki agama lain dan syariat lain.</strong><br />Mereka mengharamkan makanan laut semuanya kecuali yang bersisik dan beberapa macam yang sangat terbatas. Sementara sisanya semuanya haram!! Hal itu meliputi makanan-makanan yang<strong> </strong>dikenal dan tersebar luas di negara-negara Muslim, yaitu hidangan makanan yang berguna dan baik menurut kesaksian para ahli gizi. Sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah untuk kita.<br />Namun, Syiah telah menerima agama mereka dari bisikan setan, dan jauh dari kepastian, sehingga sesat menyesatkan.<br /><strong>Saya membawakan untuk Anda beberapa pelajaran dan fatwa konyol mereka yang kacau.</strong><br />Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan kita dari kesesatan mereka dan yang telah mengunggulkan kita atas banyak makhluk-Nya.<br /><div style="text-align: center;">——————————————————————-</div><strong>FATWA ALI SISTANI (pemimpin Hauzah syiah tertinggi di Najaf, yang sekarang terjerat skandal free sex atas nama agama)</strong><br /><strong>Kitab Minhajus Shalihin Masalah ke 877:</strong><br />Tidak halal dari hewan laut kecuali ikan, maka haram selainnya dari seluruh macam hewannya, sampai yang dinamai dengan nama hewan yang halal dimakan dari hewan darat seperti sapi dan kudanya. Begitu pula yang memiliki dua kehidupan seperti katak, kepiting dan penyu (kura-kura) menurut pendapat yang kuat. Ya, burung, yang disebut burung laut –seperti sabihah (burung berenang), ghaishah (burung penyelam) dll- halal darinya apa yang halal semisalnya dari burung darat.<br /><strong>Masalah 878: </strong>tidak halal ikan kecuali yang memiliki sisik jika asli, sehingga tidak masalah hilangnya sisik karena satu sebab, maka halal Alkanat dan Rabitha dan linen halus, cokelat, ikan mas dan Qattan, Tabaraani dan Alablami dan lainnya untuk udang yang disebut di hari ini dengan rubiyan (udang). Dan Tidak dihalalkan ikan yang tidak bersisik dari asalnya seperti algary (catfish) dan aL-zimair , al-Zahw, Almarmahe. Jika ada keraguan apakah dia bersisik atau tidak maka dianggap tidak bersisik.<br /><div style="text-align: center;"><img alt="ikan al-Jaryi" class="aligncenter size-full wp-image-600" src="http://www.gensyiah.com/wp-content/uploads/2010/08/ikan-al-Jaryi-.jpg" title="ikan al-Jaryi" width="553" height="415" /><br /><br />Foto ikan al-Jaryi yang diharamkan syiah karena tidak bersisik (seperti halnya lele)</div><strong>Pertanyaan</strong>: Saya bertanya tentang cumi-cumi (Marine organism of mollusks). Apakah diperbolehkan untuk makan atau tidak? .. Apakah itu najis atau tidak? .. Apakah setiap hewan laut yang lunak/lembut tidak boleh dimakan?<br /><strong>Fatwa</strong>: Jika yang Anda maksud dengan moluska itu hewan yang memiliki kulit batu kapur seperti pada kulit kura-kura dan kerang, maka semua itu haram, tetapi suci.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Cumi-cumi adalah termasuk hewan laut yang mengeluarkan tinta .. lalu bagaimana penyembelihannya?<br /><strong>Fatwa</strong>: Tidak ada cara untuk penyembelihannya, dan tidak ada jalan sebab ia diharamkan untuk dimakan. Tidak halal dengan disembelih fisiknya, maka penyembelihannya tidak mempengaruhi kesuciannya.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Saya memiliki pertanyaan tentang crab (kepiting).. Apakah diperbolehkan untuk makan atau tidak? Bersama dengan alasannya?<br /><strong>Fatwa</strong>: Tidak dibolehkan jika tidak halal dari hewan laut, kecuali ikan bersisik dan udang.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Apa hukumnya makan kerang, induk udang?<br /><strong>Fatwa</strong>: Tidak boleh!!.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Kami sedang bekerja dalam profesi nelayan (penangkap ikan), hari ini kita menghadapi masalah dalam penjualan beberapa jenis ikan yang diharamkan seperti Kepiting: rajungan, cumi-cumi yang dikenal di kita dengan nama Khatstsaq. Saya mohon kepada tuan agar memberitahukan kepada saya hukum penjualan spesies ini (kepiting dan cumi) secara rinci ?<br /><strong>Fatwa</strong>: Boleh menjualnya kepada orang yang mengaggapnya halal !!!!.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Apakah cumi haram atau halal?<br /><strong>Fatwa</strong>: cumi tampaknya ia hewan laut bukan jenis ikan, dan semua binatang laut non-ikan yang bersisik dilarang, kecuali udang.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Apa hukumnya makan kepiting?<br /><strong>Fatwa</strong>: Tidak boleh makan kepiting.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Apa hukumnya makan makanan laut selain ular seperti apa yang dikeluarkan dari kerang laut Apakah boleh makan ini? dan apa kaedah dasar yang dapat mendefinisikan hal-hal yang pa?<br /><strong>Fatwa</strong>: Kerang adalah hewan yang tidak boleh memakannya. Tidak halal dari binatang laut kecuali ikan, dan tidak halal dari ikan kecuali yang bersisik asli, meskipun sisiknya sebab.<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Saya punya beberapa saudara mengatakan kepada saya bahwa hewan laut tidak boleh makan kecuali ikan dan udang Pertanyaan saya adalah .. Apakah diperbolehkan untuk makan (lobster) dan nama Arab Syarikhah, atau udang atau lobster? .. Apa alasan keharamannya jika tidak boleh dimakan?<br /><strong>Fatwa</strong>: Tidak dibolehkan, dalilnya adalah riwayat-riwayat, sementara hukum itu adalah ta’abbudi (murni taat tidak bisa dinalar).<br /><strong>Pertanyaan</strong>: Apakah halal atau haram kepiting, perhatikan bahwa dalam klasifikasi Kerajaan ilmu kelautan mengklasifikasikan Udang, kepiting, ibu udang dalam klasifikasi satu di bawah pintu krustasea?<br /><strong> Fatwa:</strong> Semua hewan laut adalah haram, kecuali ikan yang memiliki sisik¸ tidak halal selain ikan kecuali udang.<br /><strong> </strong><br /><strong>FATWA </strong><strong>Al-Khumaini</strong><br /><strong>Kitab Tahrirul wasilah:</strong><br />Masalah 1: tidak dimakan dari makanan laut kecuali ikan dan burung secara global. Maka selainnya dari berbagai jenis hewan adalah haram, sampai hewan yang ada padanannya di darat seperti sapi laut. Dst (masih ada beberapa)<br /><strong>Fatwa serupa juga disampaikan oleh:</strong><br /><ul><li>Mirza Jawad al-Tibrizi</li><li>Sayyid Muhammad al-Husaini al-Syirazi</li><li>Sayyid Shadiq as-Syirazi</li><li>Sayyid Muhammad said al-hakim</li><li>Sayyid Kazhim al-Husaini al-Hairi</li></ul><div style="text-align: center;">——————————————————————-</div>Allah berfirman:<br /><br /><div dir="rtl"><span style="font-size:180%;">وَلا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لا يُفْلِحُونَ (١١٦) مَتَاعٌ</span> <span style="font-size:180%;">قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (١١٧)</span></div>“dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih.” (An Nahl: 116-117)<br /><div dir="rtl"><span style="font-size:180%;">انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفَى بِهِ إِثْمًا مُبِينًا (٥٠)</span></div>“Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan Dusta terhadap Allah? dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).” (An-Nisa`:50)<br /><div dir="rtl"><span style="font-size:180%;">انْظُرْ كَيْفَ كَذَبُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ وَضَلَّ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَفْتَرُونَ (٢٤)</span></div>“lihatlah bagaimana mereka telah berdusta kepada diri mereka sendiri dan hilanglah daripada mereka sembahan-sembahan yang dahulu mereka ada-adakan.” (Al-an’am 24)<br /><strong>Mirip dengan bangsa jahiliyyah, karena mereka tidak berakal</strong><br /><div dir="rtl"><span style="font-size:180%;">مَا جَعَلَ اللَّهُ مِنْ بَحِيرَةٍ وَلا سَائِبَةٍ وَلا وَصِيلَةٍ وَلا حَامٍ وَلَكِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَأَكْثَرُهُمْ لا يَعْقِلُونَ (١٠٣)</span></div>“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah[449], saaibah[450], washiilah[451] dan haam[452]. akan tetapi orang-orang kafir membuat-buat kedustaan terhadap Allah, dan kebanyakan mereka tidak mengerti” (al-Maidah: 103)<br />[449] Bahiirah: ialah unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu unta betina itu dibelah telinganya, dilepaskan, tidak boleh ditunggangi lagi dan tidak boleh diambil air susunya.<br />[450] Saaibah: ialah unta betina yang dibiarkan pergi kemana saja lantaran sesuatu nazar. Seperti, jika seorang Arab Jahiliyah akan melakukan sesuatu atau perjalanan yang berat, Maka ia biasa bernazar akan menjadikan untanya saaibah bila maksud atau perjalanannya berhasil dengan selamat.<br />[451] Washiilah: seekor domba betina melahirkan anak kembar yang terdiri dari jantan dan betina, Maka yang jantan ini disebut washiilah, tidak disembelih dan diserahkan kepada berhala.<br />[452] Haam: unta jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi, karena telah dapat membuntingkan unta betina sepuluh kali. perlakuan terhadap bahiirah, saaibah, washiilah dan haam ini adalah kepercayaan Arab jahiliyah.<br /><br /><div dir="rtl"><span style="font-size:180%;">وَكَذَلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الإنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ<br /><br />غُرُورًا وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ (١١٢)<br /><br /><br /></span></div>“Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (Al-An’Am: 112)<br />[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.<br />Kami bersyukur kepada Allah atas hidayah ini. Semoga orang syiah disadarkan oleh Allah sehingga kembali ke pangkuan sunnah, akal, fithrah.<br />Malang Rabo 18 Agustus 2010.<br />Referensi:<br /><ul><li>http://www.bahrainvoice.net/vb/showthread.php?t=14109</li><li>http://www.salaficall.net/vb/showthread.php</li><li>http://www.iraqcenter.net/vb/56210.html</li><li>http://www.dd-sunnah.net/forum/showthread.php?t=89220</li></ul>http://www.gensyiah.com/halal-haram-dalam-agama-syiah.html#more-598Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-38911657638668000132010-09-02T00:01:00.000-07:002010-09-02T00:02:20.497-07:00Skandal Seks Manaf an-Naji<h3 class="post-title entry-title"><br /></h3> <div class="post-header"> </div> <div style="color: red; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>Skandal Seks Manaf an-Naji, Orang Utama dan Wakil Imam Syi’ah tertinggi</b></span></div><div style="color: red;"><br /></div><br /><div style="color: blue;"><br /></div><div style="color: blue;">HAUZAH SYIAH DIGUNCANG SKANDAL SEKS</div><br />Allah hendak menghinakan agama Syi’ah pada hari-hari belakangan ini dengan seburuk-buruk kehinaan. Jalan-jalan Raya di Irak bergoncang, manusia berbondong-bondong keluar di jalanan untuk menutut balas dendam. Orang utama dan wakil dari Imam Syi’ah tertinggi; al-Sistani[1], yang bernama Manaf an-Naji, kehilangan telephone genggamnya yang kemudian diketahui ternyata pesawat telephone tersebut berisi rekaman-rekaman video mesum miliknya bersama sejumlah siswi di hauzah[2], di mana semua siswi tersebut sebagian besar telah bersuami. Terbongkar sudah, bahwa orang fasik ini begitu piawai dalam mengabadikan “detik-detik dosa yang mendebarkan” bersama mereka yang mencapai lebih dari enam puluh rekaman. Hal ini tersebar dengan cepat di tengah masyarakat melalui sms dan bluetooth, begitu pula melalui internet dan youtube.<br /><br />Belakangan terbukti di tengah masyarakat Irak, bahwa sangat sulit bagi al-Sistani untuk menyerahkan orang fasik ini, sebab ia memiliki rahasia keluarga al-Sistani. Menjadi jelas bahwa Manaf al-Naji termasuk orang yang suka bertukar-tukar istri, di mana ia senantiasa bertukar istri dengan Muhammad Ridha al-Sistani –putra dari Ali al-Sistani–. Mereka melakukan kebejadan moral ini dengan meyakini bahwa mereka bisa mempercepat keluarnya al-Mahdi yang ditunggu-tunggu, sebab ia tidak akan keluar kecuali setelah menyebarnya kerusakan. Tidak heran, jika siswa dan siswi lembaga pendidikan mereka meyakini bahwa mereka harus menjadi penyebab segera keluarnya al-Mahdi dengan cara-cara mereka yang rusak dan menyimpang yang mengharuskan tersebarnya kerusakan di muka bumi dengan cara melakukan semua yang diharamkan, berupa perzinaan, minum-minuman keras dan homoseksual, serta saling menukar istri. Dan yang terakhir ini terbilang sebagai cara mereka yang paling menjijikkan berkat bujukan jiwa mereka yang sakit.<br /><br />Tampaknya, siswa dan siswi dari Indonesia yang pergi untuk mendalami agama Syi’ah bisa saja ikut-ikutan memberikan andil yang signifikan untuk mempercepat keluarnya al-Mahdi al-Muntazhar. Maka kami sampaikan “selamat” kepada para wali mereka atas keikutsertaan mereka dalam perbuatan nista yang dianggap –oleh sebagian mereka- akan meninggikan “martabat” manusia ini!!!<br /><br />Kami mengisyaratkan kepada masalah penting yang dibongkar belakangan ini oleh salah satu orang terdekat Manaf al-Naji yang kabur tersebut, bahwa Manaf yang dikenal sangat tergila-gila dalam mengabadikan petualangan seksualnya itu juga memiliki berbagai rekaman video sebagian istri para wakil al-Sistani yang gemar bertukar-tukar istri, ditambah dengan rekaman video yang ia ambil saat melakukan perzinaan dengan istri Muhammad Ridho al-Sistani, putra tertua Ali al-Sistani sekaligus pimpinan urusan marja’iyahnya. Satu hal yang mengakibatkan krisis besar dan hakikat terbesar dari krisis dan skandal memalukan yang menjadikan al-Sistani menggelontorkan milyaran dolar guna membungkam dan mengaburkan kasus ini.<br /><br />Manaf al-Naji yang memiliki banyak rekaman video yang membuat malu al-Sistani dan keluarganya, bisa jadi tidak segan-segan untuk segera menyebarkan semua rekaman itu jika al-Sistani meninggalkannya atau ketika merasa putus asa. Terlebih lagi ia tidak akan rugi melebihi kerugiannya yang pertama yang menjadikan al-Sistani berada di antara dua palu kehinaan yang akan menghabisinya, serta di antara dua ancaman dengan hal memalukan terbesar yang membuat masyarakat merasa tertipu dengan kemuliaannya, akan memberontak dengan ganas kepadanya setelah rakyat merasa yakin bahwa mereka benar-benar tertipu oleh para lelaki bersorban yang telah merampas harta mereka dengan sebutan al-Khumus (seperlima harta) dan merusak kehormatan mereka atas nama mut’ah. Sekarang ini telah terbukti pada kebanyakan orang –segala puji bagi Allah– setelah peristiwa menjijikkan ini bahwa agama mereka sejatinya dibangun di atas seks, mut’ah dan perampasan harta. Allah telah menghinakan mereka dengan sehina-hinanya setelah mereka lancang menodai kehormatan Nabi dengan menuduh ibunda kaum mukminin, Aisyah s, dengan perbuatan tidak senonoh secara dusta dan mengada-ada, maka Allah menghinakan kehormatan mereka dengan sebenar-benarnya. Bahkan, termasuk pembalasan Allah terhadap mereka demi membela Aisyah s yang suci adalah dengan menghinakan syi’ah yang berkelanjutan hingga hari kiamat, dengan nama mut’ah, sementara mereka tidak merasa.<br /><br />Surat kabar Al-Ayyam pada edisi 7747, hari Sabtu 26 Juni 2010 mengangkat sebuah laporan tentang kebejadan ini. Sumber itu menyebutkan bahwa beberapa alamat situs di Irak tengah melayangkan protes keras kepada rujukan utama Syi’ah di Irak setelah tindakan amoral itu melanda Manaf al-Naji, wakil rujukan tertinggi Syi’ah, Ali al-Sistani. Hal mana memicu amarah hebat di jalanan Irak. Alamat-alamat situs itu mengatakan bahwa al-Naji memanfaatkan situs agamisnya untuk menyesatkan, membuat miskin dan bodoh para korban untuk menjebak mereka dalam jaringan kotornya. Sumber itu menyebutkan bahwa al-Naji terbiasa melakukan perzinaan dengan wanita-wanita yang bersuami dan memiliki anak-anak. Di antaranya adalah penanggung jawab sekolah wanita milik al-Sistani, yang semakin menambah kericuhan keluarga besar di antara mereka sendiri, juga pembunuhan dan penyembelihan sebagian wanita bersuami yang kedapatan ikut “bermain” dengan al-Naji. Bahkan keluarga salah satu wanita yang gambar mesumnya diambil oleh al-Naji keluar untuk membunuhnya.<br /><br />Sumber-sumber menyatakan bahwa orang-orang yang taklid kepada al-Sistani berkumpul di depan rumah Manaf al-Naji yang telah melarikan diri setelah peristiwa memalukan itu, mereka menuntutnya juga keluarga besar al-Naji untuk mengembalikan harta al-Khumus dan zakat yang biasa mereka bayarkan kepadanya, jika tidak maka mereka akan membawa kasus tersebut ke pengadilan, juga kasus kantor al-Sistani! Sumber menyebutkan bahwa utusan dari aparat pemda setempat telah mendatangi kantor al-Sistani untuk meminta agar menyerahkan al-Naji ke meja hijau. Jika tidak, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan yang seharusnya.<br /><br />Sumber menyatakan bahwa Syaikh Ahmad al-Anshari, wakil Sayyid al-Sistani yang memiliki hubungan baik dengan kebanyakan pimpinan keluarga besar, telah melakukan peran untuk rekonsiliasi dan menutupi kebejadan yang dilakukan oleh sahabatnya dan semisalnya dalam kantor al-Sistani, yakni Sayyid al-Naji.<br /><br />Pemilik apotik di Propinsi al-Imarah mengatakan bahwa kasus memalukan tangan kanan al-Sistani membuat saya menemukan jawaban-jawaban atas banyak pertanyaan yang mengganggu pikiran saya selama ini tentang perilaku orang ini, yang dulunya sangat saya sucikan dan muliakan. Manaf al-Naji setiap harinya membeli obat-obatan yang bisa menguatkan libidonya, ditambah dengan beberapa pil memabukkan. Ketika kami tanyakan hal itu, ia mengatakan bahwa obat-obatan itu akan diberikan kepada sebagian keluarga fakir yang tidak punya uang untuk membelinya. Tetapi setelah kejadian ini terungkaplah bahwa Manaf al-Naji termasuk yang suka melakukan perbuatan mesum dengan para wanita yang datang untuk belajar, atau datang untuk menerima gaji bulanan bagi para fakir, dan kesempatan itulah ia campurkan zat adiktif [ramuan memabukkan] pada minuman sirup yang ia suguhkan pada mereka ketika berada di rumahnya untuk belajar.<br /><br />Kita alihkan perhatian sebentar, bahwa al-Sistani sendiri merupakan anak hasil mut’ah, dan tentu saja musibahnya lebih besar, karena ia tidak mengetahui siapa bapaknya. Kisah hidupnya sudah popular. Berdasarkan biografinya yang tersebar dalam dunia maya bahwa ia dilahirkan di kota Masyhad Iran, ibunya sangat sering melakukan mut’ah untuk mendekatkan diri kepada Allah berdasarkan akidah mereka yang menyimpang. Setelah melahirkan putranya, al-Sistani, ibunya kebingungan, dari siapakah benih hasil mut’ah itu ia nasabkan. Maka ia memutuskan untuk pergi ke Hauzah (semacam pesantren) di kota Qum yang disucikan untuk meminta fatwa. Maka mufti besar yang menjadi rujukan utama, Sayyid Husain al-Thabathaba’i memberikan fatwa untuk mengundi nama-nama pria yang telah melakukan mut’ah dengannya. Setelah diundi, keluarlah nama Sayyid Muhammad Baqir untuk menjadi ayah al-Sistani di hadapan manusia. Itu terjadi pada tahun 1930. Demikianlah seorang rujukan utama Syi’ah yang merupakan anak hasil undian. Seiring dengan pergantian waktu, ia menjadi referensi utama. Sekedar diketahui, seperti halnya al-Khomaeni, ia belum pernah sekalipun pergi melaksanakan haji. Sebagaimana ia juga tidak bisa berbahasa Arab, sehingga tidak dikenal rekaman suaranya –meski hanya sekali- yang menggunakan bahasa Arab atau membaca al-Qur’an. Umumnya masyarakat Syi’ah tidak memiliki rekaman darinya walau hanya satu yang berisi pelajaran atau nasehat. Sebaliknya, ia hanyalah sosok “misterius” yang tersembunyi dari penglihatan manusia sejak lama.<br /><br />Sosok seperti ini yang mereka pilihkan bapak baginya melalui undian. Tidaklah mengherankan jika kemudian membolehkan seorang suami melakukan sodomi terhadap istrinya. Tidak pula mengherankan ketika ia berfatwa memperbolehkan mut’ah dengan pelayan [pembantu rumah tangga] dari Indonesia sekalipun tanpa restu keluarganya. Fatwa-fatwa ini disebutkan dan tersebar dalam internet Syi’ah, dan menjadi konsumsi masyarakat awam Syi’ah di manapun berada.<br /><br />Jika seperti ini keadaan ibu al-Sistani, maka bagaimana ia akan mengupayakan agar kaum wanita menjadi orang-orang suci? Apakah sosok seperti Manaf al-Naji yang “gila” untuk melakukan mut’ah dengan para wanita bersuami atau siswi-siswi di hauzah, akan menjadi permisalan dalam kemuliaan dan kesucian diri?<br /><br />Sesungguhnya tindak asusila yang mengguncang hauzah adalah juga tindak asusila yang mengguncang Vatikan, sekalipun berbeda dalam detilnya, akan tetapi hati mereka saling menyerupai. Sekedar untuk diketahui bahwa sejumlah tokoh dan syaikh sebagian kabilah menyatakan dengan terus terang kepindahan mereka kepada madzhab sunni dan meninggalkan madzhab syi’ah setelah peristiwa keji yang dilakukan oleh Manaf al-Naji yang telah mengguncang jalanan Irak. Syaikh Bani Malik mengatakan, “Kami adalah keluarga besar Arab tulen yang berpindah dari Jazirah Arabiah ke Irak, dan ia adalah kabilah sunni yang murni, akan tetapi mengingat bersambungnya wilayah Irak selatan dengan Iran, maka kabilah itu berubah menjadi Syi’ah. Inilah kami telah memperbaiki kesalahan dan kembali kepada madzhab ahlus sunnah.”<br /><br />Kami, majalah Qiblati, menawarkan bantuan besar kepada “anak undian” Sayyid al-Sistani, kami usulkan kepadanya untuk keluar dari skandal memalukan ini dengan cara keluar di hadapan manusia untuk menyampaikan kepada mereka bahwa ia telah bertemu al-Mahdi al-Muntadzar yang merasa berbahagia dengan mut’ah [zina] yang dilakukan oleh Manaf al-Naji dengan para wanita Syi’ah, dan bahwa ia telah menjadikan kedudukan bagi setiap suami yang istri mereka dicabuli oleh Manaf al-Naji, yakni dengan menjadikan mereka bersama al-Husain di sorga. Maka siapa yang menginginkan untuk berkumpul dengan al-Husain di sorga, silakan menyerahkan istrinya untuk dinikmati oleh para “pemakai surban”.<br /><br />Begitulah, gugurnya agama Syi’ah secara cepat, terkuak hakikatnya bagi mereka yang berakal. Adapun orang-orang yang akalnya tumpul yang ikut merasakan manfaat dari harta pemberian, maka bagi mereka agama Syi’ah tidak jatuh, karena agama mereka adalah harta (khumus) dan seks (mut’ah).<br /><br />Semoga Allah meridhaimu wahai ibunda Aisyah Rodiallohu ‘anha , semoga Allah meridhai engkau, yang mana Allah membalas dendam kepada mereka untukmu di dunia sebelum kelak di akhirat. Maka Allah menjadikan kehormatan Syi’ah terjerembab di setiap saat hingga hari kiamat dengan apa yang mereka halalkan untuk diri mereka sendiri dengan nama mut’ah. Ini sebagai kemuliaan bagimu wahai ibunda kaum mukminin. Cinta macam apakah dari Allah untukmu wahai wanita terpandai di jagat raya ini?!<br /><br />Demi Allah sekiranya dunia seisinya berkumpul membalaskan dendam untukmu, tentu tidak sanggup menyamai balas dendam Allah. Sungguh, ini merupakan keadilan Allah dan timbangan-Nya yang tidak akan salah dan keliru. Semoga Allah meridhaimu wahai ibunda Aisyah Rodiallohu ‘anha . (FZ)*<br /><br />[1] Ali Sistani adalah marja’ (rujukan) syiah terbesar hari ini setelah meninggalnya al-Khu’i tahun 1413 H. Dia adalah orang Persia Iran yang bermukim di Negeri Arab, Najaf Irak. Asli Persia, tidak bisa berbahasa Arab. Dia terkenal dengan seruannya kepada Amerika untuk menjajah Irak, dan terkenal dengan fatwanya bahwa orang syiah harus membuka jalan selebar-lebarnya untuk pasukan AS dalam menyerang dan memasuki Irak. Dia yang bertanggung jawab terhadap pembunuhan dan pembantaian ahlussunnah di Irak yang dilakukan oleh milisi-milisi Syiah yang loyal kepada Iran. Dia mendiamkan dan meridhai kitab-kitab syiah yang mengkafirkan Abu Bakar, Umar, Usman, Aisyah dan Hafshah dan menvonis mereka sebagai ahli neraka Jahannam, lebih najis daripada anjing dan babi.<br /><br />Dia berfatwa: tidak boleh memberi zakat kepada fakir miskin ahlussunnah, tidak sah shalat orang syiah di masjid ahlussunnah. Yang tidak beriman dengan imamah syiah kafir di dunia kekal di neraka Jahannam, shalat di Masjid Ali lebih afdhal daripada shalat di Masjid Nabawi. Dia juga yang berfatwa dengan ratusan fatwa tentang seks yang memalukan setiap muslim, karena kotor dan jijiknya serta jauhnya dari Islam. (AH)<br /><br />[2] Hauzah, istilah untuk semacam perguruan agama, di Indonesia atau kalangan sunni dikenal dengan ma’had atau pesantren.<br /><br />Sumber: Majalah Qiblati edisi 11 Tahun VAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-1558510953606375392010-09-02T00:00:00.000-07:002010-09-02T00:01:23.631-07:00Syi'ah<h3 class="post-title entry-title"><br /></h3> <div class="post-header"> </div> <div style="color: red; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>Iran Musuh dalam Selimut: Tidak Serang Yahudi, Tapi Justru Akan Hancurkan Arab?</b></span></div><br /><br /><br /><br />Seorang pejabat tinggi Mesir mengeluarkan pernyataan kontroversial tentang eksistensi Iran dengan mengisyaratkan bahwa Iran telah menjelma menjadi semacam "musuh dalam selimut" di kawasan Timur Tengah. Iran tidak menjadi ancaman bagi Israel, tetapi justru menjadi ancaman besar bagi negara-negara Arab.<br /><br />Sayyid Mishal, Menteri Negara untuk Urusan Perang Mesir, mengemukakan hal tersebut dalam sebuah pertemuan yang digelar di kantor Sindikat Jurnalis Mesir (Niqabah as-Shahafiyyin al-Mishriyyin), Selasa (24/8) lalu.<br /><br />"Iran belum pernah sekalipun menembakkan senjata dan berperang dengan Israel sejak tahun 1948 hingga sekarang," kata Mishal.<br /><br />Mishal juga mengatakan, Gerakan Hizbollah Lebanon yang bermazhabkan Syiah dan memiliki hubungan dekat dengan Iran sekaligus mendapatkan dukungan penuh dari negeri para Mullah itu, telah menegaskan posisinya terkait perang Gaza. Hizbollah mengatakan, bahwa "kami bukan pihak manapun dalam perang tersebut".<br /><br />"Tidak keluar satu roket pun dari Hizbollah saat penyerangan Israel ke Gaza," kata Mishal.<br /><br />Justru, kekuatan militer Iran bukan menjadi ancaman bagi Israel, melainkan menjadi ancaman besar bagi negara-negara Arab. "Salah satu ancaman tersebut, adalah dengan aksi Iran yang kerap kali campur tangan dalam berbagai masalah yang terjadi di kalangan Arab," papar Mishal.<br /><br />Mesir memang kerap mengeluarkan pernyataan menyudutkan tentang Iran. Kedua negara tersebut telah "perang dingin" semenjak suksesnya Revolusi Islam Iran pada tahun 1979 silam. Dalam revolusi itu, emperor Iran yang diktator, tiran, pro Amerika dan Israel, Shah Muhammad Reza Pahlevi, berhasil digulingkan oleh gerakan revolusi. Pahlevi lalu kabur dan mendapat perlindungan di Mesir, yang saat itu mulai "bermain mata" dengan Amerika dan Israel. Ketegangan itu masih berlangsung hingga sekarang.<br /><br />Diakui atau tidak, Iran memang terhitung sebagai salah satu kekuatan militer terbesar dan terkuat di Timur Tengah, selain Israel dan Turki. Negara-negara Arab banyak yang merasa khawatir dengan eksistensi teknologi militer Iran yang kian hari kian menanjak. Namun, ketika negara-negara Arab menunjukkan perasaan kurang positif akan perkembangan negara-bangsa Persia itu, Turki justru bersikap lain, dimana Turki lebih memandang Iran sebagai mitra strategis yang memungkinkan untuk saling meningkatkan kerjasama.<br /><br />Jadi, Sadarlah kalian wahai para hizbiyun di Indonesia yang selalu mendukung Iran, apakah karena kurangnya ilmu sehingga kalian mendukung sesuatu yang sebenarnya musuh Islam, Palestina, dll. Apakah kalian tidak mengetahui akan kafirnya aqidah mayoritas penduduk Iran ini sehingga pada hakikatnya negara Iran tersebut merupakan negara kafir. Kalau belum tahu sebaiknya kalian perbanyaklah belajar Islam lagi jangan disibukan dengan urusan politik sehingga mata kalian buta akan yang Haq.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-85100799554496484942010-09-01T23:57:00.000-07:002010-09-02T00:00:38.989-07:00Info Kajian Purworejo<p><img style="width: 571px; height: 982px;" class="aligncenter size-full wp-image-7265" title="indahnya-islam" src="http://salafiyunpad.files.wordpress.com/2010/09/indahnya-islam.jpg?w=592&h=1022" alt="" /></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-60077406818495671142010-08-26T02:40:00.000-07:002010-08-26T02:41:00.502-07:00Panduan Zakat Fithri<div class="post_meta"> <span style="text-decoration: underline;">Di BUlan Romadhan/ramadhan</span><a href="http://buletin.muslim.or.id/fiqih/panduan-zakat-fithri?utm_source=feedburner&utm_medium=email&utm_campaign=Feed%3A+KumpulanSitusSunnah+%28Kumpulan+Situs+Sunnah%29#comments"></a> </div> <p><strong>At Tauhid edisi VI/35</strong></p> <p><strong>Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal</strong></p> <p style="text-align: justify;">Zakat secara bahasa berarti <em>an namaa’</em> (tumbuh), <em>az ziyadah</em> (bertambah), <em>ash sholah</em> (perbaikan), menjernihkan sesuatu dan sesuatu yang dikeluarkan dari pemilik untuk menyucikan dirinya. Fithri sendiri berasal dari kata <em>ifthor</em>, artinya berbuka (tidak berpuasa). Zakat disandarkan pada kata <em>fithri</em> karena fithri (tidak berpuasa lagi) adalah sebab dikeluarkannya zakat tersebut.[1] Ada pula ulama yang menyebut zakat ini dengan sebutan “<em>fithroh</em>”, yang berarti fitrah/ naluri. An Nawawi mengatakan bahwa untuk harta yang dikeluarkan sebagai zakat fithri disebut dengan “<em>fithroh</em>”[2]. Istilah ini digunakan oleh para pakar fikih. Sedangkan menurut istilah, zakat fithri berarti zakat yang diwajibkan karena berkaitan dengan waktu <em>ifthor</em> (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan.[3]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Hikmah Disyari’atkan Zakat Fithri</strong></p> <p style="text-align: justify;">Hikmah disyari’atkannya zakat fithri adalah: (1) untuk berkasih sayang dengan orang miskin, yaitu mencukupi mereka agar jangan sampai meminta-minta di hari ‘ied, (2) memberikan rasa suka cita kepada orang miskin supaya mereka pun dapat merasakan gembira di hari ‘ied, dan (3) membersihkan kesalahan orang yang menjalankan puasa akibat kata yang sia-sia dan kata-kata yang kotor yang dilakukan selama berpuasa sebulan.[4] Dari Ibnu Abbas <em>radhiyallahu ‘anhuma</em>, ia berkata, “<em>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah</em>.”[5]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Hukum Zakat Fithri</strong></p> <p style="text-align: justify;">Zakat Fithri adalah <em>shodaqoh</em> yang wajib ditunaikan oleh setiap muslim pada hari berbuka (tidak berpuasa lagi) dari bulan Ramadhan.[6] Bukti dalil dari wajibnya zakat fithri adalah hadits Ibnu Umar <em>radhiyallahu ‘anhuma</em>, ia berkata, ”<em>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.</em>”[7]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Yang Berkewajiban Membayar Zakat Fithri</strong></p> <p style="text-align: justify;">Zakat fithri ini wajib ditunaikan oleh: (1) setiap muslim karena untuk menutupi kekurangan puasa yang diisi dengan perkara sia-sia dan kata-kata kotor, (2) yang mampu mengeluarkan zakat fithri. Menurut mayoritas ulama, batasan mampu di sini adalah mempunyai kelebihan makanan bagi dirinya dan yang diberi nafkah pada malam dan siang hari ‘ied. Jadi apabila keadaan seseorang seperti ini berarti dia dikatakan mampu dan wajib mengeluarkan zakat fithri. Kepala keluarga wajib membayar zakat fithri orang yang ia tanggung nafkahnya.[8] Menurut Imam Malik, ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama, suami bertanggung jawab terhadap zakat fithri si istri karena istri menjadi tanggungan nafkah suami.[9]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Kapan Seseorang Mulai Terkena Kewajiban Membayar Zakat Fithri?</strong></p> <p style="text-align: justify;">Seseorang mulai terkena kewajiban membayar zakat fithri jika ia bertemu terbenamnya matahari di malam hari raya Idul Fithri. Jika dia mendapati waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fithri. Inilah yang menjadi pendapat Imam Asy Syafi’i.[10] Alasannya, karena zakat fithri berkaitan dengan hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Oleh karena itu, zakat ini dinamakan demikian (disandarkan pada kata fithri) sehingga hukumnya juga disandarkan pada waktu fithri tersebut.[11]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Bentuk Zakat Fithri</strong></p> <p style="text-align: justify;">Bentuk zakat fithri adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, keju dan semacamnya. Inilah pendapat yang benar sebagaimana dipilih oleh ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa. Namun hal ini diselisihi oleh ulama Hanabilah yang membatasi macam zakat fithri hanya pada dalil (yaitu kurma dan gandum). Pendapat yang lebih tepat adalah pendapat pertama, tidak dibatasi hanya pada dalil.[12]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Ukuran Zakat Fithri</strong></p> <p style="text-align: justify;">Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fithri adalah satu sho’ dari semua bentuk zakat fithri kecuali untuk <em>qomh</em> (gandum) dan <em>zabib</em> (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sho’.[13] Dalil yang menunjukkan ukuran 1 sho’ adalah hadits Ibnu ‘Umar yang telah disebutkan bahwa zakat fithri itu seukuran satu sho’ kurma atau gandum. Satu sho’ adalah ukuran takaran yang ada di masa Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>. Para ulama berselisih pendapat bagaimanakah ukuran takaran ini. Lalu mereka berselisih pendapat lagi bagaimanakah ukuran timbangannya.[14] Satu sho’ dari semua jenis ini adalah seukuran empat cakupan penuh telapak tangan yang sedang[15]. Ukuran satu sho’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan adalah sekitar 3 kg.[16] Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sho’ kira-kira 2,157 kg.[17] Artinya jika zakat fithri dikeluarkan 2,5 kg, sudah dianggap sah. <em>Wallahu a’lam</em>.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Bolehkah Mengeluarkan Zakat Fithri dengan Uang?</strong></p> <p style="text-align: justify;">Ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa tidak boleh menyalurkan zakat fithri dengan uang yang senilai dengan zakat. Karena tidak ada satu pun dalil yang menyatakan dibolehkannya hal ini. Sedangkan ulama Hanafiyah berpendapat bolehnya zakat fithri diganti dengan uang. Pendapat yang tepat dalam masalah ini adalah tidak bolehnya zakat fithri dengan uang sebagaimana pendapat mayoritas ulama.</p> <p style="text-align: justify;">Abu Daud mengatakan, “Imam Ahmad ditanya dan aku pun menyimaknya. Beliau ditanya oleh seseorang, “Bolehkah aku menyerahkan beberapa uang dirham untuk zakat fithri?” Jawaban Imam Ahmad, “Aku khawatir seperti itu tidak sah. Mengeluarkan zakat fithri dengan uang berarti menyelisihi perintah Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>”.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam kisah lainnya masih dari Imam Ahmad, “Ada yang berkata pada Imam Ahmad, “Suatu kaum mengatakan bahwa ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz membolehkan menunaikan zakat fithri dengan uang seharga zakat.” Jawaban Imam Ahmad, “Mereka meninggalkan sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam,</em> lantas mereka mengatakan bahwa si fulan telah mengatakan demikian?! Padahal Ibnu ‘Umar sendiri telah menyatakan, “<em>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri (dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum …)</em>.[18]” Allah <em>Ta’ala</em> berfirman (yang artinya), “<em>Ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya</em>.”[19] Sungguh aneh, segolongan orang yang menolak ajaran Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> malah mengatakan, “Si fulan berkata demikian dan demikian”.”[20]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Penerima Zakat Fithri</strong></p> <p style="text-align: justify;">Para ulama berselisih pendapat mengenai siapakah yang berhak diberikan zakat fithri. Mayoritas ulama berpendapat bahwa zakat fithri disalurkan pada 8 golongan sebagaimana disebutkan dalam surat At Taubah ayat 60[21]. Sedangkan ulama Malikiyah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya dan Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa zakat fithri hanyalah khusus untuk fakir miskin saja.[22] Karena dalam hadits disebutkan, <em>“Zakat fithri sebagai makanan untuk orang miskin.” </em>Pendapat terakhir ini yang lebih kuat, yaitu zakat fithri hanya khusus untuk orang miskin.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Waktu Pengeluaran Zakat Fithri</strong></p> <p style="text-align: justify;">Perlu diketahui bahwa waktu pembayaran zakat fithri ada dua macam: (1) waktu afdhol yaitu mulai dari terbit fajar pada hari ‘idul fithri hingga dekat waktu pelaksanaan shalat ‘ied; (2) waktu yang dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum ‘ied sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Ibnu Umar.[23]</p> <p style="text-align: justify;">Yang menunjukkan waktu afdhol adalah hadits Ibnu ‘Abbas <em>radhiyallahu ‘anhuma</em>, ia berkata, “<em>Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah</em>.”[24] Sedangkan dalil yang menunjukkan waktu dibolehkan yaitu satu atau dua hari sebelum adalah disebutkan dalam shahih Al Bukhari, “<em>Dan Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma memberikan zakat fithri kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan dia mengeluarkan zakatnya itu sehari atau dua hari sebelum hari Raya ‘Idul Fithri</em>.”[25]</p> <p style="text-align: justify;">Ada juga sebagian ulama yang membolehkan zakat fithri ditunaikan tiga hari sebelum ‘Idul Fithri. Riwayat yang menunjukkan dibolehkan hal ini adalah dari Nafi’, ia berkata, “’<em>Abdullah bin ‘Umar memberikan zakat fitrah atas apa yang menjadi tanggungannya dua atau tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri</em>.”[26]</p> <p style="text-align: justify;">Ibnu Qudamah Al Maqdisi mengatakan, “Seandainya zakat fithri jauh-jauh hari sebelum ‘Idul Fithri telah diserahkan, maka tentu saja hal ini tidak mencapai maksud disyari’atkannya zakat fithri yaitu untuk memenuhi kebutuhan si miskin di hari ‘ied. Ingatlah bahwa sebab diwajibkannya zakat fithri adalah hari fithri, hari tidak lagi berpuasa. Sehingga zakat ini pun disebut zakat fithri. … Karena maksud zakat fithri adalah untuk mencukupi si miskin di waktu yang khusus (yaitu hari fithri), maka tidak boleh didahulukan jauh hari sebelum waktunya.”[27]</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Bagaimana Menunaikan Zakat Fithri Setelah Shalat ‘Ied?</strong></p> <p style="text-align: justify;">Barangsiapa menunaikan zakat fithri setelah shalat ‘ied tanpa ada udzur, maka ia berdosa. Inilah yang menjadi pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Namun seluruh ulama pakar fikih sepakat bahwa zakat fithri tidaklah gugur setelah selesai waktunya, karena zakat ini masih harus dikeluarkan. Zakat tersebut masih menjadi utangan dan tidaklah gugur kecuali dengan menunaikannya. Zakat ini adalah hak sesama hamba yang mesti ditunaikan.[28]</p> <p style="text-align: justify;">Oleh karena itu, bagi siapa saja yang menyerahkan zakat fithri kepada suatu lembaga zakat, maka sudah seharusnya memperhatikan hal ini. Sudah seharusnya lembaga zakat tersebut diberi pemahaman bahwa zakat fithri harus dikeluarkan sebelum shalat ‘ied, bukan sesudahnya. Bahkan jika zakat fithri diserahkan langsung pada si miskin yang berhak menerimanya, maka itu pun dibolehkan. <em>Hanya Allah yang memberi taufik.</em></p> <p style="text-align: justify;"><strong>Di Manakah Zakat Fithri Disalurkan?</strong></p> <p style="text-align: justify;">Zakat fithri disalurkan di negeri tempat seseorang mendapatkan kewajiban zakat fithri yaitu di saat ia mendapati waktu fithri (tidak berpuasa lagi). Karena wajibnya zakat fithri ini berkaitan dengan sebab wajibnya yaitu bertemu dengan waktu fithri.[29] [Muhammad Abduh Tuasikal]</p> <p style="text-align: justify;">_____________</p> <p style="text-align: justify;">[1] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8278.<br />[2] Al Majmu’, 6/103.<br />[3] Mughnil Muhtaj, 1/592.<br />[4] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8278 dan Minhajul Muslim, 230.<br />[5] HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.<br />[6] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/58.<br />[7] HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984.<br />[8] Mughnil Muhtaj, 1/595.<br />[9] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/59.<br />[10] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/58.<br />[11] Mughnil Muhtaj, 1/592.<br />[12] Shahih Fiqh Sunnah, 2/82.<br />[13] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8284.<br />[14] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8286.<br />[15] Lihat Al Qomush Al Muhith, 2/298.<br />[16] Lihat Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/202.<br />[17] Lihat pendapat Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 2/83.<br />[18] HR. Bukhari no. 1503 dan Muslim no. 984.<br />[19] QS. An Nisa’ ayat 59.<br />[20] Lihat Al Mughni, 4/295.<br />[21] Allah <em>Ta’ala</em> berfirman (yang artinya), “<em>Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana</em>” (QS. At Taubah: 60). Untuk delapan golongan yang disebutkan dalam ayat ini adalah untuk zakat maal.<br />[22] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8287.<br />[23] Lihat Minhajul Muslim, 231.<br />[24] HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.<br />[25] HR. Bukhari no. 1511.<br />[26] HR. Malik dalam Muwatho’nya no. 629 (1/285).<br />[27] Al Mughni, 4/301.<br />[28] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8284.<br />[29] Misalnya, seseorang yang kesehariannya biasa di Jakarta, sedangkan ketika malam Idul Fithri ia berada di Yogyakarta, maka zakat fithri tersebut ia keluarkan di Yogyakarta karena di situlah tempat ia mendapati hari Idul Fithri. Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/8287.</p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-56415782251384982282010-08-26T02:39:00.001-07:002010-08-26T02:39:49.307-07:00Download Audio: SMS BERJAWAB EDISI RAMADHAN (Ust. Kholid Syamhudi) [BAGUS]<span style="color: rgb(0, 0, 0);"><strong>Assalamu’alaikum,ustadz,sholat tarowih yang kuat 2</strong><strong>x</strong><strong>5+1</strong> <strong>atau 4.4.3 atau</strong> 2×4+.3 mohon penjelasan terima kasih. Dari Rohmat m, di Jimbung. Assallamualaikum Ustad,di desa saya shalat tarawihnya di baca cepat,tanpa peduli panjang pendek bacaan,sehingga shalat tidak khusyuk, apa boleh shalat tarawih di rumah meskipun tanpa jamaah? Catur.Dari Abu Lutfi di Kalioso, apakah ketika imam sedang doa bersama ketika selesai witir.kemudian saya pergi meninggalkan pulang terlebih dahulu,tidak menunggu selesai dzikir tersebut, betulkah sikap ana ustadz? Apakah termasuk rafats menggoda istri dengan kata-kata jorok/porno?sering bercumbu apa mengurangi pahala puasa? Syukron. Assalamu’alaikum kakak laki-laki saya invalit, apa boleh menerima zakat maal saya? boleh diberikan ke lembaga pendidikan tidak? Ummu Ahmad.</span> <p><span style="color: rgb(0, 0, 0);"> </span></p> <p><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Simak lebih lengkap pertanyaan serta jawaban dari pertanyaan seputar shiyam romadlon dalam rubrik kajian Radio SuaraQuran SMS Berjawab Romadlon bersama Ust Kholid Syamhudi Lc, ditayangkan langsung setiap senin jam 16.00. Pertanyaan diajukan melalui line sms 08564 757 5535.</span></p> <p><span style="color: rgb(0, 0, 0);">Silakan download audio acara ini pada link berikut:<span id="more-7162"></span></span></p> <p><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><strong><a href="http://suaraquran.com/download/sms-berjawab-romadlon_ust-kholid-syamhudi.mp3" target="_self">SMS BERJAWAB EDISI RAMADHAN </a></strong></span></p> <p><span style="color: rgb(0, 0, 0);"><strong>sumber: </strong></span>SuaraQuran.com</p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-46067300000339325122010-08-26T02:38:00.000-07:002010-08-26T02:39:10.102-07:00DAURAH DAN MUQABALAH UIM UNTUK PENERIMAAN TAHUN 1432 H<table class="contentpaneopen"><tbody><tr><td class="contentheading" style="text-align: center;" width="100%"><a class="contentpagetitle" href="http://serambimadinah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92:daurah-dan-muqabalah-uim-untuk-penerimaan-tahun-1432-h-&catid=45:info&Itemid=57"><br /></a></td><td class="contentheading" style="text-align: center;" width="100%"><br /></td></tr> </tbody></table><table class="contentpaneopen"><tbody> <tr> </tr> </tbody></table> <table class="contentpaneopen"><tbody><tr> <td valign="top"> <span class="small"> </span></td><td valign="top"><span class="small"> </span></td><td style="text-align: right;" valign="top"><span class="small"></span> </td> </tr> <tr> <td class="createdate" valign="top"><br /></td> </tr> <tr> <td valign="top"> <div><!-- AddThis Button by Abivia.net SocBook Plugin --> <script type="text/javascript"> addthis_pub = "serambimadinah"; addthis_language = "en"; addthis_header_color = "#FFFFFF"; addthis_header_background = "#000000"; </script> <!-- End AddThis --> </div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size:180%;"><span style="color: black; font-family: Calibri; font-size: small;">Para pencari ilmu yang belum diterima di Universitas Islam Madinah tahun ini tidak perlu berkecil hati. Kesempatan masih <span> </span>terbuka. Tim dosen UIM – dipimpin Wakil Rektor<span> </span>Prof. Dr. Ibrahim al-Ubaid – insyaAllah akan kembali berkunjung ke Indonesia untuk menyelenggarakan daurah dan muqabalah (seleksi penerimaan mahasiswa baru). Berikut informasinya:</span></span></div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; text-indent: 36pt; unicode-bidi: embed;"><br /></div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><strong><span style="color: black; font-family: Calibri; font-size: small;">Nama daurah: </span></strong><strong><span style="font-size: 16pt; line-height: 115%;"><br /></span></strong><span style="color: black;"><span style="line-height: 115%;" lang="AR-SA">الدورة التدريبية لمعلمي اللغة العربية والثقافة الإسلامية</span><br /><br /><strong> </strong></span></div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><strong><span style="font-size: small;"><span style="font-family: Calibri;"><span style="color: black;">Tempat penyelenggaraan: </span></span></span></strong></div><div class="MsoListParagraphCxSpFirst" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; text-align: left; text-indent: -18pt; unicode-bidi: embed;"><span style="color: black;"><span><span><span style="font-family: Calibri; font-size: small;">1.</span><span> </span></span></span><span dir="ltr"> </span><span style="font-family: Calibri; font-size: small;">Ponpes Darussalam Gontor 2 , Madusari, Siman, Ponorogo, Jatim. </span></span></div><div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><span style="color: black; font-family: Calibri; font-size: small;">Telp. Sekretariat : 0352 - 311766 </span></div><div class="MsoListParagraphCxSpLast" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt 36pt; text-align: left; text-indent: -18pt; unicode-bidi: embed;"><span style="color: black;"><span><span><span style="font-family: Calibri; font-size: small;">2.</span><span> </span></span></span><span dir="ltr"> </span><span style="font-family: Calibri; font-size: small;">Ponpes Darunnajah Jakarta, <span> </span>Jl. Ulujami Raya No. 86 Pesanggarahan Jakarta Selatan 12250, Telp. <span class="skypepnhprintcontainer">021-7350187</span><span class="skypepnhmark"> </span>(hunting) 73883665, SMS: <span> </span>08158727773 / 081381816451 Email : </span></span><a href="mailto:sekretaris@gmail.com"><span style="text-decoration: underline;"><span style="color: blue; font-family: Calibri; font-size: small;">sekretaris@gmail.com</span></span></a></div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><span style="font-size: small;"><span style="color: black;"><span style="font-family: Calibri;"><strong>Waktu: </strong>Tanggal<span> </span>9 – 20 Syawal 1431 H </span></span></span></div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><span style="color: black; font-family: Calibri; font-size: small;">Bergembiralah, dan bersiaplah dari sekarang! </span></div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><br /></div><div class="MsoNormal" dir="ltr" style="direction: ltr; margin: 0cm 0cm 10pt; text-align: left; unicode-bidi: embed;"><span style="color: black; font-family: Calibri; font-size: small;">http://serambimadinah.com/index.php?option=com_content&view=article&id=92:daurah-dan-muqabalah-uim-untuk-penerimaan-tahun-1432-h-&catid=45:info&Itemid=57 </span></div></td></tr></tbody></table>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-1287386395939824592010-08-26T02:36:00.000-07:002010-08-26T02:38:28.493-07:00Rintangan dalam Menuntut Ilmu<h2>Download Audio: Rintangan dalam Menuntut Ilmu (Ust. Abu Haidar al-Sundawi) [Bandung, 24 Agustus 2010]</h2> <div class="info"> <span class="date">25 Agustus 2010</span> <span class="author">SALAFIYUNPAD™</span> <span class="addcomment">Tinggalkan komentar</span> <span class="comments">Go to comments</span> </div> <p> <strong>Rintangan dalam Menuntut Ilmu</strong> yang disampaikan oleh al-Ustadz al-Fadhil <strong>Abu Haidar al-Sundawi</strong> -hafizhahullah- dalam acara <strong>MADRASAH RAMADHAN 1431 H</strong>. Kajian ini diselenggarakan di Masjid Umar bin Khattab, Kp. Lembur Tengah, Ds. Selacau, Kec. Batujajar, Kab. Bandung Barat (Selasa sore, 14 Ramadhan 1431 H).</p> <p>Semoga nasihat beliau -hafizhahullah- pada kajian ini bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin.</p> <p>Silakan <a href="http://salafiyunpad.wordpress.com/category/download-audio/" target="_self"><strong>download audio</strong></a> kajiannya pada link berikut:<span id="more-7153"></span></p> <p><a href="http://www.archive.org/download/AbuHaidar-RintanganDalamMenuntutIlmu/AbuHaidar-RintanganDalamMenuntutIlmu01.mp3" target="_self">Download Rintangan dalam Menuntut Ilmu</a></p> <p>Ikuti kajian live <strong><strong>MADRASAH RAMADHAN 1431 H</strong> </strong>via <strong>Yahoo Conference</strong>: <strong>kajianbandung@ymail.com</strong></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-6323954819910919312010-08-26T02:33:00.000-07:002010-08-26T02:36:38.066-07:00Mengenal Imam Syafi'i rohimahulloh Lebih Dekat<p style="text-align: center;"><span style="font-size: 14pt;"><span style="color: rgb(153, 51, 102);"><br /></span></span></p> <p style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 0, 128);">Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi</span></p> <p> </p> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">TAQDI M</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">Segala puji bagi Alloh yang membangkitkan</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">para ulama, penerus dakwah nabawiyyah. Mereka</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">menunjuki orang yang tersesat jalan, sabar menghadapi</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">rintangan, menghidupkan orang mati hati</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">dengan al-Qur‘an, dan menyalakan cahaya Alloh</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">untuk orang-orang yang terlelap dalam kebutaan.</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">Betapa banyak korban Iblis yang mereka sembuhkan</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">dan betapa banyak orang tersesat kebingungan</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">yang mereka selamatkan!</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">Alangkah besarnya jasa mereka terhadap manusia,</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">tetapi alangkah jeleknya balasan manusia</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">kepada mereka! Mereka menepis segala penyelewengan</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">orang-orang yang berlebih-lebihan,</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">kedustaan pembela kebatilan, dan penafsiran</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">orang-orang jahil yang kebingungan — yang melepaskan</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">tali fitnah dan mengibarkan bendera</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">kebid’ahan, mereka berselisih dalam al-Qur‘an,</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">menyelisihi kandungan al-Qur‘an, dan bersatu</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">untuk meninggalkan al-Qur‘an, mereka berkata</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">tentang Alloh dan kitab-Nya tanpa dasar ilmu,</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">menyebarkan syubhat untuk menipu manusia</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">yang dungu. Kita berlindung kepada Alloh dari fitnah</div> <div id="_mcePaste" style="position: absolute; left: -10000px; top: 0px; width: 1px; height: 1px; overflow: hidden;">yang menyesatkan.1</div> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);"><strong>TAQDIM</strong></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Segala puji bagi Alloh yang membangkitkanpara ulama, penerus dakwah nabawiyyah. Mereka menunjuki orang yang tersesat jalan, sabar menghadapi rintangan, menghidupkan orang mati hatidengan al-Qur‘an, dan menyalakan cahaya Alloh untuk orang-orang yang terlelap dalam kebutaan. Betapa banyak korban Iblis yang mereka sembuhkan dan betapa banyak orang tersesat kebingungan yang mereka selamatkan!</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Alangkah besarnya jasa mereka terhadap manusia, tetapi alangkah jeleknya balasan manusia kepada mereka! Mereka menepis segala penyelewengan orang-orang yang berlebih-lebihan, kedustaan pembela kebatilan, dan penafsiran orang-orang jahil yang kebingungan — yang melepaskan tali fitnah dan mengibarkan bendera kebid’ahan, mereka berselisih dalam al-Qur‘an,menyelisihi kandungan al-Qur‘an, dan bersatu untuk meninggalkan al-Qur‘an, mereka berkata tentang Alloh dan kitab-Nya tanpa dasar ilmu, menyebarkan syubhat untuk menipu manusiayang dungu. Kita berlindung kepada Alloh dari fitnahyang menyesatkan.<sup>1</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Di antara deretan para ulama tersebut—insyaAlloh—adalah Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i. Alloh telah mengangkat derajat beliau dan mengharumkan nama beliau sampai detik ini.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam Syafi’i termasuk ulama pembaharu agama yang menyeru manusia untuk kembali kepada al-Qur‘an dan Sunnah serta meninggalkan ilmu kalam. Oleh karenanya, dalam setiap karya beliau bertaburan ayat-ayat dan hadits-hadits dengan ditunjang oleh dalil-dalil akal dan bantahan terhadap setiap yang menyelisihinya.</span></p> <strong><span style="color: rgb(81, 81, 81);"> Pentingnya Pembahasan</span></strong><span style="color: rgb(81, 81, 81);"> </span> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Ada beberapa faktor yang mendorong hati </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">kami untuk menulis pembahasan ini, minimal </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">ada empat alasan penting:</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">1. Imam Syafi’i adalah seorang imam madzhab </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">empat yang pendapat-pendapatnya menjadi </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">pedoman banyak umat Islam, di antaranya </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">adalah negeri kita Indonesia ini yang mayoritas </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">penduduknya bermadzhab Syafi’i. Maka </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">menjelaskan landasan-landasan agama Imam </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Syafi’i sangatlah penting sekali agar mereka </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">mengetahuinya dan mencontohnya.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">2. Meluruskan klaim kebanyakan orang yang </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">menisbatkan dirinya kepada madzhab Syafi’i </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">dalam fiqih, tetapi dalam aqidah berpaham </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Asy’ari, karena ini termasuk kontradiksi yang </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">amat nyata, sebab Imam Syafi’i tidaklah berpaham </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Asy’ariyyah, bahkan beliau adalah seorang </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">salafi yang mengikuti dalil, baik dalam masalah </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">aqidah dan lainnya.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">3. Banyak orang menganggap bahwa manhaj </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">salaf hanyalah dicetuskan oleh Ibnu Taimiyyah, </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Muhammad bin Abdul Wahhab, atau al-Albani </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">dan Ibnu Baz. Maka penjelasan ini membantah </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">dugaan tersebut karena semua imam panutan </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">umat—termasuk Imam Syafi’i—mereka satu </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">aqidah dan manhaj.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">4. Membantu saudara-saudara kami para da’i </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">dan para penuntut ilmu ketika berdakwah di </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">masyarakat hendaknya sering menukil ucapan </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam Syafi’i kepada mereka, sebab termasuk </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">cara hikmah dalam berdakwah adalah mengutip </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">perkataan ulama Ahli Sunnah yang dikenal </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">baik di masyarakat luas, serta menghindari </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">penyebutan nama ulama tertentu yang mereka </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">fobia dengan nama-nama tersebut.<sup>2</sup> Maka dengan terkumpulnya ucapan-ucapan Imam </span><span style="color: rgb(102, 102, 102);"><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Syafi’i dalam tulisan semacam ini, diharapkan </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">dapat memudahkan saudara-saudara kami </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">menerapkan metode hikmah ini. </span></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);"> </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Sumber Aqidah Menurut Im am Syafi’i </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Pedoman hukum dalam beragama adalah al-</span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Qur‘an, hadits shohih, dan ijma’. </span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Tentang hujjahnya </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">al-Qur‘an dan hadits, Alloh berfirman: </span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);"> </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">taatilah Rosul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (al-</span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Qur‘an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">beriman kepada Alloh dan hari kemudian. </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih </span><span style="color: rgb(81, 81, 81);">baik akibatnya. (QS. an-Nisa’ [4]: 59)</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam Abdul Aziz al-Kinani rohimahulloh berkata: “Tidak ada perselisihan di kalangan orang yang beriman dan berilmu bahwa maksud mengembalikan kepada Alloh adalah kepada kitab-Nya dan maksud mengembalikan kepada Rosululloh sholallohu alaihi wasalam setelah beliau wafat adalah kepada sunnah beliau. Tidak ada yang meragukan hal ini kecuali orang-orang yang menyimpang dan tersesat. Penafsiran seperti yang kami sebutkan tadi telah dinukil dari Ibnu Abbas rodliyallohu anhu dan sejumlah para imam yang berilmu. Semoga Alloh merahmati mereka semua.” <sup>3</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Adapun dalil bahwa ijma’ (kesepakatan ulama) merupakan hujjah adalah firman Alloh<sup>4</sup>:</span></p> <p><em><strong><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Dan barang siapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali</span></strong></em><span style="color: rgb(81, 81, 81);">. (QS. an-Nisa’ [4]: 115)</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Nabi sholallohu alaihi wasalam juga bersabda: </span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">“</span><em><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Sesungguhnya Alloh tidak akan menjadikan umatku bersepakat dalam kesesatan</span></em><span style="color: rgb(81, 81, 81);">.” <sup>5</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Dan inilah yang dijadikan landasan Imam Syafi’i juga sebagaimana beliau tegaskan dalam banyak ucapannya, di antaranya adalah sebagai berikut: Imam Syafi’i rohimahulloh berkata:</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">“Alloh tidak memberikan kesempatan bagi seorang pun selain Rosululloh sholallohu alaihi wasalam untuk berbicara soal agama kecuali berdasarkan ilmu yang telah ada sebelumnya, yaitu Kitab, Sunnah, ijma’, atsar sahabat, dan qiyas (analogi) yang telah kujelaskan maksudnya.” <sup>6</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam Syafi’i rohimahulloh berkata:</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">“Setiap orang yang berbicara berdasarkan al-Qur‘an dan Sunnah maka dia sungguh-sungguh. Adapun selain keduanya maka dia mengigau.” <sup>7</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam Syafi’i rohimahulloh berkata: “Sungguh Alloh menjadikan al-haq (kebenaran) berada di dalam al-Kitab dan Sunnah Nabi-Nya.” <sup>8</sup></span></p> <p><strong><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Mendahulukan Dalil Daripada Akal</span></strong></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Termasuk pokok-pokok Ahli Sunnah wal Jama’ah adalah bahwa akal bukanlah pedoman untuk menetapkan hukum dan aqidah. Namun, patokannya adalah dalil yang bersumber dari al-Qur‘an dan Sunnah. Adapun akal hanyalah alat untuk memahami.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Maka amatlah salah jika manusia menjadikan akal sebagai hakim terhadap dalil al-Qur‘an dan hadits sebagaimana dilakukan oleh sebagian kalangan, karena akal manusia terbatas. Inilah yang ditegaskan oleh Imam Syafi’i rohimahulloh tatkala berkata: “Sesungguhnya akal itu memiliki batas sebagaimana pandangan mata juga memiliki batas.” <sup>9</sup></span></p> <p><strong><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Im am Syafi’i dan Ilmu Kalam/Filsafat </span></strong></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Disebut ilmu kalam karena ilmu ini hanyalah dibangun di atas ucapan, pendapat, dan logika semata, tanpa dibangun di atas dalil al-Qur‘an dan Sunnah yang shohih. Ilmu kalam sangat banyak dipengaruhi oleh ilmu manthiq dan filsafat Yunani yang muncul berabad-abad sebelum Islam. Islam tidak membutuhkan ilmu ini sama sekali karena ilmu ini hanyalah berisi kejahilan, kebingungan, kesesatan, dan penyimpangan.<sup>10</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Oleh karena itu, para ulama telah mengingatkan kepada kita agar waspada dan menjauhi ilmu ini sejauh-jauhnya.<sup>11</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Di antara deretan para ulama tersebut adalah Imam Syafi’i.<sup>12</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam adz-Dzahabi rohimahulloh berkata: “Telah mutawatir dari Imam Syafi’i bahwa beliau mencela ilmu kalam dan ahli kalam. Beliau adalah seorang yang semangat dalam mengikuti atsar (sunnah) baik dalam masalah aqidah atau hukum fiqih.” <sup>13</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam Syafi’i rohimahulloh berkata: "Mempelajari ilmu kalam adalah kejahilan (kebodohan).” <sup>14</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian diarak keliling kampung seraya dikatakan pada khayalak: ‘Inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari al-Qur‘an dan Sunnah lalu menuju ilmu kalam/filsafat.’ ” <sup>15</sup></span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Imam as-Sam’ani rohimahulloh berkata — setelah membawakan ucapan-ucapan seperti di atas: “Inilah ucapan Imam Syafi’i tentang celaan ilmu kalam dan anjuran untuk mengikuti Sunnah. Dialah imam yang tidak diperdebatkan dan tidak terkalahkan.” <sup>16</sup> [ ]</span></p> <p><strong><span style="color: rgb(81, 81, 81);">Catatan kaki:</span></strong></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">1 Ar-Rodd ’ala al-Jahmiyyah wa Zanadiqoh hlm. 85 oleh Imam Ahmad bin Hanbal, tahqiq Dr. Abdurrohman ’Umairoh.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">2 Lihat al-Hatstsu ’ala al-Mawaddah wal I’tilaf hlm. 21–23 oleh Hikmah Dalam Berdakwah hlm. 56 oleh akhuna al-Ustadz Abdullah Zaen, M.A.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">3 Al-Haidah wal I’tidzarr fir Roddi ’ala Man Qola Bikholqil Qur‘an hlm. 32, tahqiq Dr. Ali al-Faqihi </span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">4 Ayat ini dijadikan dalil oleh Imam Syafi’i tentang hujjahnya ijma’ ulama, sebagaimana dalam kisah yang panjang. (Lihat Manaqib Imam Syafi’i hlm. 83 al-Aburri, Thobaqot Syafi’iyyah 2/243 Ibnu Subki, Siyar A’lam Nubala‘ 3/3295 adz-Dzahabi) </span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">5 HR. al-Hakim dalam al-Mustadrok 1/116, al-Baihaqi dalam Asma‘ wa Shifat: 702. Hadits ini memiliki penguat yang banyak. Al-Hafizh as-Sakhowi rohimahulloh berkata dalam al-Maqoshidul Hasanah hlm. 460: “Kesimpulannya, hadits ini masyhur matannya, memiliki sanad yang banyak, dan penguat yang banyak juga.” Syaikh al-Albani juga menshohihkan dalam ash-Shohihah: 1331 dan Shohihul Jami’: 1848 </span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">6 Ar-Risalah hlm. 508</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">7 Tawali Ta‘sis hlm. 110 Ibnu Hajar</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">8 Al-Umm 7/493</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">9 Adab Syafi’i hlm. 271 Ibnu Abi Hatim, Tawali Ta‘sis hlm. 134 Ibnu Hajar.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">10 Lihat tulisan al-Ustadz Armen Halim Naro “Filsafat Islam Konspirasi Keji” Al Furqon Edisi 2 Tahun 6 rubrik Aqidah.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">11 Al-Hafizh as-Suyuthi menyebutkan tiga alasan di balik larangan ulama salaf terhadap mempelajari ilmu kalam: Pertama: Ilmu kalam merupakan faktor penyebab kebid’ahan. Kedua: Ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh al-Qur‘an dan hadits serta ulama salaf. Ketiga: Merupakan sebab meninggalkan al-Qur‘an dan Sunnah. (Lihat Shonul Manthiq hlm. 15–33)</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">12 Lihat peringatan para ulama tentang ilmu kalam dan ahli kalam secara panjang dalam kitab Dzammul Kalam wa Ahlihi oleh Imam al-Harowi dan Shounul Manthiq oleh al-Hafizh as-Suyuthi.</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">13 Mukhtashor al-Uluw hlm. 177</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">14 Hilyatul Auliya‘ 9/111</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">15 Manaqib Syafi’i 1/462 al-Baihaqi, Tawali Ta‘sis hlm. 111 Ibnu Hajar, Syarof Ashhabil Hadits hlm. 143 al-Khothib al-Baghdadi. Imam adz-Dzahabi v berkata dalam Siyar A’lam Nubala‘ 3/3283: “Ucapan ini mungkin mutawatir dari Imam Syafi’i.”</span></p> <p><span style="color: rgb(81, 81, 81);">16 Al-Intishor li Ashhabil Hadits hlm. 8</span></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-27181915922872444422010-08-21T01:40:00.000-07:002010-08-21T01:42:03.613-07:00Ramadhan-18: Bermaksiat, Hafalan Hilang?Benarkah, jika para penghafal al-qur’an akan tetapi banyak melakukan maksiat, hafalannya menjadi hilang? <p>Jawabannya Klik Player:</p> <p class="audioplayer_container"><object id="audioplayer_1" data="http://muslim.or.id/wp-content/plugins/audio-player/assets/player.swf?ver=2.0.4.1" style="outline-color: -moz-use-text-color; outline-style: none; outline-width: medium;" name="audioplayer_1" type="application/x-shockwave-flash" width="290" height="24"><param value="#FFFFFF" name="bgcolor"><param value="transparent" name="wmode"><param value="false" name="menu"><param value="animation=yes&encode=yes&initialvolume=60&remaining=no&noinfo=no&buffer=5&checkpolicy=no&rtl=no&bg=E5E5E5&text=333333&leftbg=CCCCCC&lefticon=333333&volslider=666666&voltrack=FFFFFF&rightbg=B4B4B4&rightbghover=999999&righticon=333333&righticonhover=FFFFFF&track=FFFFFF&loader=009900&border=CCCCCC&tracker=DDDDDD&skip=666666&soundFile=aHR0cDovL3d3dy5hcmNoaXZlLm9yZy9kb3dubG9hZC9wdWFzYTEtMjIvcHVhc2EtMTgubXAzA&playerID=audioplayer_1" name="flashvars"></object></p> <p><a href="http://www.archive.org/download/puasa1-22/puasa-18.mp3">Download</a></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-76984848298601339072010-08-21T01:39:00.000-07:002010-08-21T01:40:43.752-07:00Menanti Malam 1000 Bulan lailatul qadar<p>Mengenai pengertian lailatul qadar, para ulama ada beberapa versi pendapat. Ada yang mengatakan bahwa malam lailatul qadr adalah malam kemuliaan. Ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar adalah malam yang penuh sesak karena ketika itu banyak malaikat turun ke dunia. Ada pula yang mengatakan bahwa malam tersebut adalah malam penetapan takdir. Selain itu, ada pula yang mengatakan bahwa lailatul qadar dinamakan demikian karena pada malam tersebut turun kitab yang mulia, turun rahmat dan turun malaikat yang mulia.[1] Semua makna lailatul qadar yang sudah disebutkan ini adalah benar.</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Keutamaan Lailatul Qadar</strong></span></p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Pertama</strong></span>, lailatul qadar adalah malam yang penuh keberkahan (bertambahnya kebaikan). Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,</p> <p style="text-align: center;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ , فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ</p> <p>“<em>Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah</em>.” (QS. Ad Dukhan: 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah <em>Ta’ala</em> berfirman,</p> <p style="text-align: center;">إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ</p> <p>“<em>Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan</em>.” (QS. Al Qadar: 1)</p> <p>Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,</p> <p style="text-align: center;">لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ , تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ , سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر</p> <p>“<em>Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar</em>.” (QS. Al Qadar: 3-5). Sebagaimana kata Abu Hurairah, malaikat akan turun pada malam lailatul qadar dengan jumlah tak terhingga.[2] Malaikat akan turun membawa kebaikan dan keberkahan sampai terbitnya waktu fajar.[3]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Kedua</strong></span>, lailatul qadar lebih baik dari 1000 bulan. An Nakho’i mengatakan, “Amalan di lailatul qadar lebih baik dari amalan di 1000 bulan.”[4] Mujahid, Qotadah dan ulama lainnya berpendapat bahwa yang dimaksud dengan lebih baik dari seribu bulan adalah shalat dan amalan pada lailatul qadar lebih baik dari shalat dan puasa di 1000 bulan yang tidak terdapat lailatul qadar.[5]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Ketiga</strong></span>, menghidupkan malam lailatul qadar dengan shalat akan mendapatkan pengampunan dosa. Dari Abu Hurairah, Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p> <p style="text-align: center;">مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ</p> <p>“<em>Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni</em>.”[6]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Kapan Lailatul Qadar Terjadi?</strong></span></p> <p>Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,</p> <p style="text-align: center;">تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ</p> <p>“<em>Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan</em>.”[7]</p> <p>Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,</p> <p style="text-align: center;">تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ</p> <p>“<em>Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan</em>.”[8]</p> <p>Lalu kapan tanggal pasti lailatul qadar terjadi? Ibnu Hajar Al Asqolani <em>rahimahullah </em>telah menyebutkan empat puluhan pendapat ulama dalam masalah ini. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan oleh beliau adalah lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun[9]. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima, itu semua tergantung kehendak dan hikmah Allah <em>Ta’ala</em>. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>,</p> <p style="text-align: center;">الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى</p> <p>“<em>Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa</em>.”[10] Para ulama mengatakan bahwa hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tanggal pasti terjadinya lailatul qadar adalah agar orang bersemangat untuk mencarinya. Hal ini berbeda jika lailatul qadar sudah ditentukan tanggal pastinya, justru nanti malah orang-orang akan bermalas-malasan.[11]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Do’a di Malam Qadar</strong></span></p> <p>Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada lailatul qadar, lebih-lebih do’a yang dianjurkan oleh suri tauladan kita –Nabi Muhammad <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>- sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah. Beliau radhiyallahu ‘anha berkata,</p> <p style="text-align: center;">قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ « قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى</p> <p>”<em>Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab,”Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni</em>’ (Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”[12]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Tanda Malam Qadar</strong></span></p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Pertama</strong></span>, udara dan angin sekitar terasa tenang. Sebagaimana dari Ibnu Abbas, Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda,</p> <p style="text-align: center;">لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء</p> <p>“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.”[13]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Kedua</strong></span>, malaikat turun dengan membawa ketenangan sehingga manusia merasakan ketenangan tersebut dan merasakan kelezatan dalam beribadah yang tidak didapatkan pada hari-hari yang lain.</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Ketiga</strong></span>, manusia dapat melihat malam ini dalam mimpinya sebagaimana terjadi pada sebagian sahabat.</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Keempat</strong></span>, matahari akan terbit pada pagi harinya dalam keadaan jernih, tidak ada sinar. Dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata,</p> <p style="text-align: center;">هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.</p> <p>“<em>Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh tujuh (dari bulan Ramadlan). Dan tanda-tandanya ialah, pada pagi harinya matahari terbit berwarna putih tanpa sinar yang menyorot</em>. [14]”[15]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Bagaimana Seorang Muslim Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?</strong></span></p> <p>Lailatul qadar adalah malam yang penuh berkah. Barangsiapa yang terluput dari lailatul qadar, maka dia telah terluput dari seluruh kebaikan. Sungguh merugi seseorang yang luput dari malam tersebut. Seharusnya setiap muslim mengecamkan baik-baik sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,</p> <p style="text-align: center;">فِيهِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ</p> <p>“<em>Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan</em>.”[16]</p> <p>Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang muslim lebih giat beribadah ketika itu dengan dasar iman dan tamak akan pahala melimpah di sisi Allah. Seharusnya dia dapat mencontoh Nabinya yang giat ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. ‘Aisyah menceritakan,</p> <p style="text-align: center;">كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَجْتَهِدُ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مَا لاَ يَجْتَهِدُ فِى غَيْرِهِ.</p> <p>“<em>Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya</em>.”[17]</p> <p>Seharusnya setiap muslim dapat memperbanyak ibadahnya ketika itu, menjauhi istri-istrinya dari berjima’ dan membangunkan keluarga untuk melakukan ketaatan pada malam tersebut. ‘Aisyah mengatakan,</p> <p style="text-align: center;">كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ</p> <p>“<em>Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’<strong>[18]</strong>), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya</em>.”[19]</p> <p>Sufyan Ats Tsauri mengatakan, “Aku sangat senang jika memasuki sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan untuk bertahajud di malam hari dan giat ibadah pada malam-malam tersebut.” Sufyan pun mengajak keluarga dan anak-anaknya untuk melaksanakan shalat jika mereka mampu.[20]</p> <p>Adapun yang dimaksudkan dengan menghidupkan malam lailatul qadar adalah menghidupkan mayoritas malam dengan ibadah dan tidak mesti seluruh malam. Bahkan Imam Asy Syafi’i dalam pendapat yang dulu mengatakan, “Barangsiapa yang mengerjakan shalat Isya’ dan shalat Shubuh di malam qadar, maka ia berarti telah dinilai menghidupkan malam tersebut”.[21] Menghidupkan malam lailatul qadar pun bukan hanya dengan shalat, bisa pula dengan dzikir dan tilawah Al Qur’an.[22] Namun amalan shalat lebih utama dari amalan lainnya di malam lailatul qadar berdasarkan hadits, “<em>Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.</em>”[23]</p> <p><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><strong>Bagaimana Wanita Haidh Menghidupkan Malam Lailatul Qadar?</strong></span></p> <p>Juwaibir pernah mengatakan bahwa dia pernah bertanya pada Adh Dhohak, “Bagaimana pendapatmu dengan wanita nifas, haidh, musafir dan orang yang tidur (namun hatinya dalam keadaan berdzikir), apakah mereka bisa mendapatkan bagian dari lailatul qadar?” Adh Dhohak pun menjawab, “Iya, mereka tetap bisa mendapatkan bagian. Siapa saja yang Allah terima amalannya, dia akan mendapatkan bagian malam tersebut.”[24]</p> <p>Dari riwayat ini menunjukkan bahwa wanita haidh, nifas dan musafir tetap bisa mendapatkan bagian lailatul qadar. Namun karena wanita haidh dan nifas tidak boleh melaksanakan shalat ketika kondisi seperti itu, maka dia boleh melakukan amalan ketaatan lainnya. Yang dapat wanita haidh lakukan ketika itu adalah,</p> <ol><li>Membaca Al Qur’an tanpa menyentuh mushaf.[25]</li><li>Berdzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan dzikir lainnya.</li><li>Memperbanyak istighfar.</li><li>Memperbanyak do’a.[26]</li></ol> <p>Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal</p> <p>Artikel www.muslim.or.id</p> <hr size="1">[1] Lihat Zaadul Masiir, 9/182. <p>[2] Lihat Zaadul Masiir, 9/192.</p> <p>[3] Lihat Zaadul Masiir, 9/194.</p> <p>[4] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 341</p> <p>[5] Zaadul Masiir, 9/191.</p> <p>[6] HR. Bukhari no. 1901.</p> <p>[7] HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169.</p> <p>[8] HR. Bukhari no. 2017.</p> <p>[9] Fathul Bari, 4/262-266.</p> <p>[10] HR. Bukhari no. 2021.</p> <p>[11] Fathul Bari, 4/266.</p> <p>[12] HR. Tirmidzi no. 3513, Ibnu Majah no. 3850, dan Ahmad 6/171. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Adapun tambahan kata “kariim” setelah “Allahumma innaka ‘afuwwun …” tidak terdapat satu dalam manuskrip pun. Lihat Tarooju’at hal. 39.</p> <p>[13] HR. Ath Thoyalisi dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18/361. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475.</p> <p>[14] HR. Muslim no. 762.</p> <p>[15] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/149-150.</p> <p>[16] HR. Ahmad 2/385, dari Abu Hurairah. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih.</p> <p>[17] HR. Muslim no. 1175.</p> <p>[18] Inilah pendapat yang dipilih oleh para salaf dan ulama masa silam mengenai maksud hadits tersebut. Lihat Lathoif Al Ma’arif, hal. 332.</p> <p>[19] HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174.</p> <p>[20] Latho-if Al Ma’arif, hal. 331.</p> <p>[21] Lihat Latho-if Al Ma’arif, hal. 329.</p> <p>[22] ‘Aunul Ma’bud, 4/176.</p> <p>[23] HR. Bukhari no. 1901.</p> <p>[24] Latho-if Al Ma’arif, hal. 341</p> <p>[25] Dalam at Tamhid (17/397), Ibnu Abdil Barr berkata, “Para pakar fiqh dari berbagai kota baik Madinah, Iraq dan Syam tidak berselisih pendapat bahwa mushaf tidaklah boleh disentuh melainkan oleh orang yang suci dalam artian berwudhu. Inilah pendapat Imam Malik, Syafii, Abu Hanifah, Sufyan ats Tsauri, al Auzai, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahuyah, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. Merekalah para pakar fiqh dan hadits di masanya.”</p> <p>[26] Lihat Fatwa Al Islam Su-al wa Jawab no. 26753.</p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-10816145021984321442010-08-21T01:38:00.002-07:002010-08-21T01:39:45.140-07:00Di Depan Gerbang Kematian<p><em> Kematian</em>, salah satu rahasia ilmu ghaib yang hanya diketahui oleh Allah ta’ala. Allah telah menetapkan setiap jiwa pasti akan merasakannya. Kematian tidak pandang bulu. Apabila sudah tiba saatnya, malaikat pencabut nyawa akan segera menunaikan tugasnya. Dia tidak mau menerima pengunduran jadwal, barang sedetik sekalipun. Karena bukanlah sifat malaikat seperti manusia, yang zalim dan jahil.</p> <p>Manusia tenggelam dalam seribu satu kesenangan dunia, sementara ia lalai mempersiapkan diri menyambut akhiratnya. Berbeda dengan para malaikat yang senantiasa patuh dan mengerjakan perintah Tuhannya. Duhai, tidakkah manusia sadar. Seandainya dia tahu apa isi neraka saat ini juga pasti dia akan menangis, menangis dan menangis. SubhanAllah, adakah orang yang tidak merasa takut dari neraka. Sebuah tempat penuh siksa. Sebuah negeri kengerian dan jeritan manusia-manusia durhaka. Neraka ada di hadapan kita, dengan apakah kita akan membentengi diri darinya ? Apakah dengan menumpuk kesalahan dan dosa, hari demi hari, malam demi malam, sehingga membuat hati semakin menjadi hitam legam ? Apakah kita tidak ingat ketika itu kita berbuat dosa, lalu sesudahnya kita melakukannya, kemudian sesudahnya kita melakukannya ? Sampai kapan engkau jera ?</p> <p><strong>Sebab-sebab su’ul khatimah</strong></p> <p>Saudaraku seiman mudah -mudahan Allah memberikan taufik kepada Anda- ketahuilah bahwa su’ul khatimah tidak akan terjadi pada diri orang yang shalih secara lahir dan batin di hadapan Allah. Terhadap orang-orang yang jujur dalam ucapan dan perbuatannya, tidak pernah terdengar cerita bahwa mereka su’ul khotimah. Su’ul khotimah hanya terjadi pada orang yang rusak batinnya, rusak keyakinannya, serta rusak amalan lahiriahnya; yakni terhadap orang-orang yang nekat melakukan dosa-dosa besar dan berani melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Kemungkinan semua dosa itu demikian mendominasi dirinya sehingga ia meninggal saat melakukannya, sebelum sempat bertaubat dengan sungguh-sungguh.</p> <p>Perlu diketahui bahwa su’ul khotimah memiliki berbagai sebab yang banyak jumlahnya. Di antaranya yang terpokok adalah sebagai berikut :</p> <ul><li> Berbuat syirik kepada Allah <em>‘azza wa jalla</em>. Pada hakikatnya syirik adalah ketergantungan hati kepada selain Allah dalam bentuk rasa cinta, rasa takut, pengharapan, do’a, tawakal, inabah (taubat) dan lain-lain.</li><li>Berbuat bid’ah dalam melaksanakan agama. Bid’ah adalah menciptakan hal baru yang tidak ada tuntunannya dari Allah dan Rasul-Nya. Penganut bid’ah tidak akan mendapat taufik untuk memperoleh husnul khatimah, terutama penganut bid’ah yang sudah mendapatkan peringatan dan nasehat atas kebid’ahannya. Semoga Allah memelihara diri kita dari kehinaan itu.</li><li>Terus menerus berbuat maksiat dengan menganggap remeh dan sepele perbuatan-perbuatan maksiat tersebut, terutama dosa-dosa besar. Pelakunya akan mendapatkan kehinaan di saat mati, disamping setan pun semakin memperhina dirinya. Dua kehinaan akan ia dapatkan sekaligus dan ditambah lemahnya iman, akhirnya ia mengalami su’ul khotimah.</li><li>Melecehkan agama dan ahli agama dari kalangan ulama, da’i, dan orang-orang shalih serta ringan tangan dan lidah dalam mencaci dan menyakiti mereka.</li><li>Lalai terhadap Allah dan selalu merasa aman dari siksa Allah. Allah berfirman yang artinya, <em>“Apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga). Tiadalah yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi”</em> (QS. Al A’raaf [7] : 99)</li><li>Berbuat zalim. Kezaliman memang ladang kenikmatan namun berakibat menakutkan. Orang-orang yang zalim adalah orang-orang yang paling layak meninggal dalam keadaan su’ul khotimah. Allah berfirman yang artinya, <em>“Sesungguhnya Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”</em> (QS. Al An’aam [6] : 44)</li><li>Berteman dengan orang-orang jahat. Allah berfirman yang artinya, <em>“(Ingatlah) hari ketika orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan yang lurus bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan sebagai teman akrabku”</em> (QS. Al Furqaan [25] : 27-28)</li><li>Bersikap ujub. Sikap ujub pada hakikatnya adalah sikap seseorang yang merasa bangga dengan amal perbuatannya sendiri serta menganggap rendah perbuatan orang lain, bahkan bersikap sombong di hadapan mereka. Ini adalah penyakit yang dikhawatirkan menimpa orang-orang shalih sehingga menggugurkan amal shalih mereka dan menjerumuskan mereka ke dalam su’ul khotimah.</li></ul> <p>Demikianlah beberapa hal yang bisa menyebabkan su’ul khotimah. Kesemuanya adalah biang dari segala keburukan, bahkan akar dari semua kejahatan. Setiap orang yang berakal hendaknya mewaspadai dan menghindarinya, demi menghindari su’ul khotimah.</p> <p><strong>Tanda-tanda husnul khotimah</strong></p> <p>Tanda-tanda husnul khotimah cukup banyak. Di sini kami menyebutkan sebagian di antaranya saja :</p> <ul><li> Mengucapkan kalimat tauhid laa ilaaha illallaah saat meninggal. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam </em>bersabda, <em>“Barangsiapa yang akhir ucapan dari hidupnya adalah laa ilaaha illallaah, pasti masuk surga”</em> (HR. Abu Dawud dll, dihasankan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil)</li><li>Meninggal pada malam Jum’at atau pada hari Jum’at. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda, <em>“Setiap muslim yang meninggal pada hari atau malam Jum’at pasti akan Allah lindungi dari siksa kubur”</em> (HR.Ahmad)</li><li>Meninggal dengan dahi berkeringat. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda, <em>“Orang mukmin itu meninggal dengan berkeringat di dahinya”</em> (HR. Ahmad, Tirmidzi dll. dishahihkan Al Albani)</li><li>Meninggal karena wabah penyakit menular dengan penuh kesabaran dan mengharapkan pahala dari Allah, seperti penyakit kolera, TBC dan lain sebagainya</li><li>Wanita yang meninggal saat nifas karena melahirkan anak. Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> bersabda, <em>“Seorang wanita yang meninggal karena melahirkan anaknya berarti mati syahid. Sang anak akan menarik-nariknya dengan riang gembira menuju surga”</em> (HR. Ahmad)</li><li>Munculnya bau harum semerbak, yakni yang keluar dari tubuh jenazah setelah meninggal dan dapat tercium oleh orang-orang di sekitarnya. Seringkali itu didapatkan pada jasad orang-orang yang mati syahid, terutama syahid fi sabilillah.</li><li>Mendapatkan pujian yang baik dari masyarakat sekitar setelah meninggalnya. Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> pernah melewati jenazah. Beliau mendengar orang-orang memujinya. Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em> pun bersabda, <em>“Pasti (masuk) surga”</em> Beliau kemudian bersabda, <em>“kalian -para sahabat- adalah para saksi Allah di muka bumi ini”</em> (HR. At Tirmidzi)</li><li>Melihat sesuatu yang menggembirakan saat ruh diangkat. Misalnya, melihat burung-burung putih yang indah atau taman-taman indah dan pemandangan yang menakjubkan, namun tidak seorangpun di sekitarnya yang melihatnya. Kejadian itu dialami sebagian orang-orang shalih. Mereka menggambarkan sendiri apa yang mereka lihat pada saat sakaratul maut tersebut dalam keadaan sangat berbahagia, sedangkan orang-orang di sekitar mereka tampak terkejut dan tercengang saja.</li></ul> <p><strong>Bagaimana kita menyambut kematian?</strong></p> <p>Saudara tercinta, sambutlah sang kematian dengan hal-hal berikut :</p> <ul><li> Dengan iman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan takdir baik maupun buruk.</li><li>Dengan menjaga shalat lima waktu tepat pada waktunya di masjid secara berjama’ah bersama kaum muslim dengan menjaga kekhusyu’an dan merenungi maknanya. Namun, shalat wanita di rumahnya lebih baik daripada di masjid.</li><li>Dengan mengeluarkan zakat yang diwajibkan sesuai dengan takaran dan cara-cara yang disyari’atkan.</li><li>Dengan melakukan puasa Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala.</li><li>Dengan melakukan haji mabrur, karena pahala haji mabrur pasti surga. Demikian juga umrah di bulan Ramadhan, karena pahalanya sama dengan haji bersama Rasulullah <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>.</li><li>Dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, yakni setelah melaksanakan yang wajib. Baik itu shalat, zakat, puasa maupun haji. Allah menandaskan dalam sebuah hadits qudsi, <em>“Seorang hamba akan terus mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadah-ibadah sunnah, hingga Aku mencintai-Nya”</em></li><li>Dengan segera bertobat secara ikhlas dari segala perbuatan maksiat dan kemungkaran, kemudian menanamkan tekad untuk mengisi waktu dengan banyak memohon ampunan, berdzikir, dan melakukan ketaatan.</li><li>Dengan ikhlas kepada Allah dan meninggalkan riya dalam segala ibadah, sebagaimana firman Allah yang artinya, <em>“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus”</em> (QS. Al Bayyinah [98] : 5)</li><li>Dengan mencintai Allah dan Rasul-Nya.</li><li>Hal itu hanya sempurna dengan mengikuti ajaran Nabi, sebagaimana yang Allah firmankan yang artinya, <em>“Katakanlah, ‘Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu’. Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang”</em> (QS. Ali Imran [3] : 31)</li><li>Dengan mencintai seseorang karena Allah dan membenci seseorang karena Allah, berloyalitas karena Allah dan bermusuhan karena Allah. Konsekuensinya adalah mencintai kaum mukmin meskipun saling berjauhan dan membenci orang kafir meskipun dekat dengan mereka.</li><li>Dengan rasa takut kepada Allah, dengan mengamalkan ajaran kitab-Nya, dengan ridha terhadap rezeki-Nya meski sedikit, namun bersiap diri menghadapi Hari Kemudian. Itulah hakikat dari takwa.</li><li>Dengan bersabar menghadapi cobaan, bersyukur kala mendapatkan kenikmatan, selalu mengingat Allah dalam suasana ramai atau dalam kesendirian, serta selalu mengharapkan keutamaan dan karunia dari Allah. Dan lain-lain</li></ul> <p>(dicuplik dari <em>Misteri Menjelang Ajal, Kisah-Kisah Su’ul Khatimah dan Husnul Khatimah</em>, penerjemah Al Ustadz Abu ‘Umar Basyir <em>hafizhahullah</em>). Semoga sholawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada sanak keluarga beliau dan para sahabat beliau</p> <p>Penyusun ulang: Abu Mushlih Ari Wahyudi</p> <p>Artikel www.muslim.or.id</p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-14000914732232911452010-08-21T01:38:00.001-07:002010-08-21T01:38:48.904-07:00Apakah Tidurnya Orang Puasa Adalah Ibadah?<p style="text-align: center;"><span style="color: rgb(0, 128, 0);"><strong>Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal</strong></span></p> <p style="text-align: justify;"> Apakah benar tidur orang yang berpuasa itu berpahala? Apakah benar seperti itu?</p> <p style="text-align: justify;">Di bulan Ramadhan saat ini, kita sering mendengar ada sebagian da’i yang menyampaikan bahwa tidur orang yang berpuasa adalah ibadah. Bahkan dikatakan ini adalah sabda Nabi <em>shallallahu ‘alaihi wa sallam</em>. Sehingga dengan penyampaian semacam ini, orang-orang pun akhirnya bermalas-malasan di bulan Ramadhan bahkan mereka lebih senang tidur daripada melakukan amalan karena termotivasi dengan hadits tersebut. Dalam tulisan yang singkat, kami akan mendudukkan permasalahan ini karena ada yang salah kaprah dengan maksud yang disampaikan dalam hadits tadi. Semoga Allah memudahkan dan menolong urusan setiap hamba-Nya dalam kebaikan.<span id="more-1362"></span></p> <p style="text-align: justify;"><strong>Derajat Hadits Sebenarnya</strong></p> <p style="text-align: justify;">Hadits yang dimaksudkan,</p> <p style="text-align: justify;">نَوْمُ الصَّائِمِ عِبَادَةٌ ، وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ ، وَدُعَاؤُهُ مُسْتَجَابٌ ، وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ</p> <p style="text-align: justify;">“<em>Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah. Diamnya adalah tasbih. Do’anya adalah do’a yang mustajab. Pahala amalannya pun akan dilipatgandakan.</em>”</p> <p style="text-align: justify;">Perowi hadits ini adalah ‘Abdullah bin Aufi. Hadits ini dibawakan oleh Al Baihaqi dalam <em>Syu’abul Iman</em> 3/1437. Dalam hadits ini terdapat Ma’ruf bin Hasan dan dia adalah perowi yang <em>dho’if</em> (lemah). Juga dalam hadits ini terdapat Sulaiman bin ‘Amr yang lebih <em>dho’if</em> dari Ma’ruf bin Hasan.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam riwayat lain, perowinya adalah ‘Abdullah bin ‘Amr. Haditsnya dibawakan oleh Al ‘Iroqi dalam <em>Takhrijul Ihya’</em> (1/310) dengan sanad hadits yang <em>dho’if</em> (lemah).<br /><strong>Kesimpulan</strong>: Hadits ini adalah hadits yang <em>dho’if</em>. Syaikh Al Albani dalam <em>Silsilah Adh Dho’ifah</em> no. 4696 mengatakan bahwa hadits ini adalah hadits yang <em>dho’if</em> (lemah).</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Tidur yang Bernilai Ibadah yang Sebenarnya</strong></p> <p style="text-align: justify;">Setelah kita menyaksikan bahwa hadits yang mengatakan “<em>tidur orang yang berpuasa adalah ibadah</em>” termasuk hadits yang dho’if (lemah), sebenarnya maknanya bisa kita bawa ke makna yang benar.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagaimana para ulama biasa menjelaskan suatu kaedah bahwa setiap amalan yang statusnya mubah (seperti makan, tidur dan berhubungan suami istri) bisa mendapatkan pahala dan bernilai ibadah apabila diniatkan untuk melakukan ibadah. Sebagaimana An Nawawi dalam <em>Syarh Muslim</em> (6/16) mengatakan,</p> <p style="text-align: justify;">أَنَّ الْمُبَاح إِذَا قَصَدَ بِهِ وَجْه اللَّه تَعَالَى صَارَ طَاعَة ، وَيُثَاب عَلَيْهِ</p> <p style="text-align: justify;"><em>“Sesungguhnya perbuatan mubah, jika dimaksudkan dengannya untuk mengharapkan wajah Allah Ta’ala, maka dia akan berubah menjadi suatu ketaatan dan akan mendapatkan balasan (ganjaran).”</em></p> <p style="text-align: justify;">Jadi tidur yang bernilai ibadah jika tidurnya adalah demikian.</p> <p style="text-align: justify;">Ibnu Rajab pun menerangkan hal yang sama, “Jika makan dan minum diniatkan untuk menguatkan badan agar kuat ketika melaksanakan shalat dan berpuasa, maka seperti inilah yang akan bernilai pahala. Sebagaimana pula apabila seseorang berniat dengan tidurnya di malam dan siang harinya agar kuat dalam beramal, maka tidur seperti ini bernilai ibadah.” (<em>Latho-if Al Ma’arif</em>, 279-280)</p> <p style="text-align: justify;">Intinya, semuanya adalah tergantung niat. Jika niat tidurnya hanya malas-malasan sehingga tidurnya bisa seharian dari pagi hingga sore, maka tidur seperti ini adalah tidur yang sia-sia. Namun jika tidurnya adalah tidur dengan niat agar kuat dalam melakukan shalat malam dan kuat melakukan amalan lainnya, tidur seperti inilah yang bernilai ibadah.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Jadi ingatlah “<em>innamal a’malu bin niyaat”</em>, setiap amalan tergantung dari niatnya. </strong></p> <p style="text-align: justify;">Semoga Allah menganugerahi setiap langkah kita di bulan Ramadhan penuh keberkahan. Segala puji bagi Allah yang dengan segala nikmatnya, segala kebaikan menjadi sempurna. <em>Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam, wal hamdu lillahi robbil ‘alamin.</em></p> <p style="text-align: justify;"><strong>Rujukan:</strong><br />1.<em> As Silsilah Adh Dho’ifah</em>, Muhammad Nashiruddin Al Albani, Maktabah Al Ma’arif Riyadh, Asy Syamilah<br />2. <em>Latho-if Al Ma’arif fil Mawaasim Al ‘Aam minal Wazho-if</em>, Ibnu Rajab Al Hambali, Al Maktab Al Islamiy<br />3.<em> Syarh Muslim</em>, Abu Zakaria Yahya bin Syarf An Nawawi, Mawqi’ Al Islam, Asy Syamilah<br />4. http://www.dorar.net/enc/hadith/<em>نوم</em><em> </em><em>الصائم</em> /pt***</p> <p style="text-align: justify;">Diselesaikan pada waktu <em>ifthor</em>, 2 Ramadhan 1430 H</p> <p style="text-align: justify;"><br /></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-60903556589680000042010-08-21T01:35:00.000-07:002010-08-21T01:38:02.773-07:00Penerimaan Santri Baru Ma’had Umar bin Al-Khattab (Semester Ganjil 2010)<p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Kini Ma’had ‘Umar bin Al-Khattab membuka kelas pelajaran bahasa arab di sekitar kampus selain UGM!<br />Kabar gembira bagi anda yang berdomisili di sekitar kampus UGM, UNY, UMY, dan UIN.*<br />Ma’had ‘Umar bin Al-Khattab kembali membuka pendaftaran pada semester ganjil 2010-2011 ini.<br /><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><br />Dibuka pendaftaran mulai 23 Agustus sampai 23 September 2010</strong> </p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Pilihan Kelas:</strong></p> <ol style="margin: 0px 0px 18px 1.5em; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent; list-style-type: decimal;"><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sekitar kampus UGM (putra-putri): Kelas pemula (Kitab Muyassar), Kelas menengah (Kitab Mukhtarot), Kelas Lanjutan (Kitab Mulakhos)</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sekitar kampus UNY (khusus putra): Kelas pemula</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sekitar kampus UIN (khusus putra): Kelas pemula</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sekitar kampus UMY (khusus putra): Kelas pemula</li></ol> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Tempat Pendaftaran:</strong></p> <ol style="margin: 0px 0px 18px 1.5em; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent; list-style-type: decimal;"><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UGM: <strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Putra:</strong> Wisma Misfallah Tholabul ‘Ilmi/MTI (Pogung Kidul 8C, Mlati, Sleman) dan Toko Ihya’ (Utara Fakultas Kehutanan UGM). <strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Putri:</strong> Wisma Hilyah (Pogung Rejo SIA XVI, No. 391, Mlati, Sleman) dan Toko Qonita (Jalan Pandega Marta)</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UNY: Masjid Al Ikhlas (Karang Malang, Utara UNY)</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UIN: Wisma Imam Syafi’i (Jalan Laksda Adisucipto R, No.146)</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UMY: Masjid Husnul Khatimah (Peleman, Dukuh 2 Gatak, Tamantirto)</li></ol> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Tempat Belajar:</strong></p> <ol style="margin: 0px 0px 18px 1.5em; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent; list-style-type: decimal;"><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UGM: Masjid-masjid dan wisma-wisma sekitar UGM</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UNY: Masjid Al Ikhlas</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UIN: Wisma Imam Syafi’i</li><li style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">UMY: Masjid Husnul Khatimah</li></ol> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Placement test (bagi pendaftar kelas menengah dan lanjutan):</strong><br />Hari: Jum’at, 24 September 2010<br />Pukul: 16.00-17.00 WIB<br />Tempat: Masjid Pogung Raya</p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Briefing dan daftar ulang (wajib bagi seluruh peserta):</strong><br />Hari: Ahad, 26 September 2010<br />Pukul: 08.00-selesai<br />Tempat: Masjid Pogung Raya </p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Mulai kegiatan belajar mengajar 27 September 2010 – 25 Desember 2010</strong></p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Frekuensi Belajar: 4 kali sepekan selama 13 pekan (3 kali materi bahasa arab dan 1 kali materi akidah)</strong></p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Biaya Pendaftaran: Rp. 120.000,-</strong></p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Pengajar : </strong><br />Materi Bahasa Arab: Staf Pengajar Ma’had ‘Umar bin Al-Khattab<br />Materi Akidah: Al Ustadz Afifi Abdul Wadud</p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Informasi:</strong><br />UGM: 0852.2855.8344 (putra) & 0857.4355.8784 (putri)<br />UNY: 0856.4255.2157<br />UIN: 0812.2703.0701<br />UMY: 0813.6909.0367</p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Penyelenggara: </strong><br />Ma’had ‘Umar bin Al-Khattab dan Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari. </p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;"><strong style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sekretariat:</strong> Wisma Darut Tauhid, Pogung Kidul 8c, SIA XVI, Mlati, Sleman. Telp :0274-6644862. YM : mahad_umar. Website : <span style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent; color: rgb(188, 69, 21); text-decoration: none;">muslim.or.id</span>, <span style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent; color: rgb(188, 69, 21); text-decoration: none;">muslimah.or.id</span>, <span style="margin: 0px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent; color: rgb(188, 69, 21); text-decoration: none;">ypia.or.id</span></p> <p style="margin: 0px 0px 15px; padding: 0px; outline-width: 0px; font-size: 14px; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">*Jika terpenuhi kuota minimal : 8 orang pendaftar</p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4195496656947572743.post-73094650462199542992010-08-21T01:33:00.000-07:002010-08-21T01:34:55.836-07:00Cara Menghitung Zakat Mal<p style="color: rgb(5, 96, 171); font-size: 15pt; text-align: center;"><strong><br /></strong> </p> <p style="color: rgb(204, 51, 0); text-align: center;">(Oleh: Ustadz Muhammad Arifin Badri)</p> <p align="justify"><br />Segala puji hanya milik Allâh Ta'ala, shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Shallallâhu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan sahabatnya.</p> <p align="justify">Harta benda beserta seluruh kenikmatan dunia diciptakan untuk kepentingan manusia, agar mereka bersyukur kepada Allâh Ta’ala dan rajin beribadah kepada-Nya. Oleh karena itu tatkala Nabi Ibrahim <em>'alaihissalam</em>, meninggalkan putranya, Nabi Ismail <em>'alaihissalam</em> di sekitar bangunan Ka’bah, beliau berdoa:</p> <p align="center"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/Qs014-037.gif" alt="Qs. Ibrâhîm/14:37" width="497" border="0" height="243" /></p> <p align="center"><em>Ya Rabb kami,<br />sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku<br />di lembah yang tidak mempunyai tanaman di dekat rumah-Mu yang dihormati.<br />Ya Rabb kami,<br />(yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat,<br />maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka<br />dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. </em><strong><br />(Qs. Ibrâhîm/14:37)</strong></p> <p align="justify">Inilah hikmah diturunkannya rizki kepada umat manusia, sehingga bila mereka tidak bersyukur, maka seluruh harta tersebut akan berubah menjadi petaka dan siksa baginya.</p> <p align="center"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/Qs009-34-35.gif" alt="Qs. at-Taubah/9:34-35" width="493" border="0" height="261" /></p> <p align="center"><em>…Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak<br />dan tidak menafkahkannya pada jalan Allâh,<br />maka beritahukanlah kepada mereka<br />(bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.<br />Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam,<br />lalu dahi, lambung dan punggung mereka dibakar dengannya,<br />(lalu dikatakan) kepada mereka:<br />“Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri,<br />maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”. </em><br /><strong>(Qs. at-Taubah/9:34-35)</strong></p> <p align="justify"> </p> <p align="justify">Ibnu Katsir rahimahullâh berkata:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Dinyatakan bahwa setiap orang yang mencintai sesuatu dan lebih mendahulukannya dibanding ketaatan kepada Allâh, niscaya ia akan disiksa dengannya. Dan dikarenakan orang-orang yang disebut pada ayat ini lebih suka untuk menimbun harta kekayaannya daripada mentaati keridhaan Allâh, maka mereka akan disiksa dengan harta kekayaannya. Sebagaimana halnya Abu Lahab, dengan dibantu oleh istrinya, ia tak henti-hentinya memusuhi <em>Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam</em>, maka kelak pada hari kiamat, istrinya akan berbalik ikut serta menyiksa dirinya. Di leher istri Abu Lahab akan terikatkan tali dari sabut, dengannya ia mengumpulkan kayu-kayu bakar di neraka, lalu ia menimpakannya kepada Abu Lahab. Dengan cara ini, siksa Abu Lahab semakin terasa pedih, karena dilakukan oleh orang yang semasa hidupnya di dunia paling ia cintai. Demikianlah halnya para penimbun harta kekayaan. Harta kekayaan yang sangat ia cintai, kelak pada hari kiamat menjadi hal yang paling menyedihkannya. Di neraka Jahannam, harta kekayaannya itu akan dipanaskan, lalu digunakan untuk membakar dahi, perut, dan punggung mereka”.[1]</p> <p align="justify">Ibnu Hajar al-Asqalâni <em>rahimahullâh</em> berkata:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Dan hikmah dikembalikannya seluruh harta yang pernah ia miliki, padahal hak Allâh (zakat) yang wajib dikeluarkan hanyalah sebagiannya saja, ialah karena zakat yang harus dikeluarkan menyatu dengan seluruh harta dan tidak dapat dibedakan. Dan karena harta yang tidak dikeluarkan zakatnya adalah harta yang tidak suci”.[2]</p> <p align="justify">Singkat kata, zakat adalah persyaratan dari Allâh Ta’ala kepada orang-orang yang menerima karunia berupa harta kekayaan agar harta kekayaan tersebut menjadi halal baginya.</p> <p align="justify"> </p> <p align="justify"><strong>NISHAB ZAKAT EMAS DAN PERAK</strong></p> <p align="justify">Emas dan perak adalah harta kekayaan utama umat manusia. Dengannya, harta benda lainnya dinilai. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya akan membahas nishab keduanya dan harta yang semakna dengannya, yaitu uang kertas.</p> <p align="center"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/hadist-xii-05-1.gif" alt="hadist" width="484" border="0" height="294" /></p> <p align="justify"> </p> <p align="justify">Dari Sahabat ‘Ali radhiyallâhu'anhu, ia meriwayatkan dari Nabi Shallallâhu 'Alaihi Wasallam,</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">Beliau bersabda:<br />“Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikitpun – maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”. <strong><br />(Riwayat Abu Dawud, al-Baihaqi, dan dishahîhkan oleh Syaikh al-Albâni)</strong></p> <p align="center"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/hadist-xii-05-2.gif" alt="hadist" width="480" border="0" height="116" /></p> <p align="justify">Dari Sahabat Abu Sa’id al-Khudri <em>radhiyallâhu'anhu</em>, ia menuturkan:</p> <p align="center"><em>Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam</em> bersabda:<br />“Tidaklah ada kewajiban zakat pada uang perak yang kurang dari lima Uqiyah “.<br /><strong>(Muttafaqun ‘alaih)</strong></p> <p align="justify">Dalam hadits riwayat Abu Bakar <em>radhiyallâhu'anhu</em> dinyatakan:</p> <p align="center"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/hadist-xii-05-3.gif" alt="hadist" width="342" border="0" height="60" /></p> <p align="center">Dan pada perak, diwajibkan zakat sebesar seperdua puluh (2,5 %).<br /><strong>(Riwayat al-Bukhâri)</strong></p> <p align="justify">Hadits-hadits di atas adalah sebagian dalil tentang penentuan nishab zakat emas dan perak, dan darinya, kita dapat menyimpulkan beberapa hal:</p> <table width="590" border="0"> <tbody> <tr> <td valign="top">1.</td> <td> <div style="text-align: justify;">Nishab adalah batas minimal dari harta zakat. Bila seseorang telah memiliki harta sebesar itu, maka ia wajib untuk mengeluarkan zakat. Dengan demikian, batasan nishab hanya diperlukan oleh orang yang hartanya sedikit, untuk mengetahui apakah dirinya telah berkewajiban membayar zakat atau belum. Adapun orang yang memiliki emas dan perak dalam jumlah besar, maka ia tidak lagi perlu untuk mengetahui batasan nishab, karena sudah dapat dipastikan bahwa ia telah berkewajiban membayar zakat. Oleh karena itu, pada hadits riwayat Ali <em>radhiyallâhu'anhu</em> di atas, Nabi <em>Shallallâhu 'Alaihi Wasallam </em>menyatakan: “Dan setiap kelebihan dari (nishab) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu”.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top">2.</td> <td> <div style="text-align: justify;">Nishab emas, adalah 20 (dua puluh) dinar, atau seberat 91 3/7 gram emas.[3]</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top">3.</td> <td> <div style="text-align: justify;">Nishab perak, yaitu sebanyak 5 (lima) ‘uqiyah, atau seberat 595 gram.[4]</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top">4.</td> <td> <div style="text-align: justify;">Kadar zakat yang harus dikeluarkan dari emas dan perak bila telah mencapai nishab adalah atau 2,5%.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top">5.</td> <td> <div style="text-align: justify;">Perlu diingat, bahwa yang dijadikan batasan nishab emas dan perak tersebut, ialah emas dan perak murni (24 karat).[5] Dengan demikian, bila seseorang memiliki emas yang tidak murni, misalnya emas 18 karat, maka nishabnya harus disesuaikan dengan nishab emas yang murni (24 karat), yaitu dengan cara membandingkan harga jualnya, atau dengan bertanya kepada toko emas, atau ahli emas, tentang kadar emas yang ia miliki. Bila kadar emas yang ia miliki telah mencapai nishab, maka ia wajib membayar zakatnya, dan bila belum, maka ia belum berkewajiban untuk membayar zakat.</div> </td> </tr> </tbody> </table> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;">Orang yang hendak membayar zakat emas atau perak yang ia miliki, dibolehkan untuk memilih satu dari dua cara berikut.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Cara pertama</strong>, membeli emas atau perak sebesar zakat yang harus ia bayarkan, lalu memberikannya langsung kepada yang berhak menerimanya.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Cara kedua</strong>, ia membayarnya dengan uang kertas yang berlaku di negerinya sejumlah harga zakat (emas atau perak) yang harus ia bayarkan pada saat itu.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai contoh, bila seseorang memiliki emas seberat 100 gram dan telah berlalu satu haul, maka ia boleh mengeluarkan zakatnya dalam bentuk perhiasan emas seberat 2,5 gram. Sebagaimana ia juga dibenarkan untuk mengeluarkan uang seharga emas 2,5 gram tersebut. Bila harga emas di pasaran Rp. 200.000, maka, ia berkewajiban untuk membayarkan uang sejumlah Rp. 500.000,- kepada yang berhak menerima zakat.</p> <p style="text-align: justify;">Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin <em>rahimahullâh</em> berkata:</p> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px;">“Aku berpendapat, bahwa tidak mengapa bagi seseorang membayarkan zakat emas dan perak dalam bentuk uang seharga zakatnya. Ia tidak harus mengeluarkannya dalam bentuk emas. Yang demikian itu, lebih bermanfaat bagi para penerima zakat. Biasanya, orang fakir, bila engkau beri pilihan antara menerima dalam bentuk kalung emas atau menerimanya dalam bentuk uang, mereka lebih memilih uang, karena itu lebih berguna baginya.”[6]</p> <p align="justify"> </p> <p align="justify"><strong>Catatan Penting Pertama.</strong></p> <p style="text-align: justify;">Perlu diingat, bahwa harga emas dan perak di pasaran setiap saat mengalami perubahan, sehingga bisa saja ketika membeli, tiap 1 gram seharga Rp 100.000,- dan ketika berlalu satu tahun, harga emas telah berubah menjadi Rp. 200.000,- Atau sebaliknya, pada saat beli, 1 gram emas harganya sebesar Rp. 200.000,- sedangkan ketika jatuh tempo bayar zakat, harganya turun menjadi Rp. 100.000,-</p> <p style="text-align: justify;">Pada kejadian semacam ini, yang menjadi pedoman dalam pembayaran zakat adalah <strong>harga pada saat membayar zakat, bukan harga pada saat membeli.</strong>[7]</p> <p align="justify"> </p> <p align="justify"><strong>NISHAB ZAKAT UANG KERTAS</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pada zaman dahulu, umat manusia menggunakan berbagai cara untuk bertransaksi dan bertukar barang, agar dapat memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya, kebanyakan menggunakan cara barter, yaitu tukar-menukar barang. Akan tetapi, tatkala manusia menyadari bahwa cara ini kurang praktis - terlebih bila membutuhkan dalam jumlah besar maka manusia berupaya mencari alternatif lain. Hingga akhirnya, manusia mendapatkan bahwa emas dan perak sebagai barang berharga yang dapat dijadikan sebagai alat transaksi antar manusia, dan sebagai alat untuk mengukur nilai suatu barang.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam perjalanannya, manusia kembali merasakan adanya berbagai kendala dengan uang emas dan perak, sehingga kembali berpikir untuk mencari barang lain yang dapat menggantikan peranan uang emas dan perak itu. Hingga pada akhirnya ditemukanlah uang kertas. Dari sini, mulailah uang kertas tersebut digunakan sebagai alat transaksi dan pengukur nilai barang, menggantikan uang dinar dan dirham.</p> <p style="text-align: justify;">Berdasarkan hal ini, maka para ulama menyatakan bahwa uang kertas yang diberlakukan oleh suatu negara memiliki peranan dan hukum, seperti halnya yang dimiliki uang dinar dan dirham. Dengan demikian, berlakulah padanya hukum-hukum riba dan zakat.[8]</p> <p style="text-align: justify;">Bila demikian halnya, maka bila seseorang memiliki uang kertas yang mencapai harga <em>nishab</em> emas atau perak, ia wajib mengeluarkan zakatnya, yaitu 2,5% dari total uang yang ia miliki. Dan untuk lebih jelasnya, maka saya akan mencoba mejelaskan hal ini dengan contoh berikut.</p> <p align="justify">Misalnya satu gram emas 24 karat di pasaran dijual seharga Rp.200.000,- sedangkan 1 gram perak murni dijual seharga Rp. 25.000,- Dengan demikian, nishab zakat emas adalah 91 3/7 x Rp. 200.000 = Rp. 18.285.715,- sedangkan nishab perak adalah 595 x Rp 25.000 = Rp. 14.875.000,-.</p> <p align="justify">Apabila pak Ahmad (misalnya), pada tanggal 1 Jumadits-Tsani 1428 H memiliki uang sebesar Rp. 50.000.000,- lalu uang tersebut ia tabung dan selama satu tahun (sekarang tahun 1429H) uang tersebut tidak pernah berkurang dari batas minimal nishab di atas, maka pada saat ini pak Ahmad telah berkewajiban membayar zakat malnya. Total zakat mal yang harus ia bayarkan ialah:</p> <p style="text-align: center;"><strong>Rp. 50.000.000 x 2,5 % = Rp 1.250.000,-<br />(atau Rp. 50.000.000 dibagi 40)</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pada kasus pak Ahmad di atas, batasan nishab emas ataupun perak, sama sekali tidak diperhatikan, karena uang beliau jelas-jelas melebihi nishab keduanya. Akan tetapi, bila uang pak Ahmad berjumlah Rp. 16.000.000,- maka pada saat inilah kita mempertimbangkan batas nishab emas dan perak. Pada kasus kedua ini, uang pak Ahmad telah mencapai nishab perak, yaitu Rp. 14.875.000,- akan tetapi belum mancapai nishab emas yaitu Rp 18.285.715.</p> <p style="text-align: justify;">Pada kasus semacam ini, para ulama menyatakan bahwa pak Ahmad wajib menggunakan nishab perak, dan tidak boleh menggunakan nishab emas. Dengan demikian, pak Ahmad berkewajiban membayar zakat mal sebesar :</p> <p style="text-align: center;"><strong>Rp. 16.000.000 x 2,5 % = Rp. 400.000,-<br />(atau Rp. 16.000.000,- dibagi 40)</strong></p> <p style="text-align: justify;">Komisi Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia dibawah kepemimpinan Syaikh ‘Abdul-’Aziz bin Bâz <em>rahimahullâh</em> pada keputusannya no. 1881 menyatakan:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Bila uang kertas yang dimiliki seseorang telah mencapai batas nishab salah satu dari keduanya (emas atau perak), dan belum mencapai batas nishab yang lainnya, maka penghitungan zakatnya wajib didasarkan kepada nishab yang telah dicapai tersebut”.[9]</p> <p style="text-align: justify;"> </p> <p style="text-align: justify;"><strong>Catatan Penting Kedua. </strong></p> <p style="text-align: justify;">Dari pemaparan singkat tentang nishab zakat uang di atas, maka dapat disimpulkan bahwa nishab dan berbagai ketentuan tentang zakat uang adalah mengikuti nishab dan ketentuan salah satu dari emas atau perak. Oleh karena itu, para ulama menyatakan bahwa nishab emas atau nishab perak dapat disempurnakan dengan uang atau sebaliknya.[10]</p> <p style="text-align: justify;">Berdasarkan pemaparan di atas, bila seseorang memiliki emas seberat 50 gram seharga Rp. 10.000.000, (dengan asumsi harga 1 gram emas adalah Rp. 200.000,-) dan ia juga memiliki uang tunai sebesar Rp. 13.000.000, maka ia berkewajiban membayar zakat 2,5 %. Dalam hal ini walaupun masing-masing dari emas dan uang tunai yang ia miliki belum mencapai nishab, akan tetapi ketika keduanya digabungkan, jumlahnya (Rp. 23.000.000,-) mencapai nishab.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan demikian orang tersebut berkewajiban membayar zakat sebesar Rp. 575.000,- berdasarkan perhitungan sebagai berikut:</p> <p style="text-align: center;"><strong>(Rp 10.000.000,- + Rp. 13.000.000,-) x 2,5 % = Rp. 575.000,-<br />(atau Rp. 23.000.000,- dibagi 40)</strong></p> <p align="justify"> </p> <p style="text-align: justify;"><strong>ZAKAT PROFESI </strong></p> <p style="text-align: justify;">Pada zaman sekarang ini, sebagian orang mengadakan zakat baru yang disebut dengan zakat profesi, yaitu bila seorang pegawai negeri atau perusahaan yang memiliki gaji besar, maka ia diwajibkan untuk mengeluarkan 2,5 % dari gaji atau penghasilannya. Orang-orang yang menyerukan zakat jenis ini beralasan, bila seorang petani yang dengan susah payah bercocok tanam harus mengeluarkan zakat, maka seorang pegawai yang kerjanya lebih ringan dan hasilnya lebih besar dari hasil panen petani, tentunya lebih layak untuk dikenai kewajiban zakat. Berdasarkan qiyas ini, para penyeru zakat profesi mewajibkan seorang pegawai untuk mengeluarkan 2,5 % dari gajinya dengan sebutan zakat profesi.</p> <p style="text-align: justify;">Bila pendapat ini dikaji dengan seksama, maka kita akan mendapatkan banyak kejanggalan dan penyelewengan. Berikut secara sekilas bukti kejanggalan dan penyelewengan tersebut:</p> <table width="590" border="0"> <tbody> <tr> <td valign="top">1.</td> <td> <div style="text-align: justify;">Zakat hasil pertanian adalah (seper-sepuluh) hasil panen bila pengairannya tanpa memerlukan biaya, dan (seper-duapuluh) bila pengairannya membutuhkan biaya. Adapun zakat profesi, maka zakatnya adalah 2,5 % sehingga Qiyas semacam ini merupakan Qiyas yang sangat aneh (ganjil) dan menyeleweng.<br /><br /></div> </td> </tr> <tr> <td valign="top">2.</td> <td> <div style="text-align: justify;">Gaji diwujudkan dalam bentuk uang, maka gaji lebih tepat bila dihukumi dengan hukum zakat emas dan perak, karena sama-sama sebagai alat jual beli dan standar nilai barang.<br /><br /></div> </td> </tr> <tr> <td valign="top">3.</td> <td> <p style="text-align: justify;">Gaji bukanlah hal baru dalam kehidupan manusia secara umum dan umat Islam secara khusus. Keduanya telah ada sejak zaman dahulu kala. Berikut beberapa bukti yang menunjukkan hal itu:</p> <p style="text-align: justify;">Sahabat ‘Umar bin al-Khaththab <em>radhiyallâhu'anhu</em> pernah menjalankan suatu tugas dari Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Lalu ia pun diberi upah oleh Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam. Pada awalnya, Sahabat ‘Umar <em>radhiyallâhu'anhu</em> menolak upah tersebut, akan tetapi Rasûlullâh Shallallâhu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya:</p> <p align="justify">“Bila engkau diberi sesuatu tanpa engkau minta, maka makan (ambil) dan sedekahkanlah”.<br /><strong>(Riwayat Muslim)</strong></p> <p style="text-align: justify;">Seusai Sahabat Abu Bakar <em>radhiyallâhu'anhu</em> dibai’at untuk menjabat khilafah, beliau berangkat ke pasar untuk berdagang sebagaimana kebiasaan beliau sebelumnya. Di tengah jalan beliau berjumpa dengan ‘Umar bin al-Khaththab <em>radhiyallâhu'anhu</em>, maka ‘Umar pun bertanya kepadanya:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Hendak kemanakah engkau?”</p> <p align="justify">Abu Bakar menjawab:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Ke pasar”.</p> <p align="justify">‘Umar kembali bertanya:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Walaupun engkau telah mengemban tugas yang menyibukanmu?”</p> <p align="justify">Abu Bakar menjawab:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Subhanallah, tugas ini akan menyibukkan diriku dari menafkahi keluargaku?”</p> <p align="justify">Umar pun menjawab:</p> <p style="padding-left: 30px;" align="justify">“Kita akan memberimu secukupmu”.</p> <p align="justify"><strong>(Riwayat Ibnu Sa’ad dan al-Baihaqi)</strong></p> <p style="text-align: justify;"><br /><br />Imam al-Bukhâri juga meriwayatkan pengakuan Sahabat Abu Bakar <em>radhiyallâhu'anhu</em> tentang hal ini.</p> <p align="center"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/hadist-xii-05-4.gif" alt="hadist" width="481" border="0" height="153" /></p> <p align="center"><em>Sungguh, kaumku telah mengetahui<br />bahwa pekerjaanku dapat mencukupi kebutuhan keluargaku.<br />Sedangkan sekarang aku disibukkan oleh urusan kaum muslimin,<br />maka sekarang keluarga Abu Bakar<br />akan makan sebagian dari harta ini (harta baitul-mâl),<br />sedangkan ia akan bertugas mengatur urusan mereka. </em><br /><strong>(Riwayat Bukhâri)</strong></p> <p style="text-align: justify;">Riwayat-riwayat ini semua membuktikan, bahwa gaji dalam kehidupan umat Islam bukan sesuatu yang baru, akan tetapi, selama 14 abad lamanya tidak pernah ada satu pun ulama yang memfatwakan adanya zakat profesi atau gaji. Ini membuktikan bahwa zakat profesi tidak ada. Yang ada hanyalah zakat mal, yang harus memenuhi dua syarat, yaitu hartanya mencapai nishab dan telah berlalu satu haul (1 tahun).</p> </td> </tr> </tbody> </table> <p align="justify"> </p> <p style="text-align: justify;">Oleh karena itu, ulama ahlul-ijtihad yang ada pada zaman kita mengingkari pendapat ini. Salah satunya ialah Syaikh Bin Bâz <em>rahimahullâh</em>, beliau berkata:</p> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px;">“Zakat gaji yang berupa uang, perlu diperinci, bila gaji telah ia terima, lalu berlalu satu tahun dan telah mencapai satu nishab, maka wajib dizakati. Adapun bila gajinya kurang dari satu nishab, atau belum berlalu satu tahun, bahkan ia belanjakan sebelumnya, maka tidak wajib dizakati”.[11]</p> <p style="text-align: justify;">Fatwa serupa juga telah diedarkan oleh Anggota Tetap Komite Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, dan berikut ini fatwanya:</p> <p style="text-align: justify; padding-left: 30px;">“Sebagaimana telah diketahui bersama, bahwa di antara harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak (mata uang). Dan di antara syarat wajibnya zakat pada emas dan perak (uang) adalah berlalunya satu tahun sejak kepemilikan uang tersebut. Mengingat hal itu, maka zakat diwajibkan pada gaji pegawai yang berhasil ditabungkan dan telah mencapai satu nishab, baik gaji itu sendiri telah mencapai satu nishab atau dengan digabungkan dengan uangnya yang lain dan telah berlalu satu tahun. Tidak dibenarkan untuk menyamakan gaji dengan hasil bumi, karena persyaratan haul (berlalu satu tahun sejak kepemilikan uang) telah ditetapkan dalam dalil, sehingga tidak boleh ada Qiyas. Berdasarkan itu semua, maka zakat tidak wajib pada tabungan gaji pegawai hingga telah berlalu satu tahun (haul)”.[12]</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai penutup tulisan singkat ini, saya mengajak pembaca untuk senantiasa merenungkan janji Rasûlullâh <em>Shallallâhu 'Alaihi Wasallam</em> berikut:</p> <p align="center"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/hadist-xii-05-5.gif" alt="hadist" width="340" border="0" height="50" /></p> <p align="center"><em>Tidaklah shadaqah itu akan mengurangi harta kekayaan.</em><br /><strong>(HR. Muslim)</strong></p> <p style="text-align: justify;">Semoga pemaparan singkat di atas dapat membantu pembaca memahami metode penghitungan zakat maal yang benar menurut syari’at Islam. <em>Wallahu Ta’ala A’lam bish-Shawâb.</em></p> <p align="justify"><img src="http://majalah-assunnah.com/images/naskah/garis.gif" width="160" border="0" height="2" /></p> <div> <table width="580" border="0"> <tbody> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="satu"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[1]</span></a></td> <td> <div style="text-align: justify;">Tafsir Ibnu Katsir (2/351-352). Hal semakna juga diungkapkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalâni dalam kitabnya, Fathul-Bâri (3/305).</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="dua"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[2]</span></a></td> <td valign="top"> <p align="justify">Lihat Fathul-Bâri, 3/305.</p> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="tiga"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[3]</span></a></td> <td valign="top"> <div style="text-align: justify;">Penentuan nishab emas dengan 91 3/7 gram, berdasarkan keputusan Komisi Tetap Fatwa Kerajaan Saudi Arabia no. 5522. Adapun Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin menyatakan, bahwa nishab zakat emas adalah 85 gram, sebagaimana beliau tegaskan dalam bukunya, Majmu’ Fatâwâ wa Rasâ‘il, 18/130 dan 133).</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="empat"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[4]</span></a></td> <td style="text-align: justify;" valign="top"> <div>Penentuan nishab perak dengan 595 gram, berdasarkan penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin pada berbagai kitab beliau, di antaranya Majmu’ Fatâwâ wa Rasâ‘il, 18/141.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="lima"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[5]</span></a></td> <td valign="top"> <div><span style="text-align: justify;">Lihat Subulus-Salâm, ash-Shan’ani, 2/129.</span></div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="enam"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[6]</span></a></td> <td style="text-align: justify;" valign="top" width="1013"> <div>Lihat Majmu’ Fatâwâ wa Rasâ‘il 18/155. Demikian juga difatwakan oleh Komisi Tetap Fatwa Kerajaan Saudi Arabia pada fatwanya no. 9564.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="tujuh"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[7]</span></a></td> <td valign="top"> <div>Majmu’ Fatâwâ wa Rasâ‘il, 18/96.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="delapan"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[8]</span></a></td> <td valign="top"> <div style="text-align: justify;">Sebagaimana ditegaskan pada keputusan konferensi Komisi Fiqih Islam di bawah Rabithah ‘Alam al-Islami, no. 6, pada rapatnya ke 5, tanggal 8 s/d 16 Rabiul-Akhir, Tahun 1402 H. Dan juga pada keputusan Komisi Tetap Fatwa Kerajaan Saudi Arabia no. 1881, 1728, dan difatwakan oleh Syaikh Muhammad bin Shâlih al-’Utsaimin dalam Majmu’ Fatâwâ wa Rasâ`il, 18/173.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="sembilan"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[9]</span></a></td> <td style="text-align: justify;" valign="top"> <div>Lihat Majmu’ Fatâwâ, Komisi Tetap Fatwa Kerajaan Saudi Arabia (9/254 fatwa no. 1881) dan Majmu’ Fatâwâ wa Maqalât al-Mutanawwi‘ah oleh Syaikh ‘Abdul-’Aziz bin Bâz (14/125).</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="sepuluh"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[10]</span></a></td> <td style="text-align: justify;" valign="top"> <div>Lihat Maqalaat a- Mutanawwi’ah, Syaikh ‘Abdul-’Aziz bin Bâz, 14/125.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="sebelas"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[11]</span></a></td> <td valign="top"> <div style="text-align: justify;">Maqalât al-Mutanawwi’ah, Syaikh ‘Abdul-’Aziz bin Bâz, 14/134. Pendapat serupa juga ditegaskan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin dalam Majmu’ Fatâwâ wa ar-Rasâ`il, 18/178.</div> </td> </tr> <tr> <td valign="top" align="right"><a name="duabelas"><span style="font-size: 6pt; vertical-align: super;">[12]</span></a></td> <td style="text-align: justify;" valign="top"> <div>Majmu’ Fatâwâ, Komisi Tetap Fatwa Kerajaan Saudi Arabia, 9/281 fatwa no. 1360.</div> </td> </tr> </tbody> </table> </div> <p align="justify"><strong><br />(Majalah As-sunnah Edisi 05/Tahun XII)</strong></p>Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/06031723199420236822noreply@blogger.com0