WWW.INISIAL.CO.CC   Rasulullah bersabda (yang artinya), "Sesungguhnya Islam pertama kali muncul dalam keadaaan asing dan nanti akan kembali asing sebagaimana semula. Maka berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba')."(hadits shahih riwayat Muslim) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). (Mereka adalah) orang-orang shalih yang berada di tengah orang-orang yang berperangai buruk. Dan orang yang memusuhinya lebih banyak daripada yang mengikuti mereka."(hadits shahih riwayat Ahmad) "Berbahagialah orang-orang yang asing (alghuroba'). Yaitu mereka yang mengadakan perbaikan (ishlah) ketika manusia rusak."(hadits shahih riwayat Abu Amr Ad Dani dan Al Ajurry)
Yang MEROKOK, dilarang buka blog saya...!!! image Klik! untuk mampir ke blog saya SILAKAN KLIK!
تبرئة العلامة الهرري مما افتراه عليه المدعو عبد الرحمن دمشقية في كتابه المسمى "الحبشي شذوذه وأخطاؤه"  والكتاب المسمى "بين أهل السنة وأهل الفتنة" وغيرهما من الإصدارات من مناشير وشرط  

DOWNLOAD AUDIO: KUMPULAN CERAMAH TENTANG ROMADHON BERSAMA ASATIDZAH ALUMNI DAN MAHASISWA MADINAH

Berikut ini adalah kumpulan Ceramah (Audio) yang berkaitan tentang Romadhon yang disampaikan oleh Asatidzah Alumni dan Mahasiswa Universitas Islam Madinah. Semoga bermanfaat bagi seluruh ummat. Silakan download atau dengarkan pada link dibawah ini:

Dengarkan::

Dengarkan::

Dengarkan::

Dengarkan::

Dengarkan::

Dengarkan::

Dengarkan::

Dengarkan::

Sumber: http://kajian.net (Jazaahullaahu khairaa)

Untuk Ramadhan Yang Lebih Baik

*diketik Ulang oleh Sutikno dari Majalah Fatawa, rubrik ‘Aktual’ halamanan: 8-11 edisi khusus Ramadhan-Syawwal 1430, Agustus-September 2009*

Ramadhan adalah satu dari dua belas nama bulan dalam setahun. Karena itu setiap tahun Ramadhan datang menjumpai kita. Banyak yang merasa beruntung karena telah berkali-kali menjumpai kedatangan bulan Ramadhan. Artinya, bisa berkali-kali pula berpuasa di bulan Ramadhan.Pertanyaannya adalah, apakah amal perbuatan kita selama puasa Ramadhan dari tahun ke tahun sudah berkualitas. Ataukah Ramadhan sekadar dirasakan sebagai bulan yang datang sebagai rutinitas dengan puasa dan sibuk menyiapkan menu pilihan buka bersama? Atau jangan-jangan kita masih merasakan kedatangan bulan Ramadhan sebagai beban karena harus berpuasa selama sebulan utuh?

Jawaban untuk pertanyaan itu bisa beragam antara satu orang dengan yang lain. Tetapi, idealnya, setiap orang mempunyai semangat yang sama untuk menjalani hari-hari Ramadhan yang semakin baik dan bertambah baik dari tahun ke tahun. Kalau sudah ada semangat, usaha ke arah itu secara lebih nyata akan lebih mudah, insya Allah.

Untuk menjalani Ramadhan secara lebih baik hendaknya dimulai sejak sebelum kedatangannya. Sambut Ramadhan dengan melakukan berbagai persiapan.

BERSIAP UNTUK MENYAMBUTNYA

Rasululullah shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat pun dulu sangat bersemangat menyambut datangnya bulan Ramadhan. Mereka serius mempersiapkan diri agar bisa memasuki bulan Ramadhan dan melakukan berbagai amalan dengan penuh keimanan, keikhlasan, semangat, giat, dan tidak merasakannya sebagai beban. Berbagai persiapan dilakukan untuk menyambut Ramadhan, tamu yang istimewa ini.Untuk memudahkan mungkin bentuk persiapan bisa kita rincikan sebagai berikut:

1. Persiapan Nafsiyah

Yang dimaksudkan dengan mempersiapkan nafsiyah adalah menyambut dengan hati gembira bahwasanya Ramadhan datang sebagai bulan untuk mendekatkan diri pada Allah Subhanahu waTa’ala. Jiwa yang siap memandang Ramadhan bukan sebagai bulan penuh beban, melainkan bulan untuk berlomba meningkatkan kualitas ubudiyah dan meraih derajat tertinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.Persiapan nafsiyah merupakan hal yang penting untuk diperhatikan dalam upaya memetik manfaat sepenuhnya dari ibadah puasa. Tazkiyatun nafsi (penyucian jiwa) akan melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakalan, dan berbagai amalan hati lainnya, yang akan menuntun seseorang kepada jenjang Ibadah yang berkualitas dengan kuantitas optimal. Seorang yang menjalani ibadah puasa di Bulan Ramadhan tanpa memiliki kesiapan secara nafsiyah dikhawatirkan puasanya akan menjadi kurang bermakna atau bahkan sia-sia, lebih parah lagi jika menjadi gugur.Persiapan penting yang harus kita takukan adalah persiapan mental. Mempersiapkan diri secara mental tidak lain adalah mempersiapkan ruhiyah kita serta membangkitkan suasana keimanan dan memupuk spirit ketakwaan kita. Salah satu caranya adalah dengan memperbanyak amal ibadah. Dalam hal ini Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah memberikan contoh kepada kita semua. Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban.Ummul Mukmin Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan:

“Aku belum pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh kecuali Ramadhan dan aku belum pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa dibandingkan pada bulan Sya’ban.”1

Puasa bulan Sya’ban itu demikian penting dan memiliki keutamaan yang besar dari pada puasa pada bulan lainnya, tentu selain bulan Ramadhan. Sedemikian pentingnya dan utamanya sampai Imran bin Hushain menuturkan, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah bertanya kepada seorang sahabat,

“Apakah engkau berpuasa pada akhir bulan (Sya’ban) ini?’ Laki-laki itu menjawab, Tidak!’ Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kemudian bersabda kepadanya, ‘Jika engkau telah selesai menunaikan puasa Ramadhan, maka berpuasalah dua hari sebagai gantinya.”2

Walhasil, puasa Sya’ban, di samping berbuah pahala yang besar dan keutamaan di sisi Allah, merupakan sarana latihan guna menyongsong datangnya Ramadhan.

2. Persiapan Tsaqafiyah

Untuk dapat meraih amalan di bulan Ramadhan secara optimal diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai fiqh al-Shiyam. Oleh karena itu persiapan tsaqafiyah tidak kalah penting bagi seseorang untuk mendapatkan perhatian yang serius. Dengan pemahaman fikih puasa yang baik seseorang akan memahami dengan benar, mana perbuatan yang dapat merusak nilai shiyamnya dan mana perbuatan yang dapat meningkatkan nilai dan kualitas shiyamnya. Orang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah, perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang menguranginya. Suatu amal perbuatan tanpa dilandasi ilmu, kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya. Hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara berpuasa yang benar sesuai syariat Islam. Jembatan menuju kebenaran adalah ilmu, dan siapa yang menempuh perjalanan hidupnya dalam rangka menuntut ilmu maka Allah Subhanahu wa Taala akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

“Barangsiapa yang berjalan untuk menuntut ilmu, niscaya Allah akan [memudahkan] dengannya jalan dari jalan-jalan kesurga”3

3. Persiapan Jasadiyah

Tidak dapat dipungkiri bahwa aktivitas Ramadhan banyak memerlukan kekuatan fisik, untuk shiyamnya, tarawihnya, tilawahnya, dan aktivitas ibadah lainnya. Dengan kondisi fisik yang baik akan lebih mampu melakukan ibadah tersebut tanpa terlewatkan sedikitpun, insya allah. Bila kondisi fisik tidak prima akan berpotensi besar kesulitan melaksanakannya amaliyah tersebut dengan maksimal, bahkan dapat terlewatkan begitu saja. Padahal bila terlewatkan nilai amaliah Ramadhan tidak semuanya bisa tergantikan pada bulan yang lain.

4. Persiapan Maliyah

Hendaknya persiapan materi ini tidak dipahami sekadar untuk beli pakaian baru, bekal perjalanan pulang kampung atau untuk membeli pernik-pernik jajanan ‘Idul fithri. Hendaknya maliyah yang ada dipersiapkan untuk infaq, sedekah, dan zakat. Sebab nilai balasan infak dan sedekah akan dilipatgandakan sebagaimana kehendak Allah Subhanahu Wa Ta’ala.Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Setiap amal bani Adam dilipatgandakan, kebaikan diganjar sepuluh kali lipat yang sepadan dengannya hingga sampai 700 kali lipat, bahkan hingga sampai kepada apa yang Allah kehendaki. Allah Azza wa Jalla berfirman, ‘Kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu untukku dan Aku sendirilah yang akan membalasnya. la meninggalkan syahwat dan makannya hanya karena Aku.’Bagi orahg yang berpuasa ada dua kegembiraan, yaitu kegembiraan tatkalaia berbuka dan kegembiraan tatkala ia bertemu dengan Rabb-nya. Sungguh bau mulut seorang yang berpuasa itu adalah lebih harum di sisi Allah dibandingkan harumnya kesturi.”4

Bulan Ramadhan merupakan bulan muwasah (santunan). Sangat dianjurkan memberi santunan kepada orang lain, betapapun kecilnya. Pahala yang sangat besar akan didapat oleh orang yang tidak punya, manakala ia memberi kepada orang lain yang berpuasa, sekalipun cuma sebuah kurma, seteguk air, atau sesendok nasi.Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam pada bulan Ramadhan ini sangat dermawan, sangat pemurah. Digambarkan bahwa sentuhan kebaikan dan santunan Rdsulullah Shallallahu Alaihi waSallam kepada masyarakat sampai merata, lebih merata ketimbang sentuhan angin terhadap benda-benda di sekitarnya. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh Ibnu ‘Abbas radhiyallahu anhuma,

“Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam adalah orang yang paling dermawan. Beliau akan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan, saat beliau ditemui Jibril. Jibril menemui beliau setiap malam pada bulan Ramadhan, lalu membacakan kepadanya al-Quran. Sungguh, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang berhembus.”5

Santunan dan sikap ini sudah barang tentu sulit dilakukan dengan baik jika tidak ada persiapan materi yang memadai. Termasuk dalam persiapan maliyah adalah mempersiapkan dana, sehingga tidak terpikir beban ekonomi untuk keluarga, agar dapat beri’tikaf dengan tenang. Untuk itu, mesti dicari tabungan dana yang mencukupi kebutuhan di bulan Ramadhan.

PADATI DENGAN AKTIVITAS KEBAIKAN

Persiapan-persiapan tersebut akan lebih membantu kita dalam menapaki hari-hari Ramadhan dengan lebih baik, insya Allah. Sebelumnya kita perlu menumbuhkan motivasi dengan melakukan perenungan untuk mendapatkan kesadaran betapa besarnya keutamaan shiyam. Banyak hadits yang bisa membangkitkan motivasi tersebut. Di antaranya adalah:

“Sesungguhnya di dalam surga ada sebuah pintu yang disebut Royyan. Orang-orang yang berpuasa masuk darinya pada hari kiamat, dan tidak ada seorang pun selain mereka yang dapat memasukinya. Apabila mereka telah memasukinya, pintu tersebut ditutup, dan tidak ada lagi seorang pun yang dapat memasukinya.”((Shahih al-Bukhari juz 7 hal.174 no.1896))

Dengan meyakini dan menyadari keutaman orang yang berpuasa, kita akan terlecut untuk menjalani dengan baik, Hendaknya kita pun menyiapkan program-program amal kebaikan yang akan kita lakukan selama bulan Ramadhan. Ramadhan mestinya ktia padati dengan aktivitas kebaikan.Sebaliknya, berbagai keburukan yang sebelumnya dianggap sepele, saat Ramadhan harus kita jauhi sekuat mungkin. Banyak hadits yang memberikan peringatan kepada kita agar membuang jauh-jauh perbuatan sia-sia demi tercapainya kualitas puasa kita. Puasa menuntut dan menuntun kita menjadi orang yang berakhlak baik, menjauhi kekufuran, menjauhi mencela agama, dan menjauhi muamalah yang buruk terhadap manusia. Puasa itu mendidik kebaikan jiwa dan tidak memperburuk akhlak. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengumpat dan berkata kasar. Apabila ada seorang yang mencela atau menganiayanya, maka katakanlah sesungguhnya aku adalah orang yang tengah berpuasa”6

Dengan berbagai uraian di atas kita berharap di Ramadhan kali ini tidak termasuk dalam jajaran yang disinyalir oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam sabdanya,

“Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidaklah mendapatkan dari puasanya melainkan hanya dahaga”7

Semoga Ramadhan kita bukanlah sekadar hari-hari lapar dan haus.Kiranya kita mampu menjadikan Ramadhan sebagai bulan ketaatan, untuk mengikatkan diri dengan seluruh syariatnya.Bulan Ramadhan adalah bulan muraqabah. Shaum yang kita lakukan semoga mampu mengajari kita untuk senantiasa merasa diawasi Allah. Ramadhan kali ini semoga menjadi bulan pengorbanan kita di jalan Allah. Kita coba, paling tidak, untuk berkorban dengan menahan rasa lapar dan haus demi meraih derajat ketakwaan kepada-Nya.

Takwa adalah puncak pencapaian ibadah shaum ramadhan.Perwujudan takwa secara individu tidak lain adalah dengan melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.Adapun perwujudan takwa secara kolektif adalah dengan menerapkan syariat Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan oleh kaum muslimin. Inilah kiranya timbangan bahwa Ramadhan kali ini lebih baik.


Catatan kaki:
  1. Shahih al-Bukhari juz VII hal. 298 no. 1969 []
  2. Shahih Muslim juz II hal. 818 no.200 dan Sunan Abi Dawud juz VII hal. 112 no.2330 []
  3. Sunan Abi Dawud juz 11 hal. 34 no. 3643 []
  4. Shahih Muslim juz III hal. 158 no. 2763 []
  5. Shahih al-Bukhari juz I hal. 6 no. 6 []
  6. Shahih wa Dhaif al Jami’ al Shaghir juz XVI hal.424 no.7777 []
  7. Musnad Ahmad juz II hal.441 no.9682 []

Sunnah-Sunnah yang Ditinggalkan di Bulan Ramadhan (Bagian 2)

Ada hadits yang seringkali diabaikan karena adanya hadits lain, karena sebagian besar orang tidak dapat menyatukan dalam praktek dan penerapan diantara keduanya. Hadits ini adalah sabda beliau Shalallahu alaihi wa sallam:

لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْإِفْطَارَ وَأَخَّرُوا السُّحُورَ

“Ummatku akan tetap berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.”

Disini ada dua perkara yang disebutkan, dan keduanya ditinggalkan oleh sebagian besar manusia, dan keduanya adalah: menyegerakan berbuka, dan menunda (memperlambat) sahur.

Adapun meninggalkan perkara yang pertama, mempercepat berbuka puasa, dalam pandangan sebagian orang me-nyelisihi hadits lain, yakni sabda beliau Shalallahu alaihi wa sallam: “Ummatku akan tetap berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan (tidak mengakhirkan) shalat Maghrib.”

Disini ada dua perintah, untuk menyegerakan dua perkara. Sehingga tampak bagi sebagian orang bahwa kita tidak dapat menyegerakan dua hal sekaligus.

Namun menyatukan antara perintah me-nyegerakan berbuka puasa dan menyegerakan shalat Maghrib adalah sesuatu yang sangat mudah. Ini adalah sesuatu yang Nabi kita Shalallahu alaihi wa sallam menjadikannya jelas bagi kita dengan amal perbuatan beliau. Beliau Shalallahu alaihi wa sallam berbuka dengan tiga butir kurma. Beliau makan tiga butir kurma. Kemudian beliau shalat Maghrib, kemudian beliau makan apabila beliau mendapati dirinya me-mbutuhkan makan malam.

Namun sekarang ini, kita jatuh ke dalam dua pelanggaran:

Pertama kita menunda Adzan dari waktu yang ditentukan. Dan setelah penundaan ini datang penundaan yang lain, yakni kita duduk untuk makan – kecuali bagi beberapa orang yang berhasrat shalat Magrib di masjid. Namun sebagian besar manusia menunggu hingga mereka mendengarkan Adzan, kemudian mereka duduk untuk makan seperti mereka hendak makan malam, dan bukan sekedar membatalkan puasa.

Adzan pada masa sekarang ini – di sebagian negeri Islam, sayangnya, saya harus mengatakan, dan bukan hanya di Jordan, dan saya mengetahuinya melalui penelitian, di sebagian besar negeri Islam – Adzan Maghrib dilaksanakan setelah waktunya. Dan alasannya adalah karena kita mengabaikan berpegang kepada – dan menerapkan – kaidah Islam, dan sebaliknya kita bergantung pada perhitungan astronomi. Kita bergantung pada jadwal.

Namun jadwal ini (dibuat) berdasarkan per-hitungan astronomi yang menganggap negeri ini sebagai sebuah bidang datar. Maka mereka menetapkan waktu untuk bidang datar ini, manakala kenyataannya negeri ini, khususnya negeri kita bervariasi, berbeda antara rendahnya lembah dan tingginya gunung. Maka tidak benar sebuah waktu ditetapkan yang meliputi pantai, dataran dan pegunungan. Tidak, setiap bagian negeri memiliki waktunya tersendiri. Maka barangsiapa yang mampu di tempat dimana dia tinggal, di kota atau di desanya, melihat matahari terbenam dengan matanya, maka kapan pun dia terbenam, maka itulah (waktu) bersegera yang kita diperintahkan dengan perkataan beliau Shalallahu alaihi wa sallam yang baru saja kami sebutkan: “Ummatku akan tetap berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.” Nabi Shalallahu alaihi wa sallam sangat teliti dalam menerapkan Sunnah dengan me-ngajarkannya dan menerapkannya.

Adapun ajarannya, beliau Shalallahu alaihi wa sallam bersabda, dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya (no. 1954), “Jika waktu malam tiba dari dari arah sana,” dan beliau menunjuk ke arah timur, “dan waktu siang berlalu dari arah sana,” dan beliau menunjuk ke arah barat, “dan matahari telah terbenam, berarti orang yang berpuasa telah berbuka.”

Apa maksud puasanya orang yang berpuasa telah berbuka? Artinya dia telah masuk dalam hukum dimana dia harus membatalkan puasanya. Kemudian datang hukum sebelumnya dimana Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam men-dorong untuk menyegerakan berpuka puasa, dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam melaksanakan-nya, meskipun beliau berkendaraan dalam perjalanan.

Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari (no. 1955) bahwa Nabi Shalallahu alaihi wa sallam memerintahkan salah seorang sahabatnya untuk mempersiapkan iftaar baginya. Dia menjawab, “Ya Rasulullah, hari masih terang di depan kita.” Artinya: cahaya matahari, meskipun telah terbenam, namun cahayanya masih jelas di sebelah barat. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam tidak menanggapi perkataannya, sebaliknya beliau menekankan kembali perintah kepadanya untuk mempersiapkan iftaar. Maka perawi hadits yang berkata: Kami dapat melihat siang di depan kami – maksudnya cahaya hari, cahaya matahari – ketika kami berbuka puasa, berkata: “Jika salah seorang dari kami naik ke punggung untanya, dia akan dapat melihat matahari.” Matahari telah terbenam disini dan Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam memerintahkan salah seorang sahabat untuk mempersiapkan iftar. Mengapa? Untuk bersegera di atas kebaikan. “Ummatku akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”

Maka yang penting adalah kita memperhatikan bahwa iftaar (berbuka puasa), yang disyariatkan untuk disegerakan mestinya dilakukan dengan beberapa butir kurma. Kemudian kita harus bersegera shalat. Kemudian setelah itu orang-orang dapat duduk dan makan sesuai dengan kebutuhannya.

Ini adalah perkara pertama, yang ingin saya peringatkan kepada anda, dan inilah cara menjama’ kedua hal yang diperintahkan Nabi Shalallahu alaihi wa sallam agar kita bersegera melaksanakannya. Yang pertama adalah perintah untuk menyegerakan berbuka, dan yang kedua adalah bersegera mengerjakan shalat Maghrib. Maka berbuka puasa mestinya dilakukan dengan beberapa butir kurma, sebagaimana yang terdapat dalam Sunnah, dan jika tidak terdapat kurma, dengan beberapa teguk air. Kemudian shalat Maghrib harus dilakukan secara berjama’ah di Masjid.

di ambil dari

http://ngaji-online.com/2009/08/13/sunnah-sunnah-yang-ditinggalkan-di-bulan-ramadhan-bagian-2/

Labels

comment

Download E book

Hire Me Direct
eXTReMe Tracker